Nada yang sama diperlihatkan Fahri. Ia terus membangun dalam dirinya anggapan bahwa Jokowi akan berlaku curang untuk mengejar jabatan presiden. Oleh sebab itu, anggota masyarakat yang membentuk Projo-Projo baru karena memang mendukung Jokowi dinilainya akan mencurangi Jokowi dengan tindakan-tindakan tak terpuji.
Mau tidak mau orang jadi curiga. Jangan-jangan Fahri tengah merencanakan pembentukan kelompok yang dia maksud dan dikamuflasekan sebagai Projo, tetapi dengan kegiatan mengacaukan pekerjaan Projo asli. Dalam politik, cara-cara seperti ini sangat mungkin guna menjegal lawan. Bila terjadi apa-apa, si aktor pun mudah cuci tangan. Ia bisa bilang, dulu 'kan sudah saya ingatkan agar hati-hati.
Dari situ Tampak bahwa apa yang dikatakan Hidayat dan Fahri bukan sedang membicarakan tindakan yang baik bagi Jokowi. Mereka asal omong supaya terkesan kritis. Sebab orang semua tahu bahwa konsolidasi para pendukung tak perlu melibatkan calon lain. Untuk apa membeberkan strategi pemenangan seorang calon di depan calon lain, bukan?
Mengalihkan Perhatian
Mencermati keadaan PKS belakangan, ada dugaan kuat bahwa Hidayat Nur Wahid tengah mengalihkan perhatian publik yang terus memelototi partai besutannya karena belitan masalah bertubi-tubi. Mulai dari kemesraan dan bergabungnya kader-kader PKS dengan FPI, HTI dan ormas Islam keras lainnya yang melakukan demo berjilid-jilid sejak tahun lalu, sampai pada dukungan PKS (bersama PPP) terhadap perjuangan HTI yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi khilafiah.
Mungkin ia sadar bahwa lototan publik itu tidak menguntungkan PKS dan dirinya sendiri. Ia makin gelisah karena belakangan makin banyak kader PKS yang muncul dalam kasus-kasus tak sedap. Salah satunya, munculnya Muhammad Abdul Harsono (MAH), yang kadang ditulis Muhammad Abdullah Harsono atau Muhammad Abdul Darsono, anggota DPRD Riau fraksi PKS yang disebut-sebut sebagai gembong pendiri Saracen yang telah ditangkap polisi.
Belum lagi sejumlah kasus asusila yang dilakukan banyak kadernya di berbagai tempat. Sebutlah misalnya Oknum anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Gazali Rahman (42) yang tertangkap oleh warga sedang berbuat mesum dengan gadis berumur 17 tahun di mobil dinasnya, April lalu. Atau ulah Mardiatoz Tanjung, pria yang dikenal sebagai tokoh agama sekaligus Politisi PKS yang ditangkap warga ketika berbuat mesum dengan selingkuhannya di rumahnya sendiri setelah cekcok dengan istrinya pada Maret 2017. Dan masih banyak lagi.
Kegelisahan Hidayat sangat bisa dimengerti. Di saat ia hendak membangun kembali opini bahwa partai besutannya adalah partai bagus yang berakhlak, di sana sini malah bermuculan kasus kader yang justru menghempaskan partainya ke dasar jurang. Padahal ia sendiri tengah menyiapkan diri menjadi salah serang calon Gubernur yang akan bertarung di Jateng pada Pilkada 2018.
Ia tentu berpikir bagaimana mungkin bisa mendapat dukungan kalau partainya tak becus? Namun, Hidayat yang sudah malang melintang di dunia politik, tak kehabisan akal. Ia melihat ada peluang untuk menarik simpati masyarakat dengan cara mencari-cari kelemahan pertemuan Jokowi dengan Projo. Ia tentu berharap bahwa kritiknya terhadap pertemuan itu dapat mengaburkan perhatian masyarakat terhadap partainya, bahkan kembali merapat ke PKS dan ramai-ramai menjauhi Jokowi.
Hidayat sepertinya tidak mau sadar bahwa rakyat yang telah menyaksikan sepak terjang PKS tidak gampang dibujuk dengan cara-cara seperti itu. Rakyat sadar bahwa perjuangan Jokowi selama ini jauh lebih bisa dipercaya daripada buaian surga ala PKS dan Hidayat Nur Wahid maupun Fahri Hamzah.
Saran saya, kalau mau membangun kembali PKS, mau menjadi Gubernur, tak perlu mengkhawatirkan atau mencari-cari kelemahan Jokowi. Seperti penjaja dagangan, tak perlu mencari-cari kelemahan atau menjelek-jelekkan produk lain. Cukup dengan menjelaskan dan menunjukkan keunggulan produk dagangan sendiri. Itu saja!