Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekeliruan Ricky Memahami Kekeliruan JPU Mendakwa Ahok

21 Desember 2016   11:48 Diperbarui: 21 Desember 2016   15:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://sukatulis.wordpress.com/2011/10/10/soal-dan-jawaban-hukum-pidana/

Pemahaman bahwa ketentuan pasal 156a huruf a dan b itu satu kesatuan tentu saja ya. Artinya bisa didakwakan kepada seseorang yang dalam satu paket apabila bukti permulaan sudah cukup. Tetapi apa yang  diatur dalam pasal itu tetap merupakan dua pokok yang dapat didakwakan secara sendiri-sendiri. Dakwaan untuk huruf a berlaku bagi orang yang mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia Misalnya, seseorang berteriak-teriak atau membuat selebaran, tulisan yang isinya menyalahkan ajaran agama tertentu.

Sedangkan dakwaan huruf b berlaku bagi orang yang mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan atau tindakan dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Misalnya, A membujuk B agar meninggalkan agamanya dengan cara membeberkan bukti dan argumentasi tentang kekurangan atau kejelekan ajaran agama yang dianut B, bahkan ajaran agama pada umumnya. Hal itu dilakukan agar B tidak percaya pada ajaran agama, sehingga memutuskan meninggalkan agamanya.

Inilah yang dikacaukan Ricky. Ia memaksa pikirannya menyatukan hal-hal yang sebetulnya boleh dipisah sesuai dengan kasus yang dihadapi.

Kekeliruan JPU

Bagi saya, kekeliruan JPU tidak terletak pada kekeliruan dakwaan yang dikelirukan oleh Ricky. Tetapi justru pada pengategorian pernytaan Ahok sebagai tindakan penistaan agama. Dalam tulisan berjudul “Inilah Penjamin Ahok Tidak Menista Agama”, di situ diungkap bahwa Ahok sebenarnya sedang meluruskan pandangan yang telah terlanjur lama dipraktekkan salah dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang secara eksplisit ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Ahok telah membuka mata publik tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Dakwaan JPU terhadap Ahok melanggengkan praktek pelanggaran ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tersebut. Secara lebih detail, hal ini akan saya tulis pada artikel tersenndiri.

Hal kedua kekeliruan JPU adalah peyataan Ahok ketika menyebutkan Almaidah 51 sama sekali tidak ditempatkan pada konteks. Padahal setiap pernyataan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun pasti tak lepas dari konteks. Makna dari pernyataan hanya ada dalam konteks. Tidak percaya? Coba ucapkan kata “kamu cantik” atau “kamu ganteng” kepada seseorang dengan senyum tulus penuh persahabatan, lalu bandingkan ucapan yang sama dengan teriak, disertai mata melotot dengan raut wajah marah. Apakah kedua konteks itu wajar dimaknai sama sebagai memuji?

Hal yang sama berlaku bagi Ahok. Siapa pun yang mau berpikir jernih, dan mendengarkan pidato Ahok tanpa memuati pikirannya dengan rasa benci pasti akan berkatan bahwa pernyatan itu bukan bermaksud menista agama.

Ahok menyebutkan ayat suci itu dengan maksud motivasi masyarakat di Kepulauan Seribu agar bersemangat melaksanakan program budidaya ikan. Beliau meyakinkan program itu jangan dicampur adukan dengan Pilkada. Andaikata masyarkat Kepulauan Seribu tidak memilihnya atau ia tidak terpilih menjadi gubernur pada Pilkada Februari 2017 pun, beliau sudah berkomitmen menjalankan program itu sampai akhir masa jabatan.

Beliau hendak menghapus dalam kesadaran mereka tentang kebiasaan masa lalu yang menghentikan program bila tidak terpilih pada jabatan yang diincar. Ahok berkomitmen tidak akan memraktekkan hal tersebut. Komitment beliau, kelangsungan program budidaya ikan tidak ditentukan oleh terpilih tidaknya pada Pilkada. Konsteks inilah yang tidak diperhitungkan JPU sehingga menerima mentah-mentah sangkaan dari penyidik. Padahal penyidik sendiri ragu terhadap sangkaan penistaan agama tersebut. ***

Salam hangat  Kompasiana,

Yosafati Gulo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun