Batalnya demo yang direncanakan Eggi Sudjana (ES) dan Kivlan Zen (KZ), 9 Mei 2019, jam 13.00 wib, mungkin merupakan bukti bahwa ungkapan "Harimau mengaum tanda tak menerkam", benar adanya.
Saat mencari mangsa, harimau, singa, dan binatang buas lainnya, biasanya diam-diam. Berjalan mengendap-endap, menunduk, seraya mengamati mangsa dan mengikutinya sangat hati-hati. Pada jarak dan saat tepat, mereka lansung lari melesat bak peluru menerkam mangsa. Umumnya, sukses. Satu dua saja yang bernasib baik, yang terlepas dari terkaman harimau maupun singa.
Bagaimana dengan ES dan KZ? Tentu saja beda. Pertama, ES dan KZ bukan harimau. Sudah pasti naluri yang dimiliki tidak sama dengan harimau maupun singa. Kendati bicaranya selalu keras dan tajam setajam belati, mereka toh manusia yang masih dikendalikan nalar dan moral.
Di sinilah perbedaanya dengan harimau dan singa. Naluri binatang buas itu tampak lebih akurat dalam melakukan perhitungan.
KZ dan ES tentu punya naluri juga. Cuma yang lebih dominan adalah nalarnya. Nalar inilah yang memaksa mereka hati-hati. Berhitung sebelum bertindak.
Ketika memikirkan berbagai kemungkinan akibat yang mungkin muncul, mereka pasti berpikir dua tiga kali. Entah tentang respon masyarakat sekitar, termasuk Polri dan TNI, maupaun tindakan selanjutnya atas respon tersebut apabila memaksa diri meng-geruduk, menyeruduk, kantor KPU dan Bawaslu.
Berdasarkan pertimbangan itu, mereka mungkin berpikir lebih baik niat demo diurungkan dulu.
Kedua, ES dan KZ tengah menerapkan strategi perang. Lempar bom pancingan dulu untuk mengetahui respon pihak lawan. Kalau lawan dinilai panik, mereka baru muncul untuk melakukan serangan. Jika tidak, lawan tenang, tampak siap, maka lebih baik diam dulu, berhitung lagi untuk mematangkan rencana.
Tampaknya, itulah yang terus diamati KZ dan ES ketika kerumunan massa yang memasuki halaman gedung Bawaslu kemarin, tapi diusir oleh Polisi karena tidak memiliki surat izin (tepatnya surat pemberitahuan) demo.
Sebagai orang yang kenyang pengalaman di bidang kemiliteran, KZ sangat paham strategi. Jabatannya terakhir ialah Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI setelah mengemban lebih dari 20 jabatan yang berbeda, sebagian besar di posisi komando tempur. Pernah bertugas di Timor Timur dulu dan pada tahun 2016 yang lalu KZ-lah yang memimpin pasukan sekaligus negosiator penting yang berhasil membebaskan 18 Warga Negara Indonesia dari penyanderaan yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Ketiga, setelah merasa matang dengan perhitungan KZ dan ES bertindak. Ini sudah dijanjikan ES sebagaimana diwartakan banyak media.
"Besok (berarti hari ini, Jumat, 10 Mei 2019) insyaallah mulai dari (Masjid) Istiqlal. Mudah-mudahan ke dua tempat itu (KPU dan Bawaslu)," kata Eggi usai mencoba menggelar aksi namun gagal di depan Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Mei 2019 (CNN).
Menurutnya, demo yang akan digelar bertujuan untuk menegur Bawaslu karena sampai sekarang tidak  mendiskualifikasi capres 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. ES dan KZ tampak gerah melihat sikap Bawaslu yang tidak segera memenuhi permintaan mereka. Sebab dengan mendiskualifikasi Paslon 01, dengan sendirinya jago mereka, Paslon 02 bisa melenggang mulus menduduki kursi panas Presiden selama lima tahun.
Kata kunci pembatas
Apakah itu salah? Jelas tidak. Penyampaian pendapat boleh. UU N0 9 Tahun 1989 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum  memberikan perlindungan terhadap kegiatan itu. Jangankan ES dan KZ, siapa saja boleh menyampaikan pendapat, entah dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, pamflet.
Entah disampaikan langsung kepada sasaran maupun dengan orasi atau teriak-teriak, juga boleh. Entah dengan berjalan kaki, merangkak, atau melompat-lompat atau berguling-guling di jalan, tanah, semua boleh sepanjang tidak mengganggu kepentingan dan hak orang lain, yang tak berkepentingan dengan urusan demo.
Yang harus diingat ES dan KZ adalah kata kunci dalam UU No 9 tersebut: hanya "menyampaikan pendapat" di muka umum. Inilah batasan tindakan yang boleh, legal, dan dilindungi hukum. Di luar itu, pasti dilarang, bahkan mungkin dapat dikategorikan melawan hukum.
Itu artinya begitu ES dan KZ menyampaikan teguran atau apa pun isi hatinya kepada Bawaslu, KPU, atau pemerintah berdasarkan batas itu, maka mereka harus berhenti. Sebab tujuan mereka sudah tercapai.
ES dan KZ Jangan sampai mengatur tindakan Bawaslu maupun KPU. Sebab, hal itu bukan bagian dari tujuan demo.
Jika ES dan KZ beserta kelompoknya sampai memaksa Bawaslu, berarti mereka memaksakan kehendak. Memaksa orang atau lembaga untuk mengikuti kemauan sendiri. Tindakan seperti ini termasuk tindak pidana.
Bila tindakan itu merampas kemerdekaan pejabat Bawaslu untuk menentukan tindakan atau memaksa mengikuti permintaan pendemo di bawah ancaman, KZ dan ES bisa dikategorikan melanggar Pasal 333, angka 1,2,3, dan 4 KUHP. Ancamannya ialah pidana penjara paling lama delapan tahun. Jika mengakibatkan luka-luka, maka ancanamannya sembilan tahun penjara, bahkan bisa lebih kalau mengakibatkan kematian.Â
Pemaksaan juga melanggar ketentuan Pasal 6, 7, UU No 9 tahun 1989. Sanksinya sudah diatur pada Pasal 16 dan 17. Bahkan bisa dikategorikan  melanggar ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tentang salah satu hak asasi manusia.
Inilah yang perlu diingat Eggi dan Kivlan. Jangan gara-gara terlalu bersemangat mendiskreditkan kemenangan Paslon 01, lalu tutup mata dan bertindak ngawur. Kivlan yang pernah menjadi orang penting di TNI, jangan menghabiskan hari tua dengan tindakan-tindakan tak terpuji. Eggi yang paham hukum, jangan jadi pelopor merusak hukum. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H