Siapa pun yang menghendaki suasana tenang, damai, rukun dalam menjalankan hidup, bisa dipastikan tidak pernah setuju, apalagi menghendaki izin FPI diperpanjang.
Alasannya sangat simpel. Pertama, organisasi ini tidak memiliki tujuan baik untuk memerjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan NKRI berdasarkan idologi Pancasila dan UUD 1945. Perjuangannya bukan itu. Malahan merontokkan, mengobrak abrik, dan menghancurkannya dengan cara mengganti ideologi negara dengan syariah Islamiah. Ini sama dan sebangun dengan perjuangan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang sudah dibubarkan itu.
Hal ini dapat dilihat dari poin-poin anggaran dasar FPI yang diwartakan radarkotanews beberapa waktu lalu. Di antaranya, ialah mendukung perjuangan penegakan Khilafah Islamiyyah dan menolak pemimpin non muslim karena dinilai telah merupakan kewajiban agama.
Pandangan tersebut didasarkan pada acuan FPI dalam kehidupan, termasuk hidup berbangsa dan bernegara. Satu, meyakini bahwa Agama Islam adalah Aqidah, Syariat dan Akhlaq; Dua, taat kepada Allah SWT bersifat mutlak, sehingga apa saja yang ditetapkan Allah SWT wajib dipatuhi tanpa sedikit pun keraguan; Tiga, ketaatan kepada Rasulullah SAW juga bersifat mutlak, sehingga apa saja yang ditetapkan Rasulullah SAW wajib dipatuhi tanpa sedikit pun keraguan; dan Empat, taat kepada Ulama dan Umara bersifat Muqoyyad yaitu terikat kepada Taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Antara lain implikasinya ialah FPI menolak sistem demokrasi dan kesetaraan gender karena dinilai tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Keyakinan dan ketaatan terhadap hal-hal di atas tentu saja tidak salah. Diterima oleh umat Islam lainnya. Ia menjadi masalah, dipersoalkan, karena FPI menjadikannya acuan satu-satunya dalam menjalankan kehidupan bersama dalam masyarakat yang majemuk.
Memerjuangkan hal tersebut dalam negara yang masyarakatnya majemuk pasti berimplikasi pada pemaksaan, kekerasan, dan akhirnya berujung pada pertengkaran, bahkan perkelahian dan perang terhadap sesama anak bangsa sendiri.
Nyaris selalu berwarna kekerasan
Kedua, aksi-aksi anggota FPI sejak ia berdiri tahun 1998 nyaris selalu diwarnai dengan kekerasan terhadap siapa pun yang dinilainya tidak sesuai dengan garis perjuangannya, baik fisik maupun narasi.
Kalau ada yang mau membuat tabel dengan menjejerkan daftar tindakan yang dapat dikategorikan baik, membangun kehidupan bersama, menolong sesama, menegakkan keadilan dan kebalikannya, maka kesimpulan yang dapat ditarik hanya satu: FPI tidak membawa kebaikan bagi bangsa dan negara selain diri mereka sendiri.
Sebutlah misalnya aksi mereka pada SI MPR 13 November 1998. Pada saat itu, mereka mendesak MPR mencabut Pancasila sebagai ideologi satu-satunya dan tiga hal lainnya. Hal yang sama dilakukan pada tanggal 10 dan 27 Agustus 2000. Diawali  dengan Surat Pernyataan tentang Maklumat Pengembalian Piagam Jakarta oleh DPP FPI, 10 Agustus, disusul aksi tanggal 27 Agustus menuntut MPR/DPR agar mengembalikan Pancasila sesuai dengan Piagam Jakarta.