Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aksi Mengemis Online: Mengapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?

12 Januari 2023   22:35 Diperbarui: 12 Januari 2023   22:40 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apapun aktivitas yang dilakukan seseorang, entah itu kegiatan yang bersifat tetap atau bersifat sementara, tidaklah terlepas dari optio fundamentalis atau pilihan hidup seseorang, yang pada intinya menjadi arah dasar hidupnya. 

Saat ini internet telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Kehadirannya telah memicu banyak hal baru. Hidup tanpa jaringan internet bagaikan makan tanpa lauk. Komunikasi antar manusia banyak terjadi hanya dalam jaringan yang dilakukan melalui interaksi lewat media sosial.

Para pengguna media sosial, dengan bebas meng-upload apa saja yang mereka lakukan. Mereka juga bisa menjual apa saja yang mereka ingin jual melalui media sosial entah di facebook, instagram, tiktok atau melalui grup whatsapp. 

Tidak jarang kita jumpai di media sosial itu banyak hal yang secara nurani tidak bisa diterima, termasuk dengan akal sehat.  Namun, siapa yang bisa melarangnya?

Itulah sebabnya dunia internet disebut juga dunia maya (virtual world) karena ketika kita memasuki dunia itu kita sedang terhubung dengan berbagai peralatan teknologi komunikasi dan jaringan komputer di berbagai pelosok dunia. Dan yang lebih mengerihkan lagi bahwa kita terhubung dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang tanpa kita saling mengenal. 

Dalam dunia anonim itu bisa saja terjadi berbagai interaksi online. Nah, dalam interaksi online inilah bisa jadi orang salah memanfaatkan jaringan online tersebut untuk maksud tertentu, termasuk aksi mengemis online. 

***

Tapi sabar dulu. Sebelum kita sampai kepada pemahaman mengenai mengapa aksi mengemis online ini mulai marak, terlebih dahulu kita memahami apa itu aktus 'mengemis".

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mengemis berasal dari kata dasar 'Emis' atau 'kemis' yang memiliki dua arti yaitu 'Kamis' dan 'minta, dengan penjelasan bahwa aksi minta itu asalnya dilakukan pada hari Kamis. 

Dari kata 'emis' atau 'kemis', kemudian menjadi "mengemis" juga dalam dua pengertian yaitu  1. Meminta-minta sedekah; 2. Meminta dengan merendah-rendah dan dengan penuh harapan. 

Sedangkan pengemis adalah orang yang mengemis atau orang yang meminta-minta sedekah, dengan merendah-rendah dan dengan penuh harapan. Saya sangka dalam arti yang kedua inilah topik pilihan ini diangkat.

***

Sekedar cerita pengalaman. Saya mohon maaf sebelumnya. Pada tahun 1994, untuk pertama kalinya saya tiba di Kota Jogjakarta. Saya diantar oleh seorang keponakan yang kuliah di Jogja saat itu ke Malioboro. Dalam perjalanan ke Malioboro itulah untuk pertama kali pula saya mengenal yang dinamakan 'pengemis'. Maaf. Waktu itu di Timor belum ada yang melakukan aktus mengemis seperti itu. 

Sebagai orang dari Timur, melihat orang meminta-minta seperti itu, saya merasa kasihan. Secara spontan saya merogo saku dan dompet untuk memberi uang kepadanya. Saya mengambil selembar uang seribu rupiah untuk memberi kepadanya. Spontan keponakanku itu menarik tangan saya, "Jangan om, terlalu banyak itu. Beri 100 perak saja kalau mau, soalnya banyak orang yang meminta-minta. Nanti uang Om habis!"

Begitu tiba di Malioboro, pemandangan menjadi lain lagi. Saya melihat di sudut emperan toko, seorang bapak yang nyaris tak punya tangan duduk sambil meminta-minta. Lagi-lagi, saya iba melihatnya. Tapi pemandangan ini bukan hanya di satu tempat. Hampir di seluruh bagian Malioboro ada pengemisnya.

Pengalaman lain lagi ketika tahun 2005 saya berada lagi di kota Gudeg itu selama dua tahun untuk studi. Waktu itu saya indekost di Jalan Kaliurang Km.7. Menjelang bulan Puasa (maaf), saya menyaksikan kok ada mobil pik up menurunkan barisan pengemis di sepanjang jalan menuju Malioboro. Bahkan saya menyaksikan sendiri dengan mata kepala saya sendiri di Traffic light perempatan Monjali ada seorang ibu dari jarak sekira 20 meter, memberi komando kepada seorang bapak cacat yang didudukkan di pinggir jalan untuk mengangkat tangan meminta-minta kepada mobil yang berhenti pada saat lampu merah. Halahhh

Dari pengalaman ini, saya mengartikan pengemis sebagai orang atau sekelompok orang yang memperoleh penghasilan atau pemasukan dengan cara melakukan aksi meminta-minta di depan umum dengan berbagai cara dan alasan-alasan tertentu yang bertujuan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

***

Nah, bila topik pilihan kita adalah mengemis online berarti aktus mengemis yang dilakukan secara online, dalam hal ini menggunakan media sosial.

Tapi persoalannya adalah pengemis itu seharusnya adalah orang yang betul-betul tidak mempunyai sesuatu dan karena itu ia meminta-minta supaya dapat makan, minum, pakai dan lain-lain. 

Lain kali, pengemis itu sekaligus adalah orang cacat, yang secara fisik tidak bisa bekerja untuk mendapatkan sesuatu dan tidak ada cara lain  selain ia meminta-minta. Karena itulah orang merasa iba, lalu membantu dengan setulus hati, karena adanya keyakinan bahwa "dengan memberi, ia akan menerima".

Persoalan mengemis online adalah suatu aksi baru yang mulai marak karena orang menggunakan media sosial untuk meminta-minta. Itu artinya 'pengemis kaya, karena punya hape android". 

Tentu aksi meminta-minta online di sini berbeda dengan aksi orang 'meminta sumbangan', misalnya untuk pengobatan seseorang yang membutuhkan banyak dana; atau untuk pembangunan tempat ibadah; atau meminta sumbangan untuk korban bencana alam, melalui membuka dompet amal.

***

Ilustrasi Pengemis Online (Kompas.com)
Ilustrasi Pengemis Online (Kompas.com)

Menurut saya fenomena sosial mengemis online ini bisa terjadi dan marak sekarang ini karena dipicu oleh tiga faktor ini:

Pertama: Manusia bersembunyi di balik dunia maya (jaringan internet)

Namanya dunia maya, yang paling terpenting adalah seni mengolah kata-kata yang bisa menimbulkan rasa belas kasihan. Di sinilah orang pandai memanfaatkan kesempatan yang bisa juga Orang berprinsip,  "kan hanya melalui media sosial, bukan bertemu secara langsung!" Karena itu membuat konten video yang menampilkan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan orang yang menonton video atau konten tersebut tanpa berpikir logis langsung memberikan sedekahnya.

Kedua:  Enggan bekerja keras, tapi mengharapkan banyak hasil (mental cari gampang)

Keseringan orang menggunakan media sosial menyebabkan orang tidak mau bekerja keras, tetapi berharap mendapatkan hasil yang banyak dan memuaskan. Karena itu orang berusaha menggunakan berbagai  tujuan yang menghalalkan cara. Termasuk membuat konten yang berisi meminta-minta dan mengharapkan belas kasihan orang lain. 

Ketiga: Mulanya coba-coba atau iseng tapi berhasil 

Faktor berikutnya adalah mungkin saja mula-mula hanya mau iseng-iseng saja, tapi ternyata mendapat tanggapan atau berhasil. Hal ini juga disebabkan oleh banyak orang yang berada dalam dunia maya cepat menaruh kasihan kepada orang yang mungkin iseng saja meminta-minta.  Banyak orang dalam dunia maya yang berpikir dengan melakukan kebajikan memberi dapat mengurangi atau menghapuskan dosa! Maka mungkin mula-mula pekerjaan meminta-minta secara online hanya iseng-iseng saja, tetapi berhasil. 

Tapi sekali lagi saya tidak bermaksud menyinggung konten-konten creator yang mendatangkan keuntungan karena profesionalismenya, sebab tentu saja dalam ranah ini mereka tidak dimaksudkan. 

Dalam hal ini, memang para pemakai media sosial juga perlu berhati-hati dan tidak cepat 'jatuh hati' dengan berbagai chattingan di media sosial yang bernada belaskasihan dan iba. Kita juga perlu mentaati aturan pemerintah sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Pengemis dan Gelandangan di Indonesia, supaya tidak menyalahgunakan kaum miskin dan para duafa demi mendapatkan uang untuk kepentingan pribadi. ***

Atambua: 12.01.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun