Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remah-remah Kehidupan (1)

15 September 2021   19:47 Diperbarui: 15 September 2021   19:48 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup ini terasa berat. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Banyak orang hampir-hampir tidak mampu menjalaninya lagi. Melalui berita-berita di televisi kita mendengar dan menyaksikan ada begitu banyak orang terpaksa mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak wajar, misalnya bunuh diri karena tidak bisa menjalani hidup lagi. 

Kita juga membaca di surat khabar, aneka tindakan sepihak, bahkan tidak terpuji yang terpaksa dilakukan oleh oknum-oknum tertentu sekedar untuk mempertahankan hidup. Misalnya dengan cara melakukan 'pajak' di jalanan atau meminta-minta hingga tindakan kriminal lainnya. Demikian pun dari pengamatan dan pengalaman sehari-hari, kita menyaksikan banyaknya anak-anak usia sekolah terpaksa harus meninggalkan sekolah, karena hendak membantu orang tuanya mengatasi beratnya hidup ini dengan bekerja. Dan masih banyak kisah lain yang menggambarkan betapa beratnya hidup ini sehingga banyak orang merasa pesimis untuk menjalaninya.

Sebuah Kisah Nyata

Suatu waktu penulis menghadiri sebuah pertemuan tingkat Regio Nusa Tenggara yang diadakan di Pulau Dewata, Bali. Pada hari terakhir pertemuan, panitia pelaksana mengantarkan para peserta tour wisata ke beberapa tempat wisata di pulau Bali. 

Salah satu tujuan wisata kami adalah lokasi 'Pabrik Kata-Kata Pak Jogger' di Kawasan Kuta. Wah luar biasa. Setelah membolak-balik beberapa kaos dengan aneka tulisan bermakna, penulis akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah kaos dengan tulisan: "Hidup ini sudah susah, jangan dibikin tambah susah lagi!".

Penulis pun kembali dari pertemuan regio Nusra di Denpasar itu. Pada suatu sore penulis mengenakan kaos dari Pabrik Kata-kata Jogger itu sambil berjalan-jalan di depan rumah. 

Bapak AS tetanggaku seorang karyawan pada bengkel Santo Yosef, sempat membaca tulisan pada kaos itu. Rupanya beliau merasa tertarik dengan tulisan pada kaos tersebut. Spontan ia mengatakan, "Pak, tulisan pada kaos itu lebih cocok untuk saya pakai, maka lebih baik berikan kaos itu kepada saya!"  Tanpa pikir panjang dan berargumen, penulis pun memberikan kaos itu kepadanya.

Remah-Remah Kehidupan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata 'remah-remah' sama dengan 'repih-repih' (roti). Kata 'remah-remah' berasal dari kata dasar 'remah' yang berarti sisa-sisa makanan dan sebagainya yang ketinggalan di tempat makan. 

Ada begitu banyak orang yang hidup dari remah-remah. Saudara-saudari kita para pemulung, anak-anak terlantar dan kaum fakir miskin hidup dari remah-remah dan belas kasihan orang lain. Akan tetapi meskipun mereka makan dari remah-remah toh mereka tetap hidup.

Kita ingat kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin dalam Injil Lukas (16:19-31). Penginjil Lukas menulis, "... ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu" (ay 20-21a). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun