Oleh : Yostan A. Labola
Berdasarkan data yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009). Data lain tahun 2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000 menyandang spektrum Autisme (klinikautisme.com). Simpang siurnya data terkait penyandang autisme di Indonesia memerlukan peran serta seluruh lembaga (baik swasta dan pemerintah), keluarga dan masyarakat sehingga terdata dan diupayakan penanganan.
Bagi orang tua kehadiran seorang anak adalah anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa, terkecuali bagi beberapa orang dengan berbagai alasan yang tidak pasti. Anak menjadi berkat Sang Pencipta, sehingga kehadirannya sangat diharapkan oleh orang tua berada dalam kondisi yang sehat. Dalam realita kehidupan ini, harapan tersebut, bagi beberapa orang tua tidak tercapai. Hal ini dikarenakan ada anak yang lahir dengan berbagai kebutuhan khusus, contohnya anak dengan autism.
Autism merupakan bagian dari Autisme Spectrum Disorders (ASD), merupakan gangguan perkembangan pada anak dan merupakan satu dari 5 (lima) jenis gangguan Pervasive Development Disorder (PDD). Gangguan atau masalah yang dialami oleh anak dengan autism biasanya mengalami keterlambatan di bidang kognitif, bahasa, perilaku dan dalam berinteraksi sosial.
Kelainan ini diakibatkan oleh factor neurobiologis yang dapat di deteksi pada anak di bawah 3 tahun(Damasio dan Maurer, 1978 ; Cortesi dkk, 2010). Di Negara tercinta Indonesia, data BPS (2015) melaporkan bahwa pada tahun 2015 memiliki penduduk mencapai 254,9 juta jiwa. Ini menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan populasi penduduk ke-4 (empat) dunia. Apalagi proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap penduduk Indonesia tahun 2010-2035 dari data sensus tahun 2010 mengalami peningkatan yang sangat luar biasa (lihat gambar 1 dan gambar 2). Dari data populasi penduduk Indonesia, tidak menutup kemungkinan anak dengan autism pun semakin banyak.
Data terkait prevalensi autisme di Indonesia belum akurat namun depkes.go.id dan klinik autism.commemperkirakan terjadi peningkatan. Pada kenyataannya kasus autisme tidak seheboh kasus-kasus lain terkaitkesehatan namun sangat penting untuk diantisipasi karena pada penyandang autismehanya bisa ditangani melalui terapi atau pengobatan intensif dan termasukkategori yang tidak bisa disembuhkan. Melalui kajian ini, penulisingin menginformasikan bahwa betapa pentingnya mengantisipasi anak denganautism sejak dini sehingga diupayakan penanganannya.
Prevalensi Autisme di Indonesia
Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat (2008) melaporkan bahwa perbandingan autisme pada anak 8 tahun terdiagnosa 1:80. Berdasarkan data yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009).
UNESCO pada tahun 2011 merilis penyandang autisme mencapai 35 juta jiwa di dunia. Pada tahun 2010, diperkirakan penyandang autisme di Indonesia mencapai 112 ribu pada anak antara  usia 5-19 tahun (www.cnnindonesia.com).
Kompas (2012) mengatakan bahwa penyandang autisme mengalami peningkatan dan pada anak laki-laki penyandang autisme lebih tinggi daripada anak perempuan (Kompas, 2014). Sangat disayangkan simpang siurnya data terkait penyandang autisme di Indonesia. Data lain tahun 2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000 menyandang spektrum Autisme (klinikautisme.com).