Mengagetkan! Kivlan Zen ternyata "bertobat". Tidak garang dan meledak-ledak seperti biasanya. Suaranya lembut, ramah, dan tatapan matanya bersahabat. Namun yang lebih penting, ia sudah balik kanan. Mengambil arah berlawanan dengan menolak jalan ngawur Prabowo terhadap hasil Pemilu.
Penegasan itu diperlihatkan Kivlan dalam pemeriksaannya selama 14 jam di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus Eggi Sudjana, Kamis, 16 Mei sekitar pukul 11.00 Wib sampai pagi 17 Mei. (detik.com)
Mengapa Kivlan tiba-tiba berbalik? Apakah takut dicokok dengan pasal-pasal makar seperti dikenakan kepada Eggi? Mungki saja ya, mungkin juga bukan.
Yang bisa dipastikan ialah bahwa Kivlan sudah melakukan perenungan terhadap banyak hal. Mulai dari dirinya sendiri yang sudah sepuh dan pensiunan TNI, hubungannya dengan negara, resiko-resiko yang dihadapi kalau terus bersekutu dengan gagasan people power Amien Rais, Rizal Ramli, Prabowo, dan para pecundang dalam kubu Paslon 02.
Sangat mungkin ia diingatkan oleh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit ABRI (TNI) yang pernah diikrarkannya ketika diterima menjadi anggota TNI. Tujuh poin dalam sapta marga dan lima poin janji prajurit barangkali mengiang keras di lubuk hati, dan mendesaknya untuk kembali ke jalan yang benar.
Mendukung NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, membela kejujuran, kebenaran, keadilan, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa, adalah beberapa pokok ikrar yang sudah lama mengendap di alam bawah sadar Kivlan, lalu ramai-ramai memberontak, memaksa masuk ke alam sadar Kivlan.
Kemungkinan besar pemberontakan ikrar ituah yang membuat Kivlan terperanjat. Membuat naluri kemiliteran yang masih mengalir dalam darahnya memaksanya berbalik arah secara spontan.
Mengingatkan Prabowo
Setelah diperiksa selama 14 jam, Kivlan tampak segar. Raut wajahnya bersinar membersitkan cahaya optimisme. Ia berkesimpulan bahwa tidak ada gunanya berbuat yang aneh-aneh. Ia berharap agar Prabowo plus para pendukungnya menghargai, menerima, dan mengakui kebenaran proses perhitungan suara di KPU.
Siapa yang nantinya menang, entah Paslon 01 maupun 02, perlu diterima sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pun kalau tidak diterima, perlu disanggah melalui jalur hukum.
Ia mengaku bahwa sebagai warga negara perlu memerjuangkan keadilan dan kebenaran. Namun, dalam perjuangan itu jangan ngawur. Harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
Disadari entah tidak, diakui atau tidak, sikap tersebut dialamatkan kepada Prabowo dan kubu Paslon 02. Ia mengingatkan sekaligus mengajak Prabowo bertobat. Jangan mau dikekang. Perlu segera melepaskan diri dari cengkeraman pikiran keliru para pendukung.
Tidak itu saja. Teman-teman lain juga turut diajak Kivlan. "... Saya juga menyerukan kepada yang berpikir sama dengan saya, saya sampaikan mari kita sesuaikan diri dengan UU dan keputusan sesuai dengan UU yang berlaku," ujarnya di depan wartawan. (detiknews)
Kivlan mengingatkan Prabowo bahwa cara-cara yang selalu digaungkan para pendukung ngawur bukanlah jalan yang patut ditempuh oleh siapa pun. Juga oleh pensiunan TNI. Selain melawan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, sekaligus melawan negara yang mereka bela mati-matian waktu di TNI.
Mungkin saja Prabowo menilai sikap Kivlan sebagai pengkhianatan pada dirinya. Namun, Prabowo perlu ingat bahwa tidak semua orang yang mengaku teman, yang selalu menempel dirinya dalam serangkaian proses Pemilu, adalah sahabat baik, sahabat sejati.
Sahabat sejati adalah orang yang turut berbahagia di saat sahabatnya mendapatkan kebahagiaan dan yang berani menegur dan memberikan nasehat di saat sahabatnya melakukan kesalahan.
Kivlan mengingatkan bahwa menolak hasil Pemilu dengan melawan hukum adalah keliru. Resikonya sangat besar. Bukan saja soal pidana penjara bertahun-tahun. Atau tenggelamnya  nama baik yang telah dibangun bertahun-tahun sebagai prajurit TNI di bawah tumpukan catatan buruk.
Yang lebih utama ialah bangsa dan negara kita rusak. Rakyat yang tak berdosa bisa menjadi korban sia-sia.
Pilihan bagi PrbaowoÂ
Kalau benar ada kecurangan, jangan hanya orasi. Tunjukan bukti akurat. Jangan kengawuran BPN yang menyebut adanya penggelembungan suara di berbagai tempat terus diulang tanpa bukti.
Jangan gara-gara adanya peningkatan partisipasi pemilih di Jatim umpamanya, BPN lalu bilang ada penggelembungan suara. Kenyataannya bukan begitu. Pemilih yang berpartisipasi saat Pilkada Jatim memang hanya 20 juta orang, tetapi pada Pemilu 2019 meningkat menjadi 24 juta orang. Jangan disalahartikan bahwa kenaikan partisipasi pemilih yang empat juta itu sebagai penggelembungan suara. Itu menyesatkan rakyat.
Padahal keadaan yang sama terjadi juga di Medan. Tingkat partisipasi masyarakat saat Pilkada di Medan hanya 26 persen, sedangkan saat pilpres mencapai 80 persen. Tetapi BPN tidak memermasalakan karena di daerah itu Paslon 02 menang. (Kompas.com)
Penyesatan seperti itulah yang diingatkan Kivlan. Ia berharap agar Prabowo tidak membiarkan dirinya dikibuli terus-menerus. Sekarang Prabowo tinggal pilih. Mau tetap berjalan dengan mata tertutup menuju jurang atau berjalan dengan mata terbuka lebar sehingga tak tersandung batu, terserah Prabowo.
Yang jelas, tugas Kivlan sudah selesai. Sebagai sahabat sejati ia telah menegur dan mengajak Prabowo bertobat. ***
Artikel terkait:
Pak Prabowo, Sudahlah, Jangan Mau Dikibuli!
Selamatkan Prabowo dari Cengkeraman para Pecundang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H