Mohon tunggu...
Hazmanu Hermawan Yosandian
Hazmanu Hermawan Yosandian Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) 2009, Trader saham & forex, Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lembaga Pendidikan adalah Lembaga Pencetak Buruh, Ujian, dan Ijazah?

11 Desember 2011   14:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:30 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_155388" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kalau kita mendengar kata "pendidikan", maka kita pasti akan mengaitkan dengan sekolah. Sejak kita masih kecil, orang tua memberikan kita kesempatan untuk mendapatkan "pendidikan" yang layak sehingga kesejahteraan materi kita lebih terjamin di masa depan. Prinsip tersebut sangat salah dalam banyak hal. Poin - poin yang harus kita perhatikan yaitu : 1. Pendidikan berbeda dengan Pengajaran / Pembelajaran Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan. Oke, kita telaah dulu kata pendidikan ini. Pendidikan dalam banyak pengertian yaitu proses manusia dalam mengembangkan segala potensinya agar menjadi manusia yang lebih dewasa, mandiri, dan bahagia, serta membuat manusia menjadi makhluk sosial seutuhnya, yaitu bermanfaat dan tidak merugikan bagi manusia yang lain. Nah, sementara pengajaran atau pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Jelas sekali perbedaan arti dua kata tersebut. Kita yang selama ini menyebut sekolah sebagai lembaga pendidikan, ternyata lebih cenderung mengacu kepada lembaga pengajaran / pembelajaran. Penulis bukan berarti menyarankan agar setiap anak tidak pergi ke sekolah, melainkan menyadarkan bahwa konsep yang selama ini kita anut adalah keliru, bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan di masa depan, bahwa jika kita tidak sekolah, kita tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan yang belajar di sekolah. 2.  Sekolah "seharusnya" lembaga pembelajaran, bukan pencetak buruh, ujian, ataupun ijazah Sekolah adalah tempat yang tepat untuk belajar, bukan pendidikan seutuhnya. tetapi yang lebih buruk lagi, sekolah sekarang identik dengan lembaga pencetak buruh, ujian, dan ijazah. Jika mendapat nilai buruk bahkan tidak lulus di ujian, maka akan sulit mendapat sekolah yang bagus atau tidak boleh melanjutkan sekolah. Sebenarnya sistem sekolah sekarang yang salah, bukan konsep sekolah itu sendiri. Seharusnya sekolah tempat yang menyenangkan, lengkap, dan terpercaya untuk memuaskan rasa keingintahuan kita akan ilmu, tetapi sistem "ujian menentukan segalanya" membuat semua itu hilang, tanpa esensi. sistem sekolah yan baik adalah jika siswa yang kurang mampu mempelajari sebuah pelajaran dengan baik, maka seharusnya siswa tersebut disuruh mengulang bagian yang tidak dikuasainya, bukannya malah jika satu pelajaran tidak lulus, maka harus mengulang semua. Sama saja jika kita salah menulis atau kesulitan menulis bagian tertentu, maka kita harus mengulang semuanya. 3. Setiap potensi dan minat orang berbeda Bayangkan saja ikan paus dan burung dipaksa terbang tinggi ke angkasa, sama saja jika kita memaksa dua siswa yang mempunyai potensi berbeda, mempelajari pelajaran yang sama, bahkan lebih parah lagi, mereka dipaksa mendapat nilai yang tinggi. Sekarang penulis melihat contoh sistem sekolah yang ada di Belanda. Di negeri kincir angin, untuk masuk ke perguruan tinggi atau universitas, yang siswa lakukan hanyalah daftar dan undian. Ya, di Belanda, siswa tidak perlu belajar mati-matian untuk SNMPTN yang biasanya mengandalkan kemampuan siswa untuk menghafal rumus cepat dan teori yang sungguh merupakan pembunuh kreativitas anak bangsa. Jika menang undian tersebut, maka siswa tersebut lolos, jika tidak, maka siswa harus memilih universitas lain. Hal tersebut berefek positif untuk pemerataan potensi di seluruh universitas, tidak seperti di Indonesia yang mengidolakan perguruan tinggi unggulan. Sekarang penulis melihat contoh sistem yang ada di Amerika Serikat Di negara adikuasa ini, siswa SMA umumnya hanya mempelajari 2 pelajaran wajiab lulus, Bahasa Inggris & Matematika, selain itu pelajaran sesuai minat siswa. Coba saja bandingkan dengan sistem sekolah kita, yaitu yang umunya lebih dari 6 mata pelajaran wajib lulus. Seharusnya siswa Indonesia lebih pintar. Memang, tetapi siswa Indonesia kreativitasnya dikekang oleh banyaknya beban dan tidak fokus dengan apa yang diminati. Seperti sebuah kalimat, "Jack of all trade, master of none" ( mengetahui banyak hal, tetapi tidak menguasai satupun ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun