"Kita sudah berbeda alam, Sinta!" kata Andre pada Sinta di suatu mimpi.
Cinta dan kasih sayang yang sudah terajut bersama semasa kuliah, dan terukir indah di pucuk-pucuk lontar antara Penfui dan Lasiana menjadi bingkai beramanah.
Jubah putih itu rela ditinggalkan Andre untuk menggapai cinta putih tak bernoda. Mendayung mahligai cinta menuju tepian janji dan ikrar. Cinta putih seputih salju akhirnya berbingkai mawar. Harum semerbak masuk ke dalam relung hati.
Pilihan hidup cuma satu untuk selamanya. Bersama membangun dan saling melengkapi, saling menyempurnakan dan saling percaya. Berjanji setia  untuk sehidup semati dalam untung dan malang.
Indah nian jika dikenang.
Bahwa cinta putih tak mengenal perbedaan usia. Cinta putih tak memperhitungkan dari mana kau berasal. Cinta putih tak membedakan suku dan ras. Cinta putih tak memandang status, kedudukan dan jabatan. Cinta putih cuma mengharapkan saling menerima apa adanya.
***
Awalnya Andre seorang pengangguran. Cuma berpenghasilan seduit. Tak punya apa-apa. Orang tua bukanlah  orang kaya. Apa adanya. Tapi Andre mampu menerobos semuanya dalam kekurangannya. Tak seberapa. Namun ia mampu berbagi. Karena memang cinta putihlah kekuatannya.
Kau hebat Sinta. Engkau tidak takut badai. Engkau menghadang siapa saja yang ingin menghalau cinta putih.
"Aku yang nikah, bukan kamu. Andre pilihanku! Tinggal merestui, bukan menolak. Siapa yang berhadapan dengan Andre, berarti berhadapan dengan saya!" Begitulah kata Sinta di  hadapan orang-orang dekatnya.
Tapi apalah daya. Ketika Sinta lemah, Andre tidak punya sandaran. Tak ada lagi yang siap menghadang di depan. Bisikan Sinta malam itu menjadi bisikan terakhir. Mungkin juga itu merupakan kata-kata perpisahan Sinta buat Andre.