Mohon tunggu...
Yosea Permana
Yosea Permana Mohon Tunggu... Seniman - pegawai swasta

Gemar melukis, menggambar dan fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menuju Terresa House #IndiaTravelJournal Part 5

1 Oktober 2015   00:31 Diperbarui: 29 Maret 2016   22:40 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah beristirahat beberapa menit aku melanjutkan perjalananku untuk menuju Terresa House yang masih aku belum ketahui dimana letak lokasinya, sebenarnya lebih benar jika dikatakan mencari lokasi bukan menujunya. Aku berjalan menyusuri trotoar sambil memandang ke kiri dan ke kanan jalan, aku sangat menikmati perjalananku walau hari itu sangat panas. Banyak sekali yang menggoda sepanjang aku berjalan. Pemandangan disini sangat beragam mulai dari pedagang kaki lima, gedung-gedung tua dengan gaya british, kapel, sekolah, mereka semua lah yang menggodaku. Menggoda untuk berdiam, memandang, menikmati dan mengabadikannya dengan kamera. Tentu saja dengan demikian  perjalananku menuju Terresa House menjadi jauh lebih lama dari seharusnya. Sebenarnya aku cukup ganjil dengan suasana disini, sungguh diluar perkiraan bahwa kota ini bersih dan rapi, hal ini sungguh membuatku merasa tidak berada di India.

Lama aku berjalan tiba-tiba kakiku membelok ke suatu jalan yang berada disebelah kiriku, aku memang sangat senang berjalan secara random. Aku masuk ke sebuah jalan sempit yang tidak terlalu ramai. Jalanan yang hanya bisa dilewati oleh satu mobil saja.

Aku berjalan menelusurinya, hampir semua orang yang berada di sisi jalan memandangku. "Chinese? Chinese?" Kata seseorang dari mereka yang aku lewati. Lalu aku membalik badan dan berkata " No, i am Indonesian". "Oh, Indonesiaaaa!!!" Jawabnya dengan nada panjang dan sambil tersenyum. Sebenarnya dia berkata Chinese itu bukan kepadaku, melainkan untuk memberitahukan kepada teman dan orang di sekitarnya bahwa baru saja ada turis dari China lewat. Sepertinya memang benar bahwa orang Indonesia tidak populer di negeri ini. Mereka sangat senang dan antusias melihat aku berbicara kepada mereka, melihat aku berbincang dengan salah satu dari mereka orang-orang yàng sedang duduk di sekitar situ lantas bangkit dan berdiri mengitariku mencoba mendengarkan perbincangan yang sedang berlangsung. Ini terjadi setiap kali aku melakukan perbincangan dengan orang lokal dan ini juga terjadi dimana-mana disetiap sisi India. Mereka yang mengelilingiku tidak berbahaya apalagi berniat jahat, mereka hanya penasaran saja melihat seorang asing berbincang dengan temannya.

[caption caption="gang yang secara random saya masuki"]

[/caption]

Aku kembali melanjutkan perjalananku menelusuri jalan sempit itu, aku melihat beberapa orang-orang berjanggut panjang menggunakan jubah dan penutup kepala, cukup aneh melihat mereka disini, karena sebelumnya yang aku lihat hanyalah orang-orang dengan pakaian normal atau sari apabila itu wanita. Semakin aku masuk kedalam semakin banyak aku bertemu orang dengan penampilan yang sama. Aku juga menemukan sebuah toko dengan daging sapi tergantung di mukanya. Akhirnya aku tersadar, aku memasuki area muslim. Karena kecil kemungkinan masyarakat India yang beragama lain memotong apalagi mengkonsumsi daging sapi. Mayoritas masyarakat muslimlah yang mengkonsumsi daging sapi di India.

Orang disini sangat ramah, semua tersenyum dan melambaikan tangan ketika aku memandangnya. Namun hanya laki-laki saja yang aku lihat berkeliaran di jalan ini, jarang sekali aku bertemu dengan perempuan. Menurut informasi yang aku dapat hal ini terjadi karena dalam aturan agamanya tertulis bahwa  perempuan muslim baru boleh keluar rumah apabila ditemani dengan pasangannya.

Jalanan semakin sempit dan berliku, namun aku terus berjalan tanpa ragu sampai akhirnya aku menemukan sebuah mesjid. Walau aku bukan seorang muslim aku sangat akrab dengan mesjid, sejak kecil aku seringkali main di dalam mesjid bersama teman-temanku bahkan tak jarang juga memukul bedug di saat adzan tiba. Bagiku mesjid adalah tempat yang selalu terbuka untuk siapapun. Mesjid selalu nyaman untuk dikunjungi, suasananya selalu sepi, tenang dan sejuk. Aku pun duduk beristirahat di mulut mesjid, mengisi tenaga sambil menikmati dan mengamati kondisi sekitar. Sangat sepi, nikmat sekali untuk beristirahat.

Beberapa waktu kemuduan satu, dua, tiga kepala bermunculan dari jendela-jendela rumah susun yang ada di sekeliling masjid. Aku masih terduduk di mulut masjid. Sekarang semua jendela sudah dipenuhi oleh kepala yang menengok keluar, tepatnya memandang ke arah ku. Aku mencoba melambai kepada mereka, mereka pun tertawa dan membalas lambaianku. Tak lama ada seorang pemuda menghampiriku. "Which country?" Katanya. Spontan aku menjawab Indonesia. Pemuda tersebut lalu pergi sambil berteriak kepada orang-orang di jendela "Indonesia", lalu satu persatu orang-orang di jendela tersebut lenyap dari pandanganku. Sungguh unik, mereka sangat penasaran dengan kehadiranku, pengalaman yang belum pernah aku dapatka dimanapun.

[caption caption="Monumen Terresa di Park Street"]

[/caption]

Puas beristirahat aku kembali ke jalan utama kembali untuk mencari lokasi dari Terresa House yang menurut orang-orang  sudah tidak jauh dari tempat dimana aku berada kala itu. Memang benar sudah tidak jauh, hanya butuh 15 menit aku sudah sampai di Terresa House. Namun hampir setengah perjalanannya sangat penuh dengan kebisingan yang memekakan telinga. Klakson, ya lagi-lagi klakson. Namun kali ini bukan dari jalanan melainkan dari kios-kios yang ada dipinggir trotoar. Sekitar 500 meter berjejer bengkel servis klakson kendaraan. Mereka membunyikan klakson-klakson yang sedang mereka jual maupun direparasi. Sepertinya bisnis ini memang sangat menjanjikan di India.

Akhirnya aku sampai di Terresa House, aku datang tepat pukul 15.00 waktu India yang kebetulan merupakan jam operasional biara untuk dikunjungi. Tak banyak orang yang datang kala itu, namun banyak pengemis yang berkeliaran disekitar sini mengharap derma dari para pengunjung yang datang ke Terresa House.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun