Otak dan mataku berkomplotan melawan okomplotan lainnya untuk menolak memilih tempat yang ini dan itu, dinding lambung sudah mulai menggedor-gedor dengan anarkis meminta asupan makanan, urat di kepala pun sudah mulai muncul dan kepala mulai pening, keringat dingin sudah mulai bercucuran mengalir dari dahi ke leher dan pundakku.
Namun kakiku lah yang paling bijaksana, dia berhenti dan tak mau bergerak ke arah lain di depan sebuah kedai yang tidak berbeda kotornya dengan kedai-kedai yang sudah aku lihat sebelumnya, aku akhirnya duduk di sebuah kursi panjang, melepaskan ransel dari punggungku dan memesan makanan. Puri, sabji dan omelet. Itulah makanan yang pertama sekaligus terlezat yang pernah aku makan selama berada di India, terkhusus omeletnya. Rasa yang luar biasa, sungguh nikmat surgawi, sepertinya saat itu sang pencipta semesta turun ke bumi khusus untuk memasakkanku omelet tersebut. Taburan bawang ang menghiasi permukaan omelete menjadi sempurnakan rasa telur yang sangat halus. Sampai saat ini aku belum merasakan kenikmatan hidangan lainnya yang bisa menandingi omelet pertamaku di India.
Puas menikmati omelet dari surga aku kembali berjalan menyususri pasar, kali ini tujuanku adalah mencari sim card untuk ponselku. Aku tidak bisa menghubungi temanku yang berada di sekitar ballygungge karena roaming di ponselku tidak bisa aktif. Tak lama aku melihat kios provider simcard dan aku pun masuk kedalamnya. Aku membeli satu simcard. Namun bukanlah sederhana untuk bisa mendapatkan benda kecil tersebut. Mereka meminta paspor, foto dan kontak serta alamat tempat aku tinggal di India untuk registrasi data. Dan yang makin membuat pusing adalah kartu tidak bisa aktif saat itu juga. Butuh verifikasi data dengan cara menelepon operator, dan proses verifikasi tersebut baru bisa dilakukan seteleh jam 8 malam. Artinya aku baru bisa menghubungi temanku setelah jam 8 malam. Lalu dimana aku harus menunggu selama 9 jam dengan ransel besar ini? Sungguh luar biasa panjang dan ribet regulasi pembelian simcard disini, di Indonesia aku bisa membeli simcard layaknya membeli sebuah permen.
Aku sempat memaksa kepada mereka untuk bisa mengaktifkan simcardku saat itu juga, karena aku harus segera menghubungi temanku. Namun mereka menjawab tidak bisa. Berbagai alasan aku beritahukan kepada mereka betapa butuhnya aku simcard aktif saat itu juga. Ternyata memang tidak bisa.
Aku mencari jalan lain untuk bisa bertemu dengan temanku. Aku tunjukan alamat rumah dari temanku kepada mereka para karyawan kios provider dan berencana untuk jalan kaki mendatangi alamat tersebut. "Cornfield road?" tanya seorang karyawan laki-laki berubuh besar, dengan wajah bingung dia berkata tidak tahu alamat tersebut. "Apakah kalian punya internet? kalian bisa bantu aku dengan melihat di map" namun mereka menjawab tidak punya, disini aku sangat kesal. Aku melihat dia sedang membuka laman facebook di laptopnya saat dia mengatakan tidak punya koneksi internet.
"Hei kau sedang buka facebook, bukan kah itu menggunakan internet? Mohon tolong saya!" aku mengatakannya dengan nada cukup tinggi. Namun dalam bahas inggris yang kacau dengan campuran bahasa india dan bengali yang sebagian besar aku tidak mengerti apa artinya dia menuturkan berbagai alasan yang intinya menyatakan bahwa dia tidak mau mencarikan alamat yang aku tunjukan di internet.
Sungguh kala itu aku merasakan tensi darahku naik. Ingin sekali rasanya merebut laptopnya dan mengetikkan kata "cornfield road" di map online yang bisa dibuka dengan internet. Namun mencari ribut bukanlah jalan yang bemar, lantas aku memilih untuk berdiam di depan meja staff tersebut sambil melemparkan teror lewat lirilan sinis mataku. Setelah beberapa menit, entah dapat pencerahan dari mana tiba-tiba aku berkata "bisakah kau mengubungi temanku dengan ponselmu? Aku butuh bicara dengannya". Salah satu dari mereka mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memberikannya kepadaku. Mengapa tak terpikrkan sejak awal cara ini olehku? Bila saja ini terpikir di awal tak perlu aku bersinis ria kepada mereka.
"Halo Jojo, ini aku. Aku sedang berada di kios provider dekat di Ballygungge bus stop, bisa kah kau arahkan aku ke tempatmu?". Temanku yang memilik nama panggilan Jojo (Arjun) menanyakan alamat lengkap dari tempat dimana aku berada. Aku kebingungan karena tidak tahu dimana aku berada. Aku memberikan ponsel tersebut kepada pemiliknya dan meminta tolong kepadanya untuk memberitahukan alamat lengkap kios ini kepada Jojo.
Setelah beberapa waktu berbincang via ponsel sang pemilik ponsel memutuskan komunikasi dengan Jojo dan berkata kepadaku "tunggu disini, temanmu akan menjemputmu disini". "Oke terimakasih atas bantuannya" jawabku sambil tersenyum lebar. Ribetnya regulasi pembelian simcard di India ternyata bukan tanpa alasan.
Hal ini dilakukan karena dulu pada saat simcard bisa didapatkan dengan sangat mudah, banyak sekali tindakan terorisme yang dilakukan via ponsel. Dan regulasi ini dilakukan untuk mencegah tindakan tersebut terulang kembali di negeri dengan penduduk 1,2 miliyar ini. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya seseorang dengan kulit coklat gelap, berkumis tebal dan perawakan kecil datang menghampiriku dan berkata, "tamu Jojo?". "Ya" jawabku dengan sumringah. "Ayo ikut aku" katanya sambil melambaikan tangan dan menggelengkan kepalanya.
Aku pun berjalan mengikuti Sanjit, orang yang dikirim Jojo untuk menjemputku. Kami melalui jalan yang sama dengan yang jalan pernah aku lalui sebelumnya pada saat menuju kios provider. Setelah berjalan kurang lebih 10 menit akhirnya aku sampai di kantor Jojo, tempat dimana aku akan tinggal selama 4 hari kedepan.