Ibu memang sosok yang tak tergantikan oleh yang lain. Ia bisa menggantikan peran orang lain, termasuk ayah, tetapi perannya tidak bisa digantikan oleh ayah. Siapa yang rela mengandung selama 9 bulan, menyusui selama 2 tahun dan membesarkan anak selama bertahun-tahun hingga anak dewasa pun tak pernah dilepaskan?
Itu hanya ada pada ibu. Meskipun ia harus bekerja. Di ladang pun ia membawa anaknya. Sambil bekerja, ia harus memikul anaknya. Sambil memasak di dapur, anak tetap dalam gendongannya. Ia tak pernah protes, karena ia menyadari bahwa itulah tugas dan tanggung jawabnya untuk membesarkan anak yang adalah titipan Tuhan kepadanya.
Kalau pun adalah seorang wanita karier, ia sebenarnya tak rela untuk melepaskan anaknya untuk dititipkan kepada pengasuh. Itu hanya semata-mata tuntutan karier yang membuatnya terpaksa meninggalkan anaknya untuk beberapa waktu.
Istriku seorang guru ASN. Setiap hari jam 7.15 sudah harus berada di sekolah. Ketika anak-anak kami lahir, ia mengurus mereka dengan telaten. Kemudian menitipkannya kepada pengasuh. Sewaktu anak kami yang baru berusia tiga bulan yang membutuhkan ASI eksklusif, sang  pengasuh diikutsertakan ke sekolah, biar supaya dekat dengan ibu. Setiap saat ketika bayi membutuhkan ASI segera diberikan. Ia tidak mau gara-gara sebagai wanita karier, anaknya kurang mendapat perhatian.
Ibuku kini berusia 84 tahun. Saya bangga padanya. Karena ia telah mengasuh dan membesarkan kami tujuh (7) bersaudara. Kini ia  sudah tua, duduk pada kursi roda karena sulit untuk berdiri.  Namun cintanya kepada kami tak pernah pudar. meskipun mungkin cinta kami anak-anaknya tak sebesar cintanya itu. Tapi ia tetap mengasihi kami. Ia sosok seorang ibu pekerja keras yang tak kenal lelah.Â
Ketika aku berusia 9 tahun (1977), ayahku meninggal dunia. Bisa dibayangkan bagaimana ibu berperan sebagai ibu sekaligus sebagai ayah. Itu dilakoni hingga sekarang. Namun ia tak pernah mengeluh atau protes kepada kami.
Ibu Mertuaku menjanda selama 11 tahun. Ia menjalani seluruh hidupnya sendiri. Beliau baru saja meninggal dunia beberapa bulan lalu tetapnya tanggal 1 September 2021. Ia adalah sosok wanita pekerja keras. Bayangkan ia harus mengandung dan melahirkan 12 orang bersaudara. Namun ia tetap tabah. Ketika 11 tahun silam ayah mertuaku meninggal  dunia, ia hidup seorang diri. Meninggal dalam usia 84 tahun.
Banyak laki-laki atau ayah yang tidak bertahan menjadi duda. Begitu istri meninggal dunia beberapa hari, minggu dan bulan, ayah tak bisa lagi mengurus diri. Rambut tak lagi tersisir rapi. Baju tak ada yang menyetrika sehingga rapi seperti sewaktu ibu masih hidup. Celana tak terurus. Dan tak bertahan lama lagi. Beberapa bulan saja sudah meminta ada pengganti ibu. Katanya supaya bisa mengurus ayah.
Tapi ibu sekali menjadi ibu, tetap tak tergantikan. Banyak ibu yang tabah bekerja tanpa ayah bahkan tanpa suami. Mereka bekerja keras menghadapi kerasnya dunia. Meskipun di tengah glamournya dunia, mereka (ibu) yang telah menjanda, selalu dilanda gosip murah meriah. Namun mereka (ibu) tetap tabah bekerja dengan diam.
Wanita dan Ibu lebih tabah menghadapi penderitaan dan berbagai gosip lainnya, ketimbang laki-laki (maaf bukannya bermaksud merendahkan!). Tetapi itulah kenyataan.
Karena itulah pada hari ini di Hari Ibu sedunia, aku mengucapkan Selamat Hari Ibu untukmu semua wanita Pekerja Keras yang tak kenal lelah. Terima kasih untuk cinta dan kasihmu kepada suami, kepada anak-anak dan kepada dunia.
Selamat hari Ibu untukmu semua!
Atambua, 22 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H