Setiap suku bangsa ada budayanya. Setiap kebudayaan ada praktek adat tertentu yang bila dilaksanakan dengan baik tentu akan mendatangkan ketentraman dan kesejahteraan bagi anggota-anggotanya. Itulah tujuan dari sebuah praktek budaya yaitu demi ketentraman dan kesejahteraan anggota-anggotanya.
Dalam masyarakat Atoin Meto atau biasa dikenal dengan suku Dawan yang meliputi hampir sebagian penduduk Timor Barat mengenal adanya berbagai praktek atau ritual adat. Ritual adat itu macam-macam. Mulai dari kelahiran, kehidupan dan perkawinan hingga kematian seorang manusia.
Praktek-praktek atau ritual adat itu biasanya dilakukan atau dibuat oleh Tua-tua adat yang dikenal dengan sebutan "Atoin Ahinat Sin" atau 'Mafefa' Â (juru bicara adat). Mereka memiliki kuasa adat yang sekaligus bisa menurun 'berkat' berupa 'manikin oetene' kepada para peserta suatu ritual adat tersebut.
Salah satu praktek atau ritual adat dalam tradisi suku Atoin Meto atau Dawan yang menjadi perbincangan saat ini adalah Ritual adat "Hel Keta" yaitu suatu ritual adat yang dilakukan di antara dua suku Atoin Meto (Dawan) dengan suku lain misalnya Tetun, Marae atau Kemak di Timor yang menurut tutur adat pernah terjadi perang suku di antara kedua suku tersebut.Â
Bila terjadi perkawinan di antara kedua suku yang pernah terjadi perang sehingga ada permusuhan, maka harus dilakukan 'Hel Keta' terlebih dahulu sebelum kedua mempelai melangsungkan pernikahannya.Â
Praktek atau ritual adat ini biasanya dilakukan di tempat pertemuan kedua suku yaitu di kali atau sungai yang ada airnya, supaya setelah pelaksanaan ritual adat, terjadi pelepasan "kutukan" yang disimbolkan dengan lidi atau keta' dilepas ke air yang tujuannya untuk meluruskan kembali atau menyambung kembali persahabatan kedua suku karena persahabatan itu pernah terputus akibat perang.Â
Air mengalir membawa semua sumpah atau kutukan yang pernah ada. Dan dengan demikian kedua suku membangun kembali persahabatannya sehingga tidak ada lagi permusuhan.
Diceritakan bahwa dahulu antara dua suku itu pernah terjadi perang atau saling serang. Karena saling serang atau perang menyebabkan korban. Karena terjadi korban dari salah satu suku maka menyebabkan sumpah serapah yang dalam bahasa Atoin Meto atau Dawan disebut "Lasi' Bata'" artinya sumpah yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun atau abad silam.Â
Sumpah itu biasanya berbunyi begini: "Lof talan tea au sufa kauf kanabe mnao atau matsao mok atoni nako (misalnya Belu atau Marae atau Kemak)" artinya "nanti sampai saya punya keturunan tidak boleh pergi atau kawin dengan mereka (dari suku yang pernah menyebabkan kematian itu)". Kalau ada perkawinan antara dua suku yang pernah berperang, maka harus ada 'hel keta'.
Tetapi persoalannya yang sekarang menjadi viral adalah sebenarnya tidak semua suku di pulau Timor pernah bermusuhan. Pada hal ada suku-suku di Timor yang sejak dulu sudah membangun persahabatan yang biasa disebut "Masoba" artinya sudah bersahabat sejak dahulu. Jadi kalau terjadi perkawinan antara orang Atoin Meto atau Dawan dengan orang Belu, tidak otomatis harus buat 'Hel keta'. Tetapi harus ditelusuri dahulu oleh ketua adat atau ketua suku, apakah antara suku A dari Dawan dengan suku B dari Belu pernah ada permusuhan atau perang?Â
Kalau ditelusuri secara adat ditemukan bahwa memang benar pernah ada perang suku, maka harus dibuat upacara hel keta sebelum perkawinan antara kedua anak dari kedua suku tersebut. Karena apabila ritual adat itu tidak dilakukan, maka akan berdampak atau berakibat pada kedua anak yang akan menikah, entah tidak memiliki keturunan, atau terjadi kecelakaan yang menimpah kedua suku.