BAGI SAYA topik pilihan Kompasiana ini menarik. Mengapa demikian? Saat ini di tengah berbagai kemudahan baik dalam hal menemukan sumber referensi, membuat penelitian maupun melakukan penulisan, ternyata bagi banyak orang masih mengalami kesulitan. Pada hal segala macam kemudahan itu selalu berada di depan mata. Karena itulah, saya merasa terdorong untuk membagikan pengalamanku perihal menulis skripsi 30 tahun silam.
Saya termasuk salah seorang dari sekian banyak orang yang menyelesaikan pendidikan bertahap-tahap. Maksudnya begini. Tahun 1991 saya menyelesaikan program D3. Â Pada saat itu, sebelum menempuh ujian universum saya dan teman-teman mesti terlebih dahulu menyelesaikan makalah akhir.Â
Menurut wikipedia.com, makalah ilmiah merupakan sebuah makalah yang membahas suatu permasalahan dari hasil studi ilmiah. Isi dari makalah jenis ini tidak boleh semata-mata berdasarkan pendapat atau opini yang bersifat subyektif.Â
Ya betul. Pada saat itu, kami 'disuruh' oleh dosen untuk mencari dan menemukan buku referensi, minimal 3 buku utama di mana salah satunya harus berbahasa Inggris.Â
Kira-kira proses untuk menyelesaikan makalah akhir itu sama seperti menulis skripsi. Hanya saja bedanya bahwa makalah itu tidak dibuat per-orang tetapi dibagi dalam kelompok yang terdiri dari tiga orang. Sekali lagi kesulitannya hampir sama dengan menulis skripsi.
Setelah menulis makalah, kami harus mempertahankan isi penulisan makalah tersebut dalam sesi ujian makalah. Sekali lagi sesi ujian ini hampir sama dengan ujian skripsi. Perbedaannya terletak pada saat ujian, kami diuji secara berkelompok yang terdiri dari tiga orang tersebut. Setelah mempertahankan makalah tersebut, baru kami bisa mempersiapkan diri untuk ujian universum.
Setelah bekerja selama tiga tahun di lapangan atau medan karya, saya harus kembali lagi ke kampus untuk menempuh program Strata satu alias S1 pada almamaterku.
Singkat cerita pada tahun 1996, saya harus lagi berkutat dengan penulisan skripsi. Tentu saja skripsi berbeda dengan makalah. Kalau makalah, kami harus bekerja kelompok. Sekarang skripsi harus bekerja sendiri.Â
Menurut Dr. Marcel Bria (2002), penulisan skripsi merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi seorang mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana di bidang studinya. Â Skripsi itu sendiri merupakan suatu istilah yang digunakan di Indonesia, untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan atau fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku.
Kalau menulis makalah, kami tidak perlu melakukan penelitian, kini ketika menulis skripsi, saya harus melakukan penelitian lapangan. Itulah bedanya.
Tentu saja menulis skripsi di era tahun 1996 itu tidak sama dengan menulis skripsi pada tahun 2023. Bagi saya ada banyak sekali kesulitan atau tantangan yang dihadapi pada penulisan skripsi  di era tahun 1996 dibandingkan dengan penulisan skripsi pada era tahun 2023 ini.
Berikut ini saya paparkan suka duka penulisan skripsi pada era tahun 1996, silahkan menemukan perbandingannya dengan era sekarang ini:
Satu: Terbatasnya Menemukan Buku Sumber atau Referensi.
Skripsi merupakan karya ilmiah. Sebuah karya ilmiah membutuhkan referensi-referensi ilmiah. Terbatasnya akses untuk menemukan sumber bacaan juga menjadi salah satu kesulitan. Berbeda dengan sekarang ini di mana internet memudahkan pencaharian sumber bacaan. Pada era tahun 1996, kami hanya mengandalkan perpustakaan dengan jumlah buku yang terbatas. Sering kali satu buku sumber harus dipakai oleh beberapa mahasiswa bergantian. Kesulitan lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah terbatasnya akses kami sebagai mahasiswa dalam menemukan sumber bahasa asing.
Dua: Pengetikan Skripsi masih menggunakan Mesin Tik
Berbeda dengan sekarang ini di mana penggunaan komputer sangat membantu dalam penulisan atau pengetikan skripsi. Mengetik skripsi pada era 1990-an boleh dikatakan sangat menarik. Waktu itu di Flores, kami harus membeli mesin Tik dengan merek Olympic yang dipesan dosen kami dari Jerman. Ketika mesin tik itu tiba, betapa senangnya kami. Maklum, tidak semua mahasiswa bisa memiliki atau membeli mesik tik itu. Maka kami harus mengetik bergantian.Â
Teman dari mesin tik adalah tip-ex. Anda bisa membayangkan, menyusun skripsi setebal 150-an halaman. Pertama-tama ditulis tangan, kedua diketik dengan mesin tik, ketiga harus menggunakan margin 4-4, 3-3. Maka supaya rapih, kita harus menghitung huruf pada akhir atau ujung margin kertas. Kalau tidak, ya, salah di tip-ex dulu.
Tiga: Pembimbingan yang super teliti
Tidak gampang menulis dan menyelesaikan skripsi.Kalau tidak mau dikatakan menghadapi tipe-tipe dosen pembimbing yang bervariasi. Bersyukur sekali kalau mendapatkan dosen pembimbing yang baik yang sabar, tenang dan setia mendampingi mahasiswa. Tapi kalau mendapatkan dosen pembimbing yang agak killer ya resiko, beliau bukannya periksa, tapi mencoret bahkan membuang ke sampah. Tapi mau apa? Ya udah.....
Empat: Terbatasnya data penelitian
Saya mengalami kesulitan untuk mengumpulkan data penelitian. Data-data itu harus dikirimkan dari Atambua-Timor dengan menggunakan Pos dan Giro. Bisa dibayangkan berapa lama tiba di Flores. Bagaimana kalau kurang atau bahkan salah? Ya... tunggu lagi satu atau dua bulan.
Lima: Bagaimana Membuat Cover Skripsi?
Isi yang bagus mestinya dimasukkan dalam cover yang bagus pula. Tapi apa boleh buat. Semuanya masih manual. Maka setelah ujian skripsi, saatnya skripsi harus dijilid, kami mengalami keterbatasan dalam mebuat cover skripsi. Maka seadanya saja. Biarpun penampilan cover yang biasa, namun tentu isinya tidak biasa-biasa saja.
Itulah sedikitnya lima hal yang dapat saya syeringkan sebagai pembanding bagi adik-adik pada era saat ini di tengah berbagai kemudahan, tetapi mengalami kesulitan untuk menyelesaikan skripsi.
Bagi saya menulis skripsi sebagai tugas akhir bagi seorang calon sarjana itu mutlak penting, karena dari sanalah kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan sebagai seorang calon sarjana diuji. Maka kepada adik-adik para mahasiswa-mahasiswi yang sedang siap-siap untuk menyusun skripsi atau tugas akhir, saya mau katakan demikian:
1. Â Â Janganlah menunda-nunda kesempatan karena kesempatan itu datang hanya satu kali. Pergunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.
2. Â Â Pilihlah judul skripsi yang sesuai dengan kemampuan anda untuk menyusun dan menyelesaikannya, tanpa mengurangi nilai ilmiah dan sesuai dengan latar belakang keilmuan anda.
3. Â Â Ikuti dengan serius apa yang diminta dosen pembimbing sesuai keahliannya, dan selesaikan atau perbaiki sesuai perbaikan yang diberikan dosen pembimbing. Jangan membantah, dalam arti melawan apa yang dianjurkan pembimbing.
4. Â Â Selesai ujian, jangan lupa melakukan perbaikan pada waktunya sesuai dengan permintaan dosen penguji sebab sepintar-pintarnya anda, anda masih mahasiswa, sekurang-kurangnya dosen ia tetap dosen. Maka selesaikan semua pada waktunya dan serahkan ke sekretariat untuk urusan selanjutnya.
Itulah beberapa hal yang dapat saya syeringkan semoga bermanfaat bagi adik-adik mahasiswa yang sedang bersiap-siap untuk menyusun atau melakukan ujian skripsi. Terima kasih. Tuhan memberkatimu selalu.
Atambua: 07.05.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H