Pasalnya, selain melanggar hukum, klaim tersebut merupakan tindakan sadar, disengaja dan tanpa hak Prabowo menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu kepada KPU, Bawaslu, bahkan mungkin kepada Paslon terpilih. Ini sudah merupakan tindakan SARA sebagaimana diatur dalam UU ITE tersebut.
Memang ada yang berpendapat bahwa penerapan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 1946 tidak tepat, seperti pernah dilontarkan pengacara RS dalam persidangan RS sebagaimana saya kemukakan dalam tulisan ini. Menurutnya, pasal tersebut hanya tepat diterapkan pada saat revolusi.
Alasan tersebut jelas keliru. UU No 1 tahun 1946 masih berlaku. Belum dicabut. Jangka waktu berlakunya tak dibatasi oleh masa dan kurun waktu. Sepanjang bisa dijalankan, masih berarti, dan dipandang perlu untuk menyelamatkan masyarakat, bangsa, dan negara, maka UU tersebut perlu diterapkan.
Demikian pula penerapan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, ada yang bilang tidak tepat karena sejak klaim kemenangan dideklarasikan belum muncul kebencian atau permuduhan terhadap KPU dan Bawaslu. Pandangan ini juga keliru. Yang namanya delik formil memang tidak menunggu akibat perbuatan seperti halnya dalam kasus pembunuhan sebagai delik materil misalnya.
Lagi pula penyebaran hoax secara sadar di depan umum sudah pasti tidak asal dilontarkan tanpa maksud. Di balik penyebaran hoax pasti terkandung tujuan jahat, merusak, seperti disebutkan di depan.
Contoh Hoax dan keputusan Prabowo
Bayangkan saja betapa besarnya resiko yang bisa muncul apabila ada yang mengumumkan di radio, TV, atau media cetak dengan mengatakan Pesawat X dari perusahaan Y dengan nomor penerbangan 000 yang take off pada pukul sekian, Jatuh di Perairan Jawa. Seluruh penumpang tidak ada yang selamat.
Atau misalnya ada orang iseng menyebar hoax di berbagai media sosial dengan mengatakan bahwa seluruh jalur kereta api dari Jakarta ke arah Timur ditutup untuk jangka waktu yang tidak diketahui karena sejumlah rel rusak berat diterjang banjir bandang di beberapa tempat. Keputusan ini ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan surat nomor xxx, dan beralaku mulai hari ini tanggal sekian, pukul sekian.
Penyebar hoax semacam itu jelas bisa segera diciduk oleh Polisi. Pasalnya, selain menyesatkan, juga bisa menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Membuat masyarakat, khususnya yang berkepentingan, bisa stress atau mungkin ada yang meninggal karena keterkejutan hebat dan tiba-tiba.
Harap diingat bahwa pelanggaran terhadap Pasal 14 UU No. 1 Tahun 1946 diancam pidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Sedangkan pelanggaran terhadap Pasal 28 Ayat (2) diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah (Vide Pasal 45 A, ayat (2) UU ITE).
Bagi Prabowo, tentu saja besarnya denda tidak masalah. Dari hasil usaha besarnya, denda sebesar itu tidak ada apa-apanya. Namun, dengan ancaman pidana 10 (sepuluh) tahun atau 6 (enam) enam tahun, tentu Prabowo terganjal berpolitik. Termasuk untuk berlaga lagi pada Pilpres 2024-2029 yang akan datang.