Kemarin sore dia berusaha mencari saya bapaknya supaya menandatangani surat pernyataan yang diterimanya dari sekolah perihal vaksinasi Covid-19. Â Kebetulan saya bersama mamanya sedang ke pasar untuk berbelanja. Ia begitu semangat untuk divaksin, sampai-sampai saya dipaksa harus mengisi formulir itu dan menandatanganinya.
Begitu tiba di rumah, sang kakak memberitahukan bahwa Ernesto sudah tidur, tapi ia berpesan supaya bapak segera mengisi formulir yang ia bawa dari sekolah dan menandatanganinya karena besok pagi ia harus membawanya kembali ke sekolah.Â
Saya mengambil formulir yang belum diisi itu. Membaca dan menyimak isinya. Ternyata isinya berupa surat pernyataan dari orang tua yang memperkenankan anaknya yang berusia 6-11 tahun bisa divaksinasi dari Puskesmas dan tidak akan menuntut bila sesudah vaksin terjadi apa-apa terhadap anaknya.
Sebelum mengisi formulir tersebut dan menandatanganinya, sebagai orang tua, saya sempat termenung dan berpikir jauh "seandainya setelah saya mengisi dan menandatangani surat pernyataan ini, dan ternyata besok setelah vaksinasi  dan anak saya mengalami sesuatu yang berbahaya bagi dirinya, bagaimana?", tanya saya dalam hati.
"Bapak macam apa saya ini, yang membiarkan saja bahkan menyerahkan anaknya untuk mengalami bahaya?"
Tapi sesudah itu, saya pun berpikiran positif lagi.
Vaksin bukan berbahaya, tetapi demi kesehatan.Â
Ini kan program pemerintah Indonesia demi kesehatan dan kebaikan seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah manakah yang menghendaki agar rakyatnya menderita?
"Tidak. Biarkan anak saya, Ernesto pun divaksin, demi kesehatan dan masa depannya!"
"Percayalah, ia tidak akan apa-apa. Selain vaksinnya resmi dan dilaksanakan dengan benar, Tuhan pasti jaga. Itu keyakinanku".