Menguntungkan nasabah dan mengurangi resiko uang tunai
Sistem transaksi pada Jaringan PRIMA, ternyata sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) guna mewujudkan masyarakat non tunai. Hal ini diluncurkan pada tanggal 21 September 2017 berdasarkan Peraturan BI No. 19/8/PBI/2017 tentang GPN. Hingga tahun 2017, RINTIS sendiri sebagai pengelola jaringan PRIMA ditunjuk oleh BI untuk membantu pengembangan GPN tersebut.
Tujuannya, mirip dengan tujuan jaringan PRIMA. Selain membangun satu sistem pembayaran nasional, masyarakat dan Negara Indonesia diuntungkan. Tidak lagi membayar biaya transaksi maupun charge pemakaian EDC dari bank lain ketika bertransaksi.
Yang jelas, dengan adanya GPN, maka aliran dana keluar ke pengelola kartu ATM, Debit atau Kartu Kredit Visa dan Mastercard di Amerika mau tak mau terhenti. Dana itu tinggal dalam negeri.
Biaya transaksi dengan Visa dan Mastercard hilang. Sebelumnya, biaya tersebut masuk ke pengelola Visa dan Mastercard dan dibayar oleh nasabah dalam negeri. Dengan adanya GPN, biaya tersbut tak muncul karena prosesnya dilakukan dalam negeri. Beban nasabah dalam negeri pun makin ringan.
Misalnya biaya sewa jasa proses routing atau transaksi yang dilakukan di luar negeri hilang karena diproses dalam negeri. Biaya jasa mesin EDC dari bank lain, bisa ditiadakan. Biaya MDR (merchant discount rate) turun dari 3% menjadi 1%; biaya transfer beda bank turun dari Rp 6.500 per transaksi menjadi Rp 2.500 -- Rp 4.000; biaya tarik tunai di mesin ATM milik bank yang berbeda turun dari Rp 6.500 -- Rp 7.500 menjadi hanya Rp 3.500 -- Rp 4.000; dan biaya transaksi sebesar 2-3% oleh masing-masing provider, turun menjadi hanya 1%.
Bagi nasabah, nilai nominal tersebut memang terasa kecil. Namun, kalau biaya total Kartu ATM dan Debit sebanyak ratusan juta (sebagian di antaranya Visa dan Mastercard) dengan jumlah transaksi mencapai 11 sampai 14 juta transaksi per hari, maka nilainya tidak kecil. Menurut Darwin Nasution, sebesar US$ 2 miliar yang harus ditanggung BI per tahun. Ini, bukan uang BI sendiri, melainkan dari nasabah.
Kehilangan sumber dana itulah yang membuat Presiden AS, Donald Trump, marah ketika GPN diluncurkan. Ia sempat mengancam akan perang dagang dengan Indonesia. Akan mengkaji ulang sekitar 124 produk ekspor Indonesia ke AS, termasuk tekstil, plywood, kapas ,dan beberapa hasil perikanan seperti udang dan kepiting.
Dibanding dengan Visa dan Mastercard, jangkauan GPN memang masih terbatas dalam negeri. Biaya pemakaian Visa dan Mastercard di luar negeri pun jaun lebih ringan dibanding pemakaiannya dalam negeri. Tentu saja kita berharap agar penggunaan GPN kelak bisa diterima ke luar negeri, sehingga nasabah yang mobilitasinya tinggi dapat terbantu.
Namun, seperti halnya Visa dan Mastrcard, sistem transaksi pada Jaringan PRIMA dapat mencegah resiko membawa uang tunai. Dengan satu-dua jenis kartu GPN di dompet atau smart phone, nasabah tak perlu membawa banyak uang tunai. Cukup bertransaksi dengan kartu atau smart phone, nasabah dapat melakukan berbagai transaksi.
Prinsipnya, sebelum melakukan transaksi, nasabah perlu tahu persis apakah bank dan kartu miliknya sudah masuk dalam Jaringan PRIMA. Hal ini ditandai dengan logo PRIMA di belakang kartu. Lebih menguntungkan lagi apabila kartu tersebut sudah diganti dengan kartu GPN. Selain mendukung program BI, beban biaya yang ditanggung nasabah relatif kecil. Ini menguntungkan nasabah sendiri dan negara.