Maka dari itu, Harian Jogja membentuk proses komodifikasi sebagai upaya untuk mengubah nilai guna menjadi nilai tukar yang lebih bermanfaat. Pada dasarnya proses komodifikasi ditunjukkan sebagai langkah dari kaum kapitalis untuk melakukan pemusatan modal ataupun merealisasikan transformasi nilai dari sesuatu hal yang biasanya tidak dipandang sebagai produk komersial menjadi suatu komoditas.Â
Dimulai dari komodifikasi isi, hal ini dapat dilihat dari usaha Harian Jogja dalam menyediakan portal berita online yang tersedia melalui website www.harianjogja.com. Komodifikasi isi merupakan suatu proses transformasi dari sekumpulan konten yang pada akhirnya dijadikan suatu komoditas untuk menarik minat pembaca.Â
Kehadiran portal berita online adalah suatu upaya dari Harian Jogja untuk memenuhi ekspektasi dari masyarakat untuk mengikuti perkembangan teknologi. Penggunaan portal online tersebut juga pada akhirnya mendatangkan keuntungan tersendiri bagi Harian Jogja melalui segmen iklan yang lebih fleksibel daripada iklan pada media cetak.Â
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Nugroho Nurcahyo, kehadiran portal online tidak bertujuan untuk mematikan produksi media cetak secara konvensional. Menurut beliau, media cetak dan media online memiliki pangsanya masing-masing yang mana sama-sama masih memberikan keuntungan bagi Harian Jogja. Meskipun memang harus diakui, kehadiran portal online mampu menekan biaya produksi pada Harian Jogja yang sempat dihadapkan pada masalah sulitnya mendapatkan bahan baku kertas untuk produksi media cetak.Â
Selanjutnya Harian Jogja juga melakukan proses komodifikasi audiens dengan mengandalkan keuntungan dari pelanggan harian. Porsi keuntungan dari proses distribusi sebesar lebih dari 40% memang diperoleh dari adanya pelanggan. Meskipun harus diakui beberapa pelanggan tersebut tidak murni berlangganan koran Harian Jogja atas keinginannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan pasokan berita, semisal adanya pelanggan yang dihasilkan dari kerja sama yang dijalin antara Harian Jogja dengan instansi pemerintah dan pengusaha lain, di mana akhirnya pihak tersebut akan menjadi pelanggan Harian Jogja sebagai timbal baliknya.
Strukturasi pada Harian Jogja membentuk hegemoni itu sendiri. Harian Jogja mempunyai visi mengawal dinamika dan nilai luhur budaya masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya dan memiliki misi memberikan pilihan bagi komunitas Yogyakarta yang makin majemuk, memacu semangat masyarakat untuk membangun wilayah secara mandiri, menyebarkan romantisme ke-jogja-an bagi warga yang pernah memiliki keterkaitan dengan wilayah ini, dan meningkatkan daya kritis masyarakat untuk mencapai cita-cita menuju bangsa yang cerdas.Â
Pada awalnya Harian Jogja mempunyai semangat jurnalis untuk mengulik informasi secara benar dan apa adanya. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa aspek pada Harian Jogja diubah seperti halnya dalam bagaimana media tersebut mengarahkan informasinya.Â
Nugroho Nurcahyo menjelaskan beberapa kejadian yang membuat Harian Jogja memilih untuk menjadi wise journalism, seperti konflik yang pernah terjadi antara Harian Jogja dengan Keraton Yogyakarta yang ternyata hal tersebut membuat Harian Jogja mendapat banyak kritik dari masyarakat lokal Yogyakarta.
Selain itu, kini fokus Harian Jogja terletak pada misi "menyebarkan romantisme ke-jogja-an bagi warga yang pernah memiliki keterkaitan dengan wilayah ini". Hal tersebut membuat Harian Jogja memilih untuk menjadi media yang inspiratif. Sehingga dengan demikian seluruh jajaran redaksi berusaha untuk mengedepankan pembuatan berita dengan sudut pandang inspiratif agar berita tersebut dapat termuat dalam framing pemberitaan Harian Jogja.
Sumber Referensi:
Effendy, O.U. (2005). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.