Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Langkah MUI Mendukung FPI Tidak Keliru?

23 November 2016   15:31 Diperbarui: 23 November 2016   15:38 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi (sumber: http://citizen6.liputan6.com/)

Prediksi Rizieq ternyata tepat. Dukungan penuh Fahri Hamzah, wakil ketua DPR yang dulunya anak emas PKS dan sahabat kentalnya Fadli Zon, salah seorang pimpinan Gerindra, membuat posisi Rizieq makin melambung. Apalagi karena Fahri dan Fadli selalu menilai bahwa pekerjaan Ahok dan Jokowi tak satu pun yang benar, alasan Rizieq tampak sulit digoyah. Belum lagi tambahan energi dari Amien Rais, mantan Ketua MPR yang juga mantan pemimpin parlemen jalanan ketika menjatuhkan Presiden Abdul Rahman Wahid (Gus Dur), plus AA Gym yang sudah lama kehilangan panggung, serta SBY yang banyak disebut-sebut media.

Cuma, kita tidak tahu pasti siapa sebetulnya yang mendukung dan didukung. Belum jelas apakah Habib Rizieq dengan FPI-nya yang didukug oleh yang lain, atau malahan sebaliknya. Atau jangan-jangan FPI tunggangan para pemilik rencana dengan berbagai kepentingannya. Sejauh ini masih merupakan teka-teki bagi publik.

Apakah hanya Ahok dan Jokowi bidikan Habib Rizieq?

Jelas tidak. Untuk sementara memang iya. Berjuang agar Ahok gagal menjadi gubernur DKI periode 2017-2022 merupakan pilihan terdekat. Pilihan lainnya ialah Jokowi. Semula, pembidikan Jokowi hanya dilakukan apabila melindungi Ahok. Tapi kendati Jokowi berkali-kali mengemukakan bahwa beliau tidak melindungi Ahok, FPI dan kawan-kawan seperjuangannya tak undur selangkah pun. Jokowi masih merupakan agenda apabila tuntutan mereka terhadap Ahok tak tercapai.

Dari sini jelas bahwa agenda yang sebenarnya bukanlah Ahok, karena dinilai menista Qur’an dan ulama. Tapi soal “kursi”, jabatan, dan kuasa. Incaran terdekat, jabatan Ahok. Berikutnya, jabatan Presiden Jokowi, utamanya pada Pikpres 2019.

Mereka terus berupaya menciptakan suasana seram, seorlah-olah genting, meresahkan rakyat Jokowi tidak bisa fokus kerja sehingga progam pembangunan tersendat. Kegemaran mereka melakukan demo terus-menerus, kendati tidak ada relevansinya setelah Ahok ditetapkan menjadi tersangka, jelas menimbulkan kecurigaan bahwa mereka sengaja mengganggu. Orang lalu berpikir, dengan terganggunya kinerja Jokowi, maka kegiatan pembangunan tersendat, perokonomian nasional terpuruk, keamanan terganggu, rakyat risau, dst. Jika hal ini terjadi, maka pijakan mereka untuk “memukul” Jokowi pada Pilpres 2019 cukup kuat.

Apakah targetnya hanya itu? Tidak. Masih ada yang tersembunyi. Hal ini bisa diperiksa dalam sejarah terbentuknya FPI yang pada awalnya dinilai bagus. Kisahnya cukup panjang. Terkait erat dengan upaya mengamankan sidang Istimewa (SI MPR) pada tahun 1998 yang memerlukan dukungan Pam Swakarsa (Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa). Sebab, pada waktu itu ada pertentang pandangan antara kelompok yang menghendaki dan menolak SI MPR.

Pam Swakarsa ini kemudian menjadi cikal bakal FPI yang dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek.

Pada perkembangannya, klaim latar belakang pendirian FPI digeser dengan menonjolkan tiga anggapan berikut. Pertama, adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa; Kedua, adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan; dan Ketiga, adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.

Berdasarkan latar belakang itu, maka tujuan yang hendak dicapai FPI adalah menegakkan hukum Islam di negara sekuler, sekaligus menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan. Inilah yang kemudian menjadi dasar FPI melakukan sweeping dan kekerasan terhadap semua yang mereka anggap maksiat, tak terkecuali penutupan rumah ibadah di berbagai tempat yang mereka bertentangan dengan iman mereka.

Selain itu, FPI terus menyuarakan penerapan syariat Islam dalam kehidupan bernagsa dan bernegara. Salah satu puncaknya adalah seruan mereka saat tablig akbar tahun 2002, hari jadi keempat FPI. Pada tablik akbar yang dihadiri mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar tersebut, FPI menuntut agar Pasal 29 UUD 1945 diubah dengan menambahkan Syariat Islam didalamnya. Rumusan “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mereka tuntut ditambahi dengan “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada amandemen UUD 1945 yang pada waktu itu sedang dibahas oleh MPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun