Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Moncong Senjata Membidik KPU, tapi Peluru Tajam Menembus Wajah Prabowo-Sandi

19 Juni 2019   22:37 Diperbarui: 19 Juni 2019   23:15 4259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada 15 orang saksi dan dua ahli yang dihadirkan Kuasa Hukum Prabowo-Sandi pada sidang PHPU Pilpres 2019 di MK. Dua di antaranya menarik dicermati, yakni saksi Agus Muhammad Maksum dan Idham Amiruddin.

Kedua saksi tersebut mengemukakan data pemilih pada Pemilu 2019 bermasalah. Banyak data di DPT invalid, KK manipulatif, NIK kecamatan siluman, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur.

Menurut Agus, ada 17,5 juta NIK palsu, 117.333 KK manipulatif, dan 18,8 juta data invalid di lima provinsi. Dari 17,5 juta NIK palsu itu terdapat 9,8 juta pemilih yang tanggal lahirnya sama, yakni pada 1 Juli. Kemudian, ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember dan ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.

Bagi dia, pemilih bertanggal lahir 1 Juli itu bermasalah karena jumlahnya 20 kali lipat dari data normal. Mestinya dua kali lipat saja. Itulah yang didukung oleh ahli statistik yang dia minta konfirmasi. Hal ini didasarkan pada perhitungan 195 juta pemilih dibagi 365 hari sehingga yang wajar pemilih yang lahir tanggal 1 Juli menurutnya hanya sebanyak 520.000 saja. Ia bahkan mengatakan bahwa 17,5 juta itu fiktif. Tidak ada dalam dunia nyata.

Ketika hal ini diuji oleh salah satu Hakim MK, I Dewa Gede Palguna, Agus sempat bingung. Ketika hakim mendesak rincian dan bukti 17,5 juta data yang disebutnya fiktif itu, Agus malah bilang tidak tahu. Akhirnya istilah fiktif diralatnya dan memakai kata tidak tahu.

Lebih parah lagi ketika Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih mempertanyakan barang bukti P.155 berupa dokumen terkait tuduhan 17,5 juta yang disebut fiktif oleh Agus. Tidak bisa ditunjukkan, karena memang tidak ada. Padahal ini sangat diperlukan guna memperkuat pernyataan Agus.

tangkapan layar
tangkapan layar
Kesaksian Idham Amiruddin lain lagi. Ia memersoalkan NIK yang tidak sesuai dengan NIK daerah setempat. Bagi dia NIK tersebut rekayasa. Jumlahnya lebih 10 juta. Di Bogor misalnya sebanyak 437 ribu. Lainnya di Makasan, Aceh, dan Papua.

Dia menyebut bahwa di Makasar hanya ada enam TPS yang benar. Selebihnya salah semua. Namun, yang paling banyak, katanya, di Papua. Itu semua NIK siluman. Namun, ketika termohon menjelaskan kemungkinan adanya NIK dari daerah lain yang memilih di daerah tertentu karena pindah tempat pemilihan, ia juga mengakui kemungkinan itu.

Entah sadar entah tidak, jawaban itu justru menggugurkan pendapatnya tentang NIK yang dianggapnya harus sama di setiap daerah pemilihan. Argumentasinya tentang pemilih ganda dan pemilih di bawah umum juga tidak jelas.

Menembak KPU, yang kena Prabowo

Tampaknya ada dua sasaran tembak kedua saksi tersebut. Pertama, hendak menembak KPU. Mereka menujukkan bahwa pekerjaan KPU tidak benar dan  Pemilu yang diselenggarakan KPU tidak sah. Pasalnya, data DPT tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Agus yang mengatakan bahwa dengan adanya data invalid, maka semua data rusak.

Dengan rusaknya data berarti hasil yang dicapai keliru. Tujuan di balik pernyataan tersebut bisa diduga. Agus dan tim kuasa hukum Paslon 02 hendak menyatakan kepada hakim MK bahwa hasil Pemilu 2019, termasuk Pilpres tidak sah.

Sikap tersebut kerap dikemukakan oleh para pendukung Paslon 02. Dalam salah satu petitum gugatan pemohon, hal itu terbaca jelas melalui permintaan Pemilu ulang di beberapa Provinsi.

Kejanggalan dalam permintaan itu ada dua. Di satu sisi mereka tidak percaya KPU, tetapi di sisi lain malah meminta Pemilu Ulang yang tentu dilaksanakan oleh lembaga yang sama.

Semestinya jika Pemilu ulang dimungkinkan, maka yang diminta pertama ialah membubarkan KPU, kemudian meminta pemerintah membentuk lembaga pelaksana Pemilu Ulang yang lebih hebat. Tapi apa iya? Adakah manusia sempurna yang bekerja sempurna, bisa memuaskan hati semua orang?

Kedua, di balik keterangan itu mengandung tuduhan adanya penggelembungan suara dalam Pemilu yang menguntungkan Paslon 01. Namun, tuduhan ini tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak didukung bukti.

Andaikata hal itu benar pun, tidak berarti kesaksian itu memiliki nilai tambah bagi Paslon 02. Mengapa? Karena di beberapa tempat yang disebutkan Agus dan Idham justru merugikan Paslon 02. Bogor dan Makasar umpamanya. Suara Paslon 01 di Bogor hanya 29,9%, sementara Paslon 02 lebih 70%.

Di Makasar juga begitu. Suara untuk Paslon 01 hanya 42, 23% sementara untuk Paslon 02 ada 57,77%. Sedangkan untuk Sulawesi selatan secara keseluruhan Paslon 02 memeroleh suara sebesar 57%.

Itu artinya apa? Tidak lain dan tidak bukan, kesaksian tersebut tengah membongkar kecurangan perolehan suara Prabowo-Sandi di beberapa tempat. Suara yang diperoleh tidak seluruhnya benar. Ada yang diperoleh dengan pemilih ganda atau penggelembungan suara.

Ini jelas mirip dengan seorang serdadu yang tengah mengarahkan moncong senjata di wajah KPU, tapi peluru tajamnya malahan menembus wajah Prabowo-Sandi. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun