Dengan begitu, mudah bagi mereka memobilisasi para tukang demo untuk menekan para hakim MK maupun Jokowi. Mungkin dengan kembali melakukan demo besar-besaran seperti yang dilakukan kepada KPU dan Bawaslu. Mereka berharap agar para hakim MK takut sehingga mau tidak mau memenangkan gugatan mereka.
Kalau kalah pun, mereka tak peduli. Malahan bisa lebih berani. Para demonstran terus dimotivasi melakukan tindakan anarkis guna memancaing kemarahan aparat. Boleh jadi dalam hati mereka terselip keinginan munculnya korban dalam jumlah yang lebih banyak. Mereka hendak menarik perhatian dunia internasional untuk menekan pemerintah Indonesia, termasuk membatalkan putusan MK.
Kekuatan pendukung di belakang Prabowo-Sandi
Mungkin ada yang bertanya mengapa kubu 02 tak jemu-jemu memancing ketegangan dalam masyarakat? Tampaknya ada satu kekuatan dahsyat di belakan 02 yang sangat dipahami oleh tim kuasa hukum. Ada ideologi "cuci otak" yang telah merasuki begitu banyak orang di berbagai lapisan masyarakat.
Yang utama adalah ideologi khilafah dan syariah Islam yang telah lama disosialisasikan di berbagai komunitas pasca reformasi. Dua Ormas yang lebih dikenal terbilang gigih melakukan hal itu secara sistematis melalui dakwah di kampus-kampus dan mesjid-mesjid adalah HIT dan FPI.
Jangan dikira bahwa dengan dibubarkan HTI dan larinya Habib Rizieq di Arab, gerakan mereka berhenti. Tidak. Apa yang dikatakan mantan Kepala BIN, A.M. Hendro Priono pada acara Musyawarah Besar Kaum Muda Indonesia di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, bukanlah isapan jempol.
Adanya 41 Mesjid milik negara yang disebut terpapar radikalisme dapat dikatakan merupakan buah perjuangan HTI dan FPI. Dalam ceramahnya di depan Badan Eksekutif Mahasiwa Perguruan Tinggi se-Indonesia di kampus Universitas Wahid Hasyim di Semarang, Kepala BIN, Budi Gunawan menyebutkan 39% mahasiswa di Indonesia terpapar radikalisme. Selain itu terdapat 24% mahasiswa dan 23,3% pelajar SMA dan sederajat, setuju dengan tegaknya negara Islam di Indonesia.
Hal itu seolah dimuluskan oleh tujuh PTN yang telah dimasuki gerakan tersebut. Mungkin saja pimpinan PTN tidak tahu menahu, tetapi dengan sistem kerja mereka yang rapi mereka bisa melakukan "pembinaan" kepada banyak mahasiswa. Para dosen pun banyak yang terlibat, bahkan beberapa sudah diberhentikan sementara waktu, seperti Profesor Suteki dari Undip Semarang.
Misi mereka adalah menolak keras yang namanya demokrasi, Pancasila dan UUD 1945 yang sekarang. Bagi mereka demokrasi menyesatkan. Alasannya, jika dalam musyawarah ada sembilan orang penjahat dan satu Ustadz, maka yang menang pasti penjahat. Inilah antara lain cara mereka "mencuci otak" kaum muda di berbagai kampus.
Selain itu, ada satu komunitas lain yang luput dari pantauan publik. Namanya MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia). Kelompok ini didirikan tanggal 28 Februari 2012 di hotel Grand Sahid, Jakarta. Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, ditunjuk secara aklamasi sebagai ketua majelis dan H Bachtiar Nasir (BN) sebagai sekjen. Sehari-hari, beliau bekerja sebagai Wakil Rektor 1 Universitas Darussalam Gontor Ponorogo, yang juga ketua program kader ulama pesantren Gontor, Ponorogo.