Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Kivlan Zen Menjerat Leher Sendiri, Amien Rais Cuci Tangan

13 Juni 2019   14:54 Diperbarui: 13 Juni 2019   15:24 2131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia politik mustahil ada yang tak kenal Kivlan Zen (KZ) dan Amien Rais (AR). Keduanya terkenal sangat vokal. Suaranya keras dan melekit. Jauh lebih keras dari suara Judika Nalon Abadi Sihotang (Judika).

Cuma, suara Judika nyaman didengar. Membuat pendengar terhibur. Bisa membangkitkan gairah musik di kalangan anak-anak muda. Itulah sebabnya Judika menjadi idola di kalangan banyak anak muda yang suka musik.

Suara Kivlan dan AR tidak demikian. Mendengar suara KZ dan AR malahan membuat orang ketakutan. Bukan karena melampaui kemampuan daya tahan gendang telinga. Melainkan isinya yang nyaris selalu mengundang perselisihan dan pertengkaran.

Namun, banyak juga yang suka. Mereka yang berpikiran sama, malahan mengidolakan KZ dan AR sebagai tokoh pendobrak. Utamanya terhadap pemerintahan yang sah karena dinilai tidak memenuhi keinginan mereka. Kebanyakan orang-orang ini adalah penentang pemerintahan Jokowi dan pendukung gerakan anti Pancasila.

Kendati terkesan sama, kedua tokoh itu ternyata memiliki banyak perbedaan. Sama-sama pintar, sama-sama pernah menduduki jabatan tinggi di lembaganya masing-masing, namun AR tampak lebih cerdas dari KZ. Pengalaman KZ dalam menyusun strategi "perang", masih kalah dari AR.

Berekor Penahanan
Bersama beberapa kawan seideologi, keduanya sama-sama menggaungkan people power selama kampanye Pemilu. Keduanya kerap bilang, jika pemilu curang, maka rakyat akan mengadakan gerakan people power.

Meskipun selalu dibelokkan, di kalangan militer terminologi people power tidak multi makna. Gerakan itu selalu dipahamai sebagai upaya menggulingkan pemerintah yang sah dengan kekuatan rakyat. Inilah makar yang menjerat Eggi Sudjana, dan kemungkinannya juga KZ.

Realisasi gerakan itu hendak dilakukan oleh KZ bersama Eggi tanggal 9 Mei 2019, tapi gagal. Massa yang diharapkan Eggi dan KZ berjuta-juta ternyata hanya ratusan orang. Massa Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak) yang mereka inisiasi berkumpul di depan Kantor KPU, Bawaslu, dan di beberapa tempat lain.

Mereka hendak menduduki kantor KPU dan Bawaslu untuk menyampaikan tuntutan pendiskualifikasian Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf Amin kepada KPU dan Bawaslu. Namun, polisi tanggap. Mereka memaksa pendemo membubarkan diri karena tidak disertai surat pemberitahuan sebelumnya.

Seruan-seruan people power saat itu membuat langkah Eggi terhenti. Berselang lima hari kemudian, Eggi ditahan atas dugaan makar. Ia memang sempat protes. Surat penahanan tidak ditandatangani. Namun polisi memiliki cukup bukti sehingga protes Eggi tidak terwadahi. Ia diistirahatkan oleh polisi di ruang tahanan sampai saat ini.

Tiga hari setelah penahanan Eggi atau 17/5/2019, KZ diperiksa polisi. Saat dipanggil, KZ terkesan berubah. Suara kerasnya tidak tampak sama sekali. Suaranya lembut bersahabat. Ia seolah menyatakan dirinya telah bertobat. Sampai-sampai dia mengajak teman-teman yang sepikiran dengannya seperti AR mengikuti jejaknya untuk taat pada undang-undang.

Ternyata, sikap lembut dan ajakan itu hanya strategi agar dianggap sudah tobat. Dia mengira dirinya terbebas dari intaian polisi. Ajakan people power pun tidak dia gaungkan seperti sebelumnya.

Di balik itu, KZ ternyata memiliki niat jahat lain. Ia menggunakan kesempatan demo besar-besaran tanggal 21-22 Mei. Ia merencanakan strategi diam-diam, menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi empat tokoh nasional dan salah seorang pemimpin lembaga survey.

Namun, sepandai-pandai KZ membungkus bingkai busuk tetap saja tercium aparat. Ekor niat jahat itu mau tidak mau membuatnya mengikuti jejak Eggi di ruang tahanan sejak 30 Mei 2019. Kita bersyukur orang-orang yang dijadikan target tidak melakukan balas dendam. Yunarto malah menyatakan memaafkan KZ.

Amien Rais cuci tangan?
Panggilan yang sama dikenakan juga kepada AR tanggal 24 Mei 2019. Sama seperti KZ sebelumnya, AR tidak diapa-apakan. Ia malah memuji polisi dalam pemeriksaannya. Bagi dia polisi ramah dan memerlakukannya sangat baik.

Gerakan people power yang sempat diubahnya menjadi "Gerakan Kedaulatan Rakyat" tidak sampai membuatnya mengikuti jejak Eggi dan KZ. Sambil membawa buku berjudul "Jokowi People Power" terbitan Gramedia, karya Bimo Nugroho dan M. Yamin Panca Setia, AR berkata gerakan yang digagasnya sesuai dengan undang-undang. Tidak ada pelanggaran di situ, katanya kepada media.

Menurutnya, keterangan tersebut diberikan kepada polisi saat diperiksa. Polisi paham, katanya. Ada kemungkinan keterangannya itu benar sehingga sampai saat ini AR bisa bernafas lega. Dari tiga belas orang yang tengah diselidiki atas dugaan makar seperti Eggi dan KZ, AR terlewatkan.

Sampai di sini tampak keunggulan AR. Strategi KZ masih kalah dengan strategi AR. AR tampak lebih lihai berkelit ketimbang KZ. Sejak KZ ditahan, AR yang biasa menggebu-gebu, tampak tiarap. Tidak lagi bilang polisi salah atau gegabah menangkap KZ seperti kebiasaannya.

Sikap itu makin memerlihatkan AR cuci tangan. Persahabatannya dengan Eggi dan KZ seolah tak pernah ada. Malahan terkesan ia tak mengenal Eggi dan KZ. Semua janji setia mereka ketika menggagas people power dilupakan AR. Seolah ia berkata itu tanggung jawabmu sobat.

Pertanyaannya, apakah strategi ini akan menyelamatkan AR dari dugaan makar? Apakah ia akan menjadi jinak karena takut dibui?

Mari kita tunggu proses selanjutnya. Yang jelas, ada pepatah yang mengatakan, "Sepandai-pandai tupai melompat, sekali saat akan jatuh juga". Semoga pepatah ini tidak berlaku bagi AR.

Saya sendiri tidak menghendaki AR maupun KZ dibui. Dalam usia sepuh seharusnya keduanya beristirahat dari kegiatan politik praktis. Lebih baik melakukan hal-hal bermakna bagi bangsa dan negara. Entah dengan menulis maupun menjadi pembicara di berbagai pertemuan ilmiah. Dengan begitu mereka dapat menjadi teladan bagi kaum muda.

Saya hanya berharap agar peristiwa KZ, AR, dan kawan-kawannya dapat menjadi pelajaran bagi banyak orang. Persahabatan ternyata tidak selalu berniat baik dan berakhir menyenangkan. Niat memerbaiki negara dengan cara-cara melawan hukum, bukanlah solusi. ***

Artikel lain:

Adakah Orang Indonesia di Sini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun