Setelah itu, diuraikan kasus-kasus kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif secara teori dan beberapa kasus. Termasuk misalnya kasus Pilkada seperti di Jawa Timur 2008, dan Tangerang Selatan.
Isi permohonan juga seolah tengah melakukan dengar pendapat di DPR dalam pembahasan RUU Pemilu. Mereka menguraikan bahwa pelanggaran Pemilu tidak seharusnya dibagi dua dalam proses dan hasil. Pelanggaran dalam proses dan hasil tak seharusnya dipisah menjadi urusan Bawaslu dan MK. Perlu diberi kewenangan kepada MK secara lebih luas menangani kasus dalam proses dan hasil agar bisa turut menegakkan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemilu.
Dalam pokok permohonan sama sekali tidak ada rincian gugatan hasil perhitungan suara antara Paslon 01 dan 02 berupa angka. Bukti yang disodorkan banyak yang bukan fakta lapangan tetapi link berita atau media sosial, rujukan UU, maupun tulisan opini. Lima poin pelanggaran yang dituduhkan kepada Jokowi pada no 39 permohonan, sama sekali tidak didukung bukti selain anggapan, dugaan, asumsi tak berdasar.
Tidak heran kalau dikatakan bahwa gugatan tersebut bukan gugatan terhadap fakta berdasarkan fakta hukum, melainkan gugatan fakta berdasarkan opini mereka sendiri dan opini pendukung Paslon 02.
Gugatan semacam itu tentu saja bukan hal sulit untuk dipatahkan. Tak perlu ahli hukum. Jangankan pakar sekaliber Yusril Ihza Mahendra, mahasiswa yang baru belajar hukum pun diyakini bisa melakukannya.
"Semuanya dapat dipatahkan. Karena semuanya itu berupa asumsi saja, lemah sekali," kata Yusril Ihza Mahendra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).
Dibandingkan dengan permohonan gugatan banyak Caleg Provinsi maupun Kabupaten Kota serta calon DPD kepada MK, dapat dikatakan permohonan Paslon 02 jauh dari format maupun isi sebuah gugatan hasil Pemilu.
Dalam gugatan para Caleg dan calon DPD, pokok permohonan sangat jelas. Perbedaan data suara hasil perhitungan KPU dan pihak pemohon dirinci di tiap wilayah disertai bukti. Itulah dasar hukum pemohon untuk memohon MK membatalkan hasil perhitungan suara KPU.
Membeli roti di toko besi
Permintaan pemohon kepada MK lebih kacau lagi. Mirip seorang anak yang disuruh ibunya membeli roti. Si anak bukannya mendatangi toko roti, malahan pergi ke toko besi. Sudah tentu bisa dibayangkan jawaban penjaga toko. Ia pasti bilang, "Nak, ini toko besi. Kami tidak menjual roti di sini". he he.
Lihat saja tujuh permintaan (petitum) dalam permohonan. Permintaan pokok saja keliru. Bukannya meminta MK membatalkan keputusan KPU tentang penetapan hasil Pemilu, khususnya lampiran tentang perhitungan suara Pilpres 2019. Yang diminta hanya sebatas putusan untuk menyatakan tidak sah dan batal demi hukum keputusan KPU tentang penetapan hasil Pemilu 2019.