Mohon tunggu...
yosafat sriwalyandi
yosafat sriwalyandi Mohon Tunggu... Sales - pejuang hidup

walk by faith not by sight

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tattoo? Why not!

1 Maret 2021   16:00 Diperbarui: 1 Maret 2021   16:37 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang bilang “Lo na-tattoo, Lo preman yah?, udah hampir tiap saat ungkapan itu sering kali kita dengar. Bahkan sejak jaman presiden bpk. Soeharto, sampai saat ini presiden bpk. Jokowi, ungkapan itu tidak pernah hilang dari negara Indonesia. 

Seolah-olah tak lekang oleh waktu. Image sosial di negara kita terhadap orang bertattoo itu pasti negatif, selalu di nilai buruk, seperti preman-lah, seperti perampok-lah, seperti anak berandalan-lah, yang memiliki tingkah laku urakkan.

Namun bagi saya secara pribadi, tattoo bukan-lah sesuatu yang negatif, melainkan suatu bentuk ekspresi seseorang terhadap apa yang ia cintai, kagumi, atau moment yang tidak akan pernah bisa terlupakan. Atau bahkan sebagai reminder pribadi. Saya sendiri mulai menyukai tattoo sejak SMA, namun baru mulai terwujud disaat saya sudah bekerja. 

Alasan saya sendiri men-tattoo bagian tubuh saya adalah sebagai reminder diri, saya men-tattoo di bagian betis samping kaki kanan dengan kalimat “Walk by faith not by Sight”. Dimana tattoo itu saya buat ketika moment, dimana mama yang saya sangat sayangi meninggal, saya membuat tattoo dengan kalimat itu sebagai suatu reminder perjalan hidup saya ketika harus tetap fight di ibukota. Berjuang mandiri jauh dari keluarga, ditambah papa saat itu kondisi sedang sakit stroke, dan saya sebagai satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga harus mampu berjuang menggantikan orang tua.

Ketika berjalannya waktu, sering kali ketika orang-orang disekitar saya, baik teman-teman sehari, sampai teman dalam ber-gereja mulai julid terhadap apa yang saya putuskan, yaitu men-tattoo bagian kaki saya. Padahal apa yang mereka lakukan dibelakang, belum tentu lebih baik di mata Sang Pencipta. Mereka seolah-olah menjadi hakim dalam hidup saya. Padahal ada apa dengan tattoo?? Apakah orang yang bertattoo secara otomatis tidak masuk surga?? Atau orang yang bertattoo tidak bisa menjadi sukses??

Kita bisa lihat sekarang, khususnya di Indonesia. Tattoo adalah sesuatu yang semakin fenomenal, kita bisa melihatnya di platform media-media yang ada, banyak sekali konten-konten yang mengangkat tentang tattoo. Baik secara sudut pandang seni, budaya bahkan ekonomi. 

Tattoo bisa saya katakan sudah menjadi salah satu bagian hidup bagi kaum milenial saat ini. Dari sudut pandang ekonomi, banyak media yang telah mengulas tentang  studio-studio tattoo yang semakin menjamur di Indonesia, yang dimana bisa saya katakan melalui seni tattoo bisa mengangkat perekonomian seseorang. Bahkan dalam media baik media Tv dan platform Youtube banyak sekali mengangkat kisah yang sangat inspiratif, yaitu seorang pendeta bertattoo, 

WOW!!!

Pendeta Yang bernama Agus Sutikno. Dengan tubuh penuh tattoo, bahkan sampai wajahnya bertattoo, pendeta Agus memberikan hidupnya untuk melayani sesama, sampai pada kaum Marjinal. Dengan penuh hati pendeta bertattoo ini memberikan kasihnya bukan sekedar melalui ayat-ayat dalam Alkitab saja, tapi kasihnya dia tunjukan dengan memberikan sembako, dan bantuan lainnya.

Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, “Kok Bisa yah, orang bertattoo seperti itu???
jawabannya menurut saya, bertattoo atau tidak bertattoo bukan suatu jaminan kehidupan, ada juga orang yang bertattoo adalah seorang criminal, namun tidak sedikit juga orang yang badannnya bersih dari tattoo ternyata dia merupakan penipu yang ulung, seorang koruptor bansos. Ha Ha Ha

SOOOO….!!! JANGAN-lah kita cepat menjadi hakim terhadap sesama kita, tapi berlomba-lah dalam memberikan dampak yang positif bagi sesamamu melalui tindakan, karakter nyata, bukan hanya tunjukan dalam bentuk retorika semata.

Akui saja, dengan hidup menjadi apa adanya, hidup penuh dengan realita, bukan dengan kepalsuan dimuka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun