Bisa juga menyalahkan pembaca, termasuk Rizki. Mereka bisa bilang, Rizki justru yang salah. Ia yang memberitahukan kepada polisi dan publik tentang berita hoax dari Fadli dan Fahri. Kalau bukan gara-gara Rizki, mana mungkin kicauan itu dimasalahkan.
Ribuan pembaca diam, bahkan ada yang setuju. Tapi, Rizki justru yang bikin gara-gara. Jangan-jangan ada sentimen pribadi antara Rizki dengan Fadli dan Fahri. Ini namanya mengganggu anggota DPR yang terhormat, mencemarkan nama baik, melakukan perbuatan tak menyenangkan. Ini keterlaluan. Rizki perlu segera dilaporkan ke polisi.
Tak Perlu Ditahan
Pertanyaannya, apakah Fadli dan Fahri perlu diproses dan ditahan oleh polisi? Secara hukum, tentu saja mereka perlu diproses. Namun, untuk sampai pada penahanan, polisi tentu punya perhitungan sendiri berdasarkan asas-asas hukum. Antara lain asas keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum. Kita percaya, hal tersebut akan digodok matang oleh polisi sebelum mengambil keputusan. Pasalnya, jika sampai ditahan sudah tentu tugas-tugas mereka di DPR yang kerap diabaikan justru makin terbengkalai.
Bagi mereka mungkin bukan masalah. Mereka malah bisa berkicau lebih banyak di tahanan atau melakukan hal-hal yang mereka senangi. Tapi, bagaimana dengan rakyat? Dari sisi rakyat, tampaknya merupakan masalah besar. Rakyat rugi. Rakyat sudah membayar gaji mereka dengan pajak, tapi mereka malah buang-buang waktu, makan tidur di tahanan.
Saya malah menaruh rasa kasihan kepada Fadli dan Fahri. Sebab selama ini, kedua lulusan universitas ternama di Indonesia itu diketahui publik sebagai orang-orang yang sangat kritis. Mereka tidak mudah menerima satu gagasan tanpa melakukan pembedahan sampai detail.
Contohnya, begitu mendengar ungkapan "rakyat rugi" seperti tertulis di atas, maka mereka pasti bertanya, "rakyat yang mana?" Mereka tak bakalan menerima sebuah istilah abstrak, abu-abu, atau yang mengundang banyak interpretasi, atau yang tak terukur. Mereka selalu menginginkan semua hal perlu dikonkretkan.
Hanya saja sikap tersebut tidak selalu konsisten. Apabila ada kaitannya dengan Ahok, daya nalar dan sikap kritis mereka bisa sekonyong-konyong loyo. Yang segera muncul adalah semangat, emosi meledak-ledak yang terkesan liar tak terkendali.
Terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga begitu. Begitu mereka membaca berita apa saja yang terkait dengan Jokowi, nalar Fadli dan Fahri tak berkutik.
Lihat saja komentar Fadli ketika Presiden Jokowi menikahkan dua anaknya tahun lalu. Fadli sangat bersemangat mengatakan itu tidak benar. Seorang presiden menikahkan dua anaknya dalam satu tahun, baru terjadi pada masa Presiden Jokowi.
Membaca atau mendengarkan komentar itu, orang waras tentu saja tertawa. Orang akan bilang mengapa Fadli sakit perut? Dana pernikahan dari saku Jokowi. Bukan dari uang negara, bukan pula dari saku Fadli. Dari sisi undang-undang juga tidak ada larangan menikahkan dua anak atau lebih dalam setahun.