Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kemarau Telah Tiba, Hati-Hatilah Terhadap 5 Fenomena Berikut

4 September 2023   17:38 Diperbarui: 4 September 2023   17:57 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  sumber foto Pexels

Hari-hari ini udara pada malam dan pagi hari terasa sangat dingin. Dingin yang menusuk hingga ke sum-sum, kata beberapa orang. Walau pun demikian, terus terang penulis sendiri belum mengukur atau memeriksa temperaturnya pada pengukur suhu. Tapi nyatanya memang demikian.

Sementara itu pada siang hari udara terasa panas terik dan angin bertiup sangat kencang, kencang sekali. Dan...ketika berhadapan dengan situasi dengan, kearifan lokal mengajarkan bahwa ini pertanda musim kemarau telah memuncak.

Tulisan ini hendak memaparkan beberapa hal, lebih kurang 5 (lima) fenomena yang mesti diwaspadai, secara khusus oleh masyarakat Pulau Timor yang secara harafiah berarti 'pulau kering'.

Dalam kehidupan sehari-hari, kelima fenomena ini saling kait mengait antara satu dengan yang lain. Biasanya kalau yang satu sudah terjadi, orang lengsung berpikir tentang hal lain yang bakal mengikuti.

Sebagai insan yang peduli terhadap lingkungan hidup, tulisan ini hendak mengajak kita untuk bukan hanya waspada, tetapi berjuang untuk mencegah sedapat mungkin fenomena-fenomena yang mendatangkan kerugian bagi manusia dan lingkungannya.

Kelima fenomena itu dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Debu atau Abu Beterbangan

Debu-debu dijalanan pun beterbangan. Anak-anak sekolah terpaksa harus menutup hidungnya dengan tangan, lantaran debu yang beterbangan akibat mobil yang lewat. Lain kali mereka terpaksa harus berhenti sebentar menunggu debu di jalanan sudah redah, baru mereka melanjutkan perjalanan kaki menuju sekolah.

Maklumlah bahwa tidak semua jalanan ke sekolah sudah beraspal. Bahkan ada yang sudah beraspal, tetapi karena aspalnya tidak kuat atau telah rusak, itulah yang menyebabkan debu beterbangan.

Debu atau abu menyebabkan pakaian seragam yang dikenakan anak-anak sekolah cepat kotor. Selain itu, terlebih adalah gangguan kesehatan. Mereka terlihat mulai batuk-batuk yang ujung-ujungnya ada ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas.

Kalau sudah demikian, maka mereka (anak-anak sekolah) tidak dapat ke sekolah karena sakit, dan tentu saja mereka akan mengalami ketinggalan bahan pelajaran. Sementara itu kalau mereka sakit mereka membutuhkan uang untuk berobat. Belum lagi banyak keluarga miskin yang selalu berharap mendapatkan BLT, PKH dan lain-lain.

2.  Angin Putting Beliung

Biasanya kalau panas makin terik, angin pun bertiup makin kencang dan kadang secara tiba-tiba saja datang angin yang berputar-putar di sekitar. Biasanya tidak berlangsung lama, hanya sekitar 5-10 menit dan pada aera skala lokal. Tahun kemarin beberapa rumah ikut terangkat diporakporandakan oleh angin putting beliung. Juga beberapa tenda tempat berlangsungnya Pekan Pameran Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan Gereja Keuskupan Atambua ikut terangkat dan patah. Untunglah tidak ada korban jiwa.

3.   Api dan Kebakaran

Salah satu hal yang patut diwaspadai adalah kebakaran yaitu kebakaran rumah maupun kebakaran hutan.

Sudah terlihat di beberapa tempat di sepanjang jalan ada kebakaran lahan dan semak belukar. Umumnya kebakaran itu terjadi karena ulah manusia yaitu ulah para pejalan kaki atau mereka yang merokok dan sengaja membuang puntung rokok. Mungkin mereka tidak berpikir bahwa akan ada kebakaran, atau mungkin tahu tapi dengan sengaja tahu dan mau supaya terjadi kebakaran.

Di beberapa ruas jalan dekat kota, terpaksa mobil pemadam kebakaran harus dikerahkan untuk memadamkan api yang terus membesar akibat tiupan angin keras.

Ada juga beberapa pemuda yang dengan sukarela dan panggilan nurani ikut memadamkan api yang terus meluas menuju pemukiman. Dengan air di ember dan daun-daunan hijau yang dipatahkan dari tangkainya dipakai untuk memadamkan api.

Ya karena ulah satu dua orang menyebabkan orang lain harus berpayah-payah untuk memadamkannya.

Salah satu kebiasaan di Timor yang hingga saat ini belum tuntas dicegah yaitu pembukaan lahan dengan cara menebang dan membakar hutan. Kebakaran terjadi dan merambat luas juga karena ulah mereka yang membuka kebun atau ladang baru dengan cara menebang dan membakar hutan.

Ilustrasi sumber foto Kompas.Id
Ilustrasi sumber foto Kompas.Id

4.   Sumber Air Kering

Akibat lain dari musim kemarau adalah keringnya sumber-sumber mata air. Untuk diketahui bahwa di Pulau Timor umumnya sungai-sungainya kecil. Banjir atau air meluap pada muism hujan, tetapi sesudah itu sungai menjadi kering.

Maka biasanya memasuki bulan September dan Oktober sebagai puncak musim kemarau atau panas, selalu diikuti dengan sulitnya mencari air untuk minum, mandi, cuci dan kakus. Di mana-mana, ibu-ibu dan anak-anak menggunakan jerigen berjalan cukup jauh untuk mencari air.

5.    Paceklik

Satu hal lain yang menjadi ikutan musim kemarau adalah musim paceklik yaitu muism kekurangan bahan makanan atau bisa dikatakan musim kelaparan, karena semua pada kering kerontang, termasuk rumput untuk ternak di padang pun menjadi kering.

Musim paceklik atau kelaparan biasanya terjadi pada saat-saat menjelang musim hujan atau musim tanam yang baru. Ikutan yang lainnya adalah adanya pencurian dan berbagai kejahatan lainnya.

Dahulu, pencurian itu dilakukan secara bergerombol yang dikenal dengan nama atau sebutan teku. Walaupun seiring dengan waktu dan perkembangan, gerombolan pencurian itu makin berkurang, namun perlu selau diwaspadai.

Bagaimana Cara Menghadapi atau mengatasi semuanya itu?

Setiap tantangan dan kesulitan pasti selalu ada jalan keluarnya. Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya.  Bahkan dapat 'mengatasi masalah tanpa masalah' (BUMN Pegadaian).

Untuk mengatasi debu yang beterbangan di jalanan ke sekolah, pemerintah dapat mengusahakan perbaikan jalan raya dengan membuat aspal (hotmix) atau dapat juga menggunakan rabbat semen. Sambil menunggu uluran tangan pemerintah baiklah kalau siswa-siswi selalu menggunakan masker supaya terhindar dari sakit flu dan batuk.

Menghadapi ulah manusia yang iseng membuang puntung rokok dan menyebabkan kebakaran perlu dipasang rambu-rambu dan peringatan "dilarang membakar hutan!"

Berhadapan dengan kekeringan dan kekurangan air, tiada jalan lain ke Roma selain hati-hatilah menggunakan air, dalam arti menghemat air supaya tidak terbuang-buang. Sisa air cucian bisa ditampung atau disaring untuk dipakai menyiram tanaman.

Dan akhirnya untuk menghadapi paceklik atau kekurangan bahan makanan, rupanya bisa disiasati dengan pola hidup hemat dan memanfaatkan produk makanan lokal non beras, misalnya mengkonsumsi jagung; ubi-ubian; dan di Timor bisa juga mengkonsumsi sagu atau aka bilan sebagai produk makanan lokal yang bergizi.

Meskipun demikian, orang Timor selalu yakin bahwa tanah ini adalah anugerah Tuhan yang harus dilestarikan dan dijaga selalu karena "Bae sonde bae, ita Nusa lebe bae: Baik tidak baik, tanah Timor lebih baik!"

Atambua: 04.09.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun