Mohon tunggu...
Yos Asmat Saputra
Yos Asmat Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Announcer

terus menulis, Penyiar Radio, motivator & Mc

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tukang Palak di Bus Mestinya Malu sama Tukang Daun Singkong

9 Oktober 2014   21:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:42 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu istri saya kakinya terkilir lantaran berjalan cepat karena takut diikuti pengamen bertampang sangar, saat turun dari kopaja. Istri dan anak saya hari itu menumpang kopaja dari terminal Pulogadung ke terminal Tanah Abang dan hendak meneruskan perjalanan ke Bogor menggunakan Kereta api dari stasiun Tanahabang.

Selama perjalanan menuju Tanahabang, beberapa kali grup pengamen bergantian turun naikmenampilkan aksi jual suara yang ngak jelas iramanya. Tampang mereka sangar, namun usia mereka masih dibawah 20 tahunan. Bukan hiburan yang didapat tetapi rasa takut yang hinggap dihati para penumpang kopaja, termasuk istri dan anak saya.

Selesai pentas, mereka menagih bayaran aksinya sambil berorasi dengan nada mengancam. Bahkan jika penunpang yang didekati tidak memberi, mereka membisikan kalimat yang menakutkan. “bu, belum pernah lihat orang ditodong ya? Mau lihat ngak?”. mereka tidak pantas disebut pengamen, namun lebih pantas disebut pemalak.

Istri dan anak saya mendengar ancaman terhadap seorang ibudi depannya , menjaditakut juga. Untungnya, istri saya masih memiliki uang recehanjadi selamat dari ancaman. Namun saat turun di terminal Tanahabang, ternyata pengamen tersebut mengikutinya. Istri dan anak saya sangat takut sehingga mempercepat langkahnya dan tiba-tiba terpeleset. Dalam keadaan sakit, istri saya tidak mengurangi kecepatan langkahnya, sampai akhirnya pengamen tersebut menjauh dan tidak mengikuti lagi.

Setiba dirumah, saya dengan serius mendengarkan celotehan anak dan istri yang baru saja mengalami peristiwa yang menakutkan naik bus umum. Mungkin cerita ini juga pernah dialami oleh pembaca kompasiana lainnya.

Kelakuan pengamen muda yang masih kuat secara fisik tersebut, bertolak belakang dengan seorang bapak tua yang masih mau berjualan daun singkong dan hasil bumi lainnya. Beberapa kali saat berangkat kerja, saya berpapasan dengan pak tuapenjual sayuran . Dengan berjalan kaki dan terkadang tanpa alas kaki, pak tua itu menyusuri perkampungan dan perumahan menjajakan hasil bumi untuk mendapatkan uang. Tidak pernah ada kata menyerah dan pantang meminta-minta apa lagi mengancam orang lain.

Di suatu kesempatan saya juga pernah bertemu pemulung tua, yang sedang mencari bekas gelas minuman mineral di daerah Bogor. Saat istirahat, saya berbincang santai di depan sebuah toko kue. Pemulung tua itu bercerita, ia kini hidup bersama istri tercinta di sebuah gubuk kecil. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan memulung dan pantang meminta-minta. Memulungpun ia tidak mau mengambil hak orang lain, terutama antar pemulung.

Jadi mestinya, pemalak di bus kota itu malu sama tukang daun singkong dan pemulung tadi. Saat ini, mental anak muda sangat rapuh dan inginnya serba instan jika ingin sesuatu. mengancam dan melakukan kekerasan merupakan cara yang mereka anggap mudah untuk mendapatkan uang. Tidak takut dengan hukum yang penting dapat uang. Kondisi ini diperparah dengan sikap kepedulian masyarakat yang semakin rendah.Masyarakat tidak mau membantu yang lain jika terjadi penodongan karena takut akan mengancam keselamatan jiwa dan hartanya juga.

Jika sudah begini kondisinya, siapa yang harus bertanggung jawabmenjamin keselamatan dan kenyamanan warga, serta siapa yang mengarahkan pemuda – pemuda tersebut, yang notabene sebagaigenerasi penerus bangsauntuk menjadi generasi yang baik. @ yos

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun