Bahkan bila kita bandingkan kesalahan yang dibuat oleh saudara kita dengan kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan mungkin tidak sebanding. Tetapi kita tetap bersikeras hati tidak mau mengampuni dengan dasar harga diri, gengsi dan lain-lain.
Saat ini dunia kita dilanda pandemi covid-19. Banyak hal terjadi, termasuk kesalahan-kesalahan yang mungkin saja dilakukan oleh saudara-saudara kita, termasuk pimpinan kita mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati hingga RT-RW. Kita cenderung melakukan demonstrasi, melakukan aksi protes, dan lain-lain.Â
Kita cenderung untuk menuding orang lain bersalah, dan kita membebaskan diri kita, seolah-olah kita bersih. Kita bahkan berpikir naif bahwa seandainya kita yang menjadi pemimpin negara ini atau propinsi ini atau kabupaten ini, kita pasti lebih baik.Â
Kita tidak pernah membayangkan diri kita ikut bersalah karena menuding orang lain.
Kita menunjukkan satu jari kepada orang lain, tetapi empat jari yang lain sedang menunjuk diri kita sendiri.
Ya, mari kita belajar untuk mengampuni. Atau lebih baik lagi sebelum kita menjatuhkan vonis bersalah kepada orang lain, terlebih dahulu kita menimbang dengan hati nurani untuk mengampuni terlebih dahulu.
Karena itu kalau engkau tidak mau supaya orang lain membuat kesalahan padamu, maka lebih baik jangan melakukan itu pada orang lain. Konsekuensinya, kalau sudah terjadi kesalahan maka harus saling mengampuni. Bukan hanya dari satu pihak, tetapi dari keduabelah pihak.Â
Seperti bunyi kaidah emas atau kaidah kencana (Golden rule): "Jangan lakukan pada orang lain, sesuatu yang kau tidak ingin orang lain melakukannya pada dirimu". ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H