Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hubungan antara Proses Mendapatkan SIM dan Perilaku Berlalu Lintas

9 November 2022   21:08 Diperbarui: 9 November 2022   21:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penanaman disiplin sejak dini (sumber: pojokbanua/Humas Polda)

Apakah proses mengurus atau mendapatkan SIM itu ikut berpengaruh terhadap kecerdasan berlalulintas? Inilah pertanyaan yang selalu mengusik saya, ketika menyaksikan pengendara sepeda motor atau kendaraan seenaknya saja menerobos lampu merah. Bukan hanya anak-anak muda, tetapi ada juga orang tua. Bukan hanya orang biasa, bahkan ada juga pejabat atau tokoh masyarakat.

Surat Izin Mengemudi atau SIM merupakan syarat utama bagi seorang pengemudi kendaraan bermotor. SIM itu selalu melekat dengan seorang driver dan karena itu SIM harus selalu dibawa ke mana saja seorang pengemudi membawa kendaraan. 

Bukan hanya untuk menghindari tilang razia yang dilakukan oleh pihak Kepolisian sewaktu-waktu, tetapi semata-mata karena memang itu adalah syarat bagi seorang pengendara. 

Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 1, setiap orang yang mengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.

Saya memiliki SIM A dan C, selalu saya bawa dalam dompet saya, bukan karena takut kena tilang Polantas, tetapi memang SIM itu selalu ada di dalam dompet saya. Selama sekian tahun saya mengemudi sepeda motor, kemudian mobil, saya belum pernah mendapatkan tilang. SIM saya belum pernah diambil atau ditanya oleh Polisi yang bertugas. 

Maka bagi saya, SIM itu penting bagi seorang pengemudi karena menunjukkan bahwa ia telah mahir atau mampu mengemudi. 

***

Ilustrasi Penanaman disiplin sejak dini (sumber: pojokbanua/Humas Polda)
Ilustrasi Penanaman disiplin sejak dini (sumber: pojokbanua/Humas Polda)

Persoalan yang hendak kita bahas di sini saat ini adalah relasi atau hubungan antara proses untuk mendapatkan SIM dan perilaku pemilik SIM dalam berlalulintas atau yang oleh admin Kompasiana menggunakan topik: Cerdas Berlalulintas.

Untuk itu, mari kita flashback ke masa lalu bagaimana prosedur yang ditempuh untuk mendapatkan SIM.

Pertama, Prosedur kepengurusan SIM secara offline atau manual, peluang untuk mendapatkan SIM tanpa memiliki kemahiran dalam mengemudi kendaraan, termasuk memahami rambu-rambu lalulintas.

Sebagai contoh. Sekira tahun 1997. Waktu itu saya pergi mengurus SIM. Saya disuruh oleh petugas untuk membaca dan menjawab ujian tertulis sesuai prosedur yang tertera dan tertempel pada papan informasi. Setelah saya mengisi atau menjawab ujian tertulis dan menyerahkan kepada petugas, saya diminta untuk datang lagi besok pagi. 

Keesokan harinya saya pergi lagi dan mendapatkan petugas yang sama, lalu map yang berisi ujian tertulis saya diserahkan kembali, katanya: "Coba lihat ulang, jangan sampai masih ada yang salah!"

Saya pun mengoreksinya dan menyerahkan kembali kepada petugas. Setelah sekira lima hari saya pergi pulang Kantor Satlantas, namun belum mendapatkan SIM. Sementara saya masih di tempat ujian tertulis yang sama, ada beberapa orang keluar membawa SIM yang sudah jadi. Pada hal beberapa hari ini, saya tidak pernah melihat mereka membuat ujian tertulis. 

Lalu secara spontan saya bertanya kepada petugas, "Kenapa mereka langsung dapat SIM, pak?" 

Jawab petugas waktu itu: "Ya, kalau mau cepat dapat SIM, harus tambah uang rokok!"

Saya hanya protes saja, "Kalau begitu mengapa tidak memberitahu saya dari kemarin?" Lalu selanjutnya proses SIM selelsai!

Maaf, saya tidak bermaksud untuk menyoroti tambahan uang rokok tadi, tetapi prosedur yang memberi kemudahan inilah yang menjadi pintu masuk bagi perilaku berlalulintas yang tidak cerdas. 

Karena orang mendapatkan SIM dengan jalan pintas atau dengan gampang, maka jangan heran kalau ia tidak menghargai rambu-rambu lalulintas di jalan!

Kedua,  Masih ada mentalitas kompromis dalam pengadaan SIM, ada orang tertentu yang diberi kemudahan oleh petugas, entah keluarga, pejabat atau alasan tertentu.  Maka bisa jadi ditambah dengan mental tidak disiplin dan ketaatan berlalulintas yang lemah menyebabkan berbagai praktek tak cerdas berlalulintas itu.

Berdasarkan proses kepemilikan SIM di atas, menurut saya menjadi salah satu pemicu perilaku tidak disiplin berlalulintas, selain memang karena ketidakdisiplinan pribadi yang seharusnya sudah tertanam mulai dari keluarga.

Oleh karena itu, beberapa catatan penting ini hendaknya diperhatikan demi menumbuhkan kecerdasan berlalulintas di negeri ini:

1. Proses kepemilikan SIM harus semakin diperketat dalam arti sesuai prosedur, usia dan jenis SIM.

2. Menghindari mentalitas kompromi demi menegakkan disiplin berlalulintas

3. Setiap pemilik atau pemegang SIM hendaknya memahami SIM sama dengan disiplin berlalulintas.

4. Penegakkan disiplin berlalulintas hendaknya sudah ditanamkan sejak dini.

5. Disiplin atau mematuhi rambu lalulintas adalah bagian dari ibadah.

Demikianlah catatan-catatan ringan sehubungan dengan tema kita cerdas berlalulintas. Semoga dengan tulisan sederhana ini dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengadaan SIM dan kepatuhan berlalulintas dapat semakin tercipta di tanah air tercinta ini. Salam Cerdas Berlalulintas.

Atambua: 09.11.2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun