Terhadap pro dan kontra ini, Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan RI Â dalam sebuah kesempatan pernah mengemukakan bahwa selama ini masih banyak sekolah yang belum mengimplementasikan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan, karena fakta di lapangan menunjukkan masih banyak guru yang memberikan PR kepada siswanya dalam jumlah yang banyak selama belajar secara daring.Â
Karena itu Pak Nadiem Makarim menghimbau agar guru tidak berorientasi terhadap kuantitas bahan pembelajaran yang diberikan kepada siswa, melainkan lebih fokus pada kualitas materi yang disajikan, serta lebih pada pemberian bimbingan meskipun pembelajaran dilakukan secara daring/online (akupintar.id)
Apa yang disampaikan pak Menteri ini tentu saja tidak bermaksud menghapuskan PR, tetapi beliau lebih mengharapkan agar guru dalam memberikan tugas kepada siswa tidak mementingkan banyaknya tugas atau kuantitas, tetapi lebih berorientasi pada kualitas tugas yang diberikan. Dengan demikian, melalui PR yang diberikan , siswa merasa senang, bukannya menjadi beban.
Kalau begitu pemberian tugas kepada siswa berupa PR sebenarnya merupakan alat atau instrumen bagi guru dan sekaligus bagi siswa tentu saja dengan beberapa tujuan:
1. Dengan pemberian tugas itu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran atau materi yang sedang dipelajari di sekolah.
2. Melalui PR itu, melatih siswa untuk membangun rasa tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dan penuh tanggung jawab.
3. Dengan PR yang diberikan guru dapat mengontrol siswa untuk mempelajari lebih lanjut materi pelajaran yang telah diselesaikan di sekolah.
4. Melalui pemberian tugas rumah, membantu orang tua mengontrol anaknya di rumah untuk belajar. Biasanya orang tua yang baik akan bertanya kepada anaknya, "apakah kamu ada PR dari sekolah atau tidak?" Dan kalau ada tugas, sudah pasti orang tua akan menyuruh anak untuk menyelesaikan PR-nya sebelum tidur. Itu pengalamanku semasa sekolah dulu!
***
Mengapa persoalan ini muncul?
Soal pro dan kontra terhadap PR bagi siswa ini bermula dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Walikota Surabaya, Eri Cahyadi yang membebaskan siswa-siswi di Kota Pahlawan Surabaya itu dari beban belajar tambahan di rumah karena menurut Walikota, para siswa sudah dijejeri dengan materi sepanjang jam belajar di sekolah mulai dari pukul 08.00-14.00 WIB. Walikota memperpendek jam belajar reguler di sekolah menjadi pukul 08.00-12.00 WIB. Selanjutnya dua jam sesudahnya sampai pukul 14.00 diisi dengan pendidikan karakter dan pendidikan ketrampilan.