Lain lagi kalau ternyata tidak ada permusuhan tetapi sebaliknya antara kedua suku ini ada persahabatan atau Masoba dari dulu kala maka tidak perlu ada acara 'hel keta'.Â
Acara 'hel keta' juga tidak besar-besaran seperti praktek sekarang ini. Dulu biasanya 'hel keta' hanya dilakukan oleh ketua adat dari kedua suku. Mereka bertemu di suatu sungai atau kali.Â
Kedua tua adat melakukan ritual di tengah kali atau sungai, lalu melepas benan itu dalam bentuk lidi dan sirih pinang ke air yang artinya segala beban adat karena permusuhan sudah dilepaskan. dan kini kedua suku hidup baru karena kedua anak yang akan menikah telah merintis jalan perdamaian atau persahabatan.
Untuk itu biasanya binatang yang dikurbankan adalah berupa ayam dua kaki artinya ayam betul. Artinya masing-masing pihak membawa satu ekor ayam. Tetapi kalau permusuhan itu berat maka harus diselesaikan dengan "ayam empat kaki".Â
Kalau ayam empat kaki berarti itu kambing atau babi. Tapi bukan sapi. Karena mereka yang ikut acara 'hel keta' itu harus menghabiskan daging yang dibakar sebagai kurban itu. Itulah kurban perdamaian atau rekonsiliasi sebagai makna dari ritus "Hel Keta". ***
Atambua, 07.02.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H