Gaya Hidup Minimalis dalam praktek
Gaya hidup minimalis dapat diungkapkan dengan berbagai macam cara. Setiap orang dapat mempraktekkan gaya hidup minimalis itu di dalam kesehariannya. Tentu saja pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut menandai gaya hidup minimalis tersebut. Â
Segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana dan prasarana hidup manusia menjadi lebih mudah, efektif dan efisien. Banyak hal baik yang ditimbulkan dari kemajuan, kecerdasan dan usaha kreatif manusia untuk mengolah dan mengisi kehidupan ini.
Seperti yang telah didefinisikan bahwa gaya hidup minimalis adalah suatu cara hidup yang berusaha untuk mencapai kebahagiaan dengan berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan hal tersebut. Dengan kata lain, kebahagiaan menjadi tujuan utama gaya hidup minimalis, sehingga orang dengan gaya hidup itu berusaha hidup baik, dan selalu berusaha untuk menghindarkan diri dari segala keburukan. Orang yang bergaya hidup minimalis lebih mengutamakan kualitas hidup daripada kuantitas, baik dalam hal materi maupun dalam hal kekuasaan.
Gaya hidup minimalis sebenarnya merupakan suatu jalan tobat, di mana orang berusaha menghindarkan diri dari segala kemewahan. Orang dengan gaya hidup minimalis berusaha hidup apa adanya. Dalam bahasa agama disebut gaya hidup sederhana. Hidup sederhana bukan berarti hidup miskin. Tetapi sebaliknya hidup dalam keugaharian.Â
Dalam ajaran agama, khususnya Agama Katolik mengajarkan tentang hidup dalam kelimpahan (bdk. Yoh 10:10). Hidup dalam kelimpahan bukan pertama-tama mengenai banyak atau sedikitnya harta kekayaan yang dimiliki. Atau soal besar kecilnya kekuasaan yang melekat pada seseorang, tetapi bagiamana kita menjadikan yang material itu, menjadi alat dan sarana untuk mengabdi kepada yang Ilahi, lewat gaya hidup yang manusiawi.
Menjadi manusia dengan gaya hidup manimalis sama dengan menjadi manusia yang hidup dalam kelimpahan. Sebab menjadi manusia yang hidup dalam kelimpahan berarti menjadi manusia yang mudah bersyukur dalam segala peristiwa hidup. Manusia yang tidak hanya memikirkan  diri sendiri atau merasa nyaman dengan derita orang lain yang berkekurangan.Â
Dengan kata lain, manusia yang hidup dalam kelimpahan, tidak berarti senang melihat sesama menderita; atau susah melihat sesama bahagia. Tetapi menjadi manusia minimalis atau manusia berkelimpahan berarti menjadi manusia yang mudah tergerak oleh belaskasihan.
Bagaimana menjalani gaya hidup ini?
Kehidupan di zaman global ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita untuk mempraktekkan gaya hidup minimalis, namun hidup yang berkelimpahan.
Secara praksis, gaya hidup minimalis mengajarkan kepada manusia untuk selalu hidup dalam solidaritas, sebab tidak ada jarak yang memisahkan karena tidak ada yang miskin dan tidak ada yang kaya. Semua hidup yang berkualitas.
Demikian pun orang yang hidup dalam kelimpahan selalu menyadari bahwa kita diciptakan dan hidup, pasti bukan untuk diri sendiri tetapi bagi yang lain (man for others).
Dengan gaya hidup minimalis, juga membuka kemungkinan kepada seseorang untuk menyadari dan memberi tempat khusus kepada Allah sebagai pemberi kehidupan. Demikian pun hidup dalam kelimpahan berarti hidup dari, oleh dan untuk Allah. Dengan kata lain, suatu gaya hidup yang menghidupi Allah dalam praktek hidupnya.Â
Kalau kita menjalani gaya hidup manimalis dan hidup dalam kelimpahan, kita sebenarnya menghayati apa yang diajarkan Santo Paulus, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalam-Nya" (Ef 2:10).
Jadi hidup dalam kelimpahan atau mempraktekkan gaya hidup minimalis sebenarnya adalah mendasarkan hidup kita pada keterbukaan hati untuk menerima dan menjadikan Allah sebagai pusat dan tujuan dari seluruh kehidupan kita sebagai manusia.***
Atambua, 17.17.22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H