Mohon tunggu...
Yostan Absalom Labola
Yostan Absalom Labola Mohon Tunggu... Guru - Sederhana

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Data Anak Autisme Belum Akurat?

10 April 2017   15:49 Diperbarui: 25 Juni 2017   16:31 12282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh : Yostan A. Labola

Berdasarkan data yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009). Data lain tahun 2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000 menyandang spektrum Autisme (klinikautisme.com). Simpang siurnya data terkait penyandang autisme di Indonesia memerlukan peran serta seluruh lembaga (baik swasta dan pemerintah), keluarga dan masyarakat sehingga terdata dan diupayakan penanganan.

Bagi orang tua kehadiran seorang anak adalah anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa, terkecuali bagi beberapa orang dengan berbagai alasan yang tidak pasti. Anak menjadi berkat Sang Pencipta, sehingga kehadirannya sangat diharapkan oleh orang tua berada dalam kondisi yang sehat. Dalam realita kehidupan ini, harapan tersebut, bagi beberapa orang tua tidak tercapai. Hal ini dikarenakan ada anak yang lahir dengan berbagai kebutuhan khusus, contohnya anak dengan autism.

Autism merupakan bagian dari Autisme Spectrum Disorders (ASD), merupakan gangguan perkembangan pada anak dan merupakan satu dari 5 (lima) jenis gangguan Pervasive Development Disorder (PDD). Gangguan atau masalah yang dialami oleh anak dengan autism biasanya mengalami keterlambatan di bidang kognitif, bahasa, perilaku dan dalam berinteraksi sosial.

Kelainan ini diakibatkan oleh factor neurobiologis yang dapat di deteksi pada anak di bawah 3 tahun(Damasio dan Maurer, 1978 ; Cortesi dkk, 2010). Di Negara tercinta Indonesia, data BPS (2015) melaporkan bahwa pada tahun 2015 memiliki penduduk mencapai 254,9 juta jiwa. Ini menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan populasi penduduk ke-4 (empat) dunia. Apalagi proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap penduduk Indonesia tahun 2010-2035 dari data sensus tahun 2010 mengalami peningkatan yang sangat luar biasa (lihat gambar 1 dan gambar 2). Dari data populasi penduduk Indonesia, tidak menutup kemungkinan anak dengan autism pun semakin banyak.

4-594f811554610c712d245ec3.png
4-594f811554610c712d245ec3.png
5-594f81602670d45141097332.png
5-594f81602670d45141097332.png
Gambar 1 dan 2. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Berdasarkan Sensus Tahun 2010, sumber data:BPS


Data terkait prevalensi autisme di Indonesia belum akurat namun depkes.go.id dan klinik autism.commemperkirakan terjadi peningkatan. Pada kenyataannya kasus autisme tidak seheboh kasus-kasus lain terkaitkesehatan namun sangat penting untuk diantisipasi karena pada penyandang autismehanya bisa ditangani melalui terapi atau pengobatan intensif dan termasukkategori yang tidak bisa disembuhkan. Melalui kajian ini, penulisingin menginformasikan bahwa betapa pentingnya mengantisipasi anak denganautism sejak dini sehingga diupayakan penanganannya.

Prevalensi Autisme di Indonesia

Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat (2008) melaporkan bahwa perbandingan autisme pada anak 8 tahun terdiagnosa 1:80. Berdasarkan data yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009).

UNESCO pada tahun 2011 merilis penyandang autisme mencapai 35 juta jiwa di dunia. Pada tahun 2010, diperkirakan penyandang autisme di Indonesia mencapai 112 ribu pada anak antara  usia 5-19 tahun (www.cnnindonesia.com).

Kompas (2012) mengatakan bahwa penyandang autisme mengalami peningkatan dan pada anak laki-laki penyandang autisme lebih tinggi daripada anak perempuan (Kompas, 2014). Sangat disayangkan simpang siurnya data terkait penyandang autisme di Indonesia. Data lain tahun 2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000 menyandang spektrum Autisme (klinikautisme.com).

Data BPS menunjukkan bahwa persentase usia anak antara (0-14) tahun (lihat gambar 3) masih sangat tinggi dan diprediksi ada banyak anak dengan kebutuhan khsusus. Karena itu, sudah seharusnya menjadi perhatian serius dalam mendata anak dengan autism.

6-594f824fc22a1e50be01f762.png
6-594f824fc22a1e50be01f762.png
                                                                                               Gambar 3. Proyeksianak usia 0-14 tahun, sumber : BPS

Penyebab dan Penanganan Autisme

Penyebab autisme menurut beberapa penelitan yaitu, (a), kerusakan jaringan otak yang terjadi sebelum 20 hari pada saat pembentukan janin (Rodier dkk, 1996 ; Rodier, 2002), (b) bagian otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi lebih kecil dari pada anak normal (Minshew dan Goldstein, 1998 ; Minshew dkk., 2005) dan (c) infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam berat, zat aditif (MSG, pengawet, pewarna) dan obat-obatan lainnnya, tumbuhnya jamur berlebihan di usus anak akibat pemakaian antibotika yang berlebihan menyebabkan kebocoran usus dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten (Handjono, 2004)

Secara neurobiologis diduga terdapat tiga tempat dan mekanisme berbeda yang dapat menyebabkan autisme yaitu, (a) gangguan fungsi mekanisme kortikal menyeleksi atensi (b) Gangguan fungsi mekanisme limbic (c) Gangguan pada proses informasi oleh korteks asosiasi dan jaringan pendistribusiannya (Handojo, 2004). Widyawati (1997) mengemukakan beberapa teori penyebab autisme antara lain ; (a) teori psikososial, (b) teori biologis dan (c) teori imunologi dan (d) infeksi virus

Studi terbaru tentang penyebab autisme mengatakan bahwa penyebab autisme adalah faktor kecenderungan yang dibawa oleh faktor genetic namun penelitian lebih jauh terkait kromosom yang membawa sifat autisme belum terjawab. Saat ini, penelitian terkait berasumsi bahwa autisme lebih cenderung terjadi pada anak laki-laki karena perempuan mampu bertahan terhadap mutasi sehingga memengaruhi perkembangan mentalnya.

Menurut Noviza (2005) beberapa metode penanganan terhadap penyandang autisme dilakukan melalui ; (a) metode terapi applied behavioral analysis (ABA), (b) metode terapi teacch, (c) terapi perilaku (terapi okuvasi dan terapi wicara), (d) terapi biomedik, (e) terapi fisik, (f) terapi sosial, (g) terapi bermain (h)  terapi perkembangan, (i) terapi visual, (j) terapi music (k) terapi obat, (l) terapi lumba-lumba, (m) sosialisasi ke sekolah regular dan (n) sekolah pendidikan khusus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun