Terhadap kebijakan ini, masih terdapat pro dan kontra. Masyarakat, termasuk para guru terbagi dalam arus, pro dan kontra. Ada yang setuju dengan kebijakan tersebut, ada yang menolak alias tidak setuju.
Rasanya memang kurang pas apabila siswa dibebaskan sama sekali dari tugas atau pekerjaan rumah, karena bagi dunia pendidikan kita di Indonesia dari bertahun-tahun lamanya, kita masih menganut sistem pendidikan dengan "pekerjaan rumah".Â
***
Selanjutnya kita menanti saja karena kebijakan yang dibuat oleh Pemkot Surabaya itu masih dalam taraf sosialisasi. Mungkinkah kebijakan ini akan diterima dan dicanangkan per-10 November 2022 akan datang sebagai Kebijakan Pendidikan yang bisa saja bukan hanya berlaku untuk para siswa di Kota Surabaya, tetapi untuk seluruh Indonesia.
Ataukah kebijakan yang masih dalam taraf sosialisasi itu akan gugur dengan sendirinya karena di"menangkan" oleh baik siswa maupun guru yang pro terhadap pemberian PR yang sudah lama berlaku di Indonesia.
Dari kebijakan ini bisa jadi ada evaluasi menyeluruh terhadap pemberian tugas atau PR oleh guru selama ini, dengan memperhatikan volume tugas dan jangka waktu antara pemberian tugas pertama dengan tugas berikutnya. Dan yang terutama adalah pemberian tugas itu hendaknya menyenangkan siswa bukan menjadi beban baginya, sebagaimana dikemukakan pak Menteri.
Terakhir, jika guru masih memberikan PR kepada siswanya maka guru harus memastikan bahwa tujuannya jelas, bermanfaat, merangsang kreativitas siswa dan kolaborasinya baik dengan orang tua sebagai pendamping maupun dengan sesama siswa.
Mudah-mudahan ulasan sederhana ini membantu para pembaca.
Atambua: 27.10.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H