Penurunan umur saat meninggal adalah sebuah fakta bahwa perkawinan sedarah menurut pengetahuan (biologi) menjelaskan bahwa ; (a) pertemuan gen antara unsur lemah bertemu unsur lemah atau unsur dominan bertemu dominan, (b faktor resesif kemungkinan bertemunya lebih tinggi, karena satu garis yang bisa menyebabkan cacat pada anak yang diturunkannya, sumbing, cebol, idiot, lumpuh, dan penyakit bawaan lainnya. Keturunan hasil inses memiliki risiko gangguan secara genetic dimana persentase anak lahir cacat tinggi. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya frekuensi homozigot dimana anak lahir dengan dua alel dari gen yang sama dan menghasilkan mutasi gen resesif. Dalam populasi kecil gen resesif biasanya menjadi pemicu anak lahir cacat serta meninggal sedangkan populasi besar membawa gen cacat dan survive serta kawin  serta menghasilkan tingkat cacat lahir yang lebih konstan.
Studi menujukan bahwa keturunan inses mempresentasikan gangguan resesif autosomal yang diketahui, 16,0% Malformasi bawaan, 11,7% kekurangan intelektual nonspesifik yang parah dan 14,6% gangguan intelektual ringan (Bennett dkk., 2002). Di Eropa dan Jepang, misalnya, frekuensi perkawinan sepupu pertama di antara orang tua dari individu yang terkena dengan sifat resesif seperti Albinisme, fenilketonuria, ichthyosis kongenital dan microcephaly jauh lebih tinggi daripada frekuensi perkawinan sepupu pertama pada populasi umum yang sesuai (Bodmer dan Cavalli-Sforza, 1976).
Efek genetic perkawinan sedarah dari pada dasarnya inbrida individu akan lebih sering mewarisi gen dari masing-masing orang tua dari nenek moyang yang sama. Perkawinan sedarah meningkatkan jumlah homozigositas sehingga sifat resesif seperti banyak kelainan genetic manusia terjadi dengan frekuensi pada keturunan pasangan consanguineous.
Keturunan orang tua consanguineous beresiko baik untuk resesif autosom monogenic gangguan dan untuk kondisi dengan pewarisan multifaktor. Â Selain itu, ada kemungkinan bahwa kedua anggota pasangan akan membawa varian resesif apapun yang ditransmisikan dalam keluarga mereka, dan ini akan terwujud dalam keadaan homozigot pada anak.Â
Secara umum, keturunan dari pasangan consanguineous juga meningkatkan morbiditas dan medis yang signifikan seperti masalah malformasi mayor, anomali kongenital dan cacat lahir struktural. Selanjutnya, dikaitkan dengan kerentanan terhadap sejumlah kompleks penyakit seperti penyakit jantung, kanker, depresi, asam urat, tukak lambung, skizofrenia, epilepsy dan asma. Consanguinity juga telah terbukti menjadi faktor risiko infeksi oleh beragam patogen yang bertanggung jawab atas sejumlah penyakit menular manusia (Alvarez dkk., 2011).
Persentase dan kualitas cacat bawaan pembawa gen resesif autosomal dapat dijelaskan seperti berikut ; Misalnya penyakit Brakidaktili Kakek dan Nenek normal homozigot. Apabila seseorang mengawini saudara kandung (perhatikan penjelasan berikut).
ACBc>
AAC Â Â = Â Â Â Â Â 25 Â Â Â Â % Â Â Â Â Perempuan normal
ACAc  =     25     %     Perempuan normal carier
ACBc  =      25     %     Laki-laki normal carier
AcBc  =      25     %     Laki-laki kena penyakit Brakidaktili