Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ide "Kreatif" Zaadit dan Kematian Logika Para Tokoh

9 Februari 2018   10:00 Diperbarui: 9 Februari 2018   10:01 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Atas pandangannya itu, maka apa pun yang dikerjakan Jokowi selalu dinilai tidak tepat, buruk, jelek oleh para ngawures, utamanya Fadli. Tak ada satu pun yang baik. Bahkan disebut sebagai dagelan. Di sisi lain, mulut para mahasiswa sebagai pengegerak seperti tersumbat kain. Tak ada suara, tak ada kata terdengar, apalagi pidato berkobar, tulisnya. Itulah sebabnya ia memuja setinggi langit tindakan Zaadit.

Dagelan Kematian Logika?

Pertanyaannya, apakah sebagian besar rakyat Indonesia memiliki penilaian yang sama dengan Fadli dan para ngawures? Apakah terbangunnya infrastruktur antara Manokwari -- Papua Barat yang dipresentasikan Jokowi pada Dies Natalis UI buruk bagi rakyat Papua? Apakah jalan toll yang sebenatar lagi menghubungkan Jakarta-Surabaya, Balikpapan-Samarinda di Kalimantan, lampung-Aceh, dan seterusnya juga buruk bagi rakyat Jawa, Kalimantan dan Sumatera?

Apakah memberian 2.405 sertifikat tanah kepada rakyat NTT dan 3.500 bagi rakyat Bali, atau 57.356 sertifikat yang diberikan kepada warga Bengkulu disebut kebijakan buruk? Bagaimana dengan KIP dan KIS? Bagaiamana pemberantasan korupsi yang makin maju? Apakah itu semua disebut dagelan dan kematian logika? Logika siapa yang mati dan jadi dagelan?

Berdasarkan fakta-fakta itu, makin jelas kepada publik bahwa kebijakan dan tindakan-tindakan Jokowi yang oleh Fadli disebut dagelan dan dikartukuningkan oleh Zaadit jelas tidak keliru. Banyak benarnya, banyak manfaatnya kepada publik guna mewujudkan keadilan dalam pembangunan nasional. Hanya saja karena mata, pikiran, dan sikap mereka sudah mereka rusak sendiri, maka logika mereka jadi rusak dan mati. Logika Fadli yang mati itulah sesungguhnya yang menjadi dagelan.

Zaadir dan para ngawures seperti Fadli Zon setali tiga uang. Sama-sama tidak tahu di tidak tahunya. Tidak sadar di tidak sadarnya. Jika hal ini terjadi di kalangan rakyat yang tak sekolah tentu bisa dipahami. Tapi Zaadit dan Fadli bukan rayat sembarangan. Yang satu, ketua BEM UI dan lainnya Wakil Ketua DPR RI!

Parah 'kan? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun