Pada intinya, pembebasan dari kemiskinan adalah upaya mengembalikan manusia pada kodratinya sebagai manusia yang berdaulat dan membangun jaringan yang mampu memperkuat diri dan kelompoknya dalam konteks membangun collective action sebagai daya tawar terhadap struktur yang timpang. Seperti yang Sajogyo (2006) sarankan pada kasus agraria yakni mengembalikan kedaulatan atas tanah pada petani kecil, reforma agraria adalah mutlak agar petani dapat berdaulat, berserikat membangun fondasi pranata ekonomi berbasis lokal dan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan politik (ibid hal. 283-291)
Hal inilah yang harus dilakukan untuk memutus mitos siklus kemiskinan agar proses transformasi desa dapat terwujud. Untuk mewujudkan itu terdapat beberapa agenda menuju sebuah perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud di sini adalah perubahan pada struktur dan fungsi masyarakat (Davis dalam Martono, 2014). Perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan juga menjadi media bagi perubahan sosial dan di dalam lembaga ini terdapat nilai-nilai, sikap dan pola perilaku. Menurut Harper (1989) terjadinya perubahan sosial menuju struktur yang membebaskan ini terdiri dari beberapa tipe: (a) perubahan dalam personal sehubungan perubahan-perubahan peran; (b) perubahan dalam cara bagian-bagian struktur sosial berhubungan seperti alur kerja; (c) perubahan di fungsi-fungsi struktur; (d) perubahan dalam hubungan struktur yang berbeda; (e) munculnya struktur baru.Kelima poin ini merupakan salah satu upaya untuk keluar dari struktur yang selama ini menindas. (Martono, ibid)
Kesimpulan
Inti dari artikel di atas adalah bahwa kemiskinan yang terjadi saat ini bukanlah diakibatkan dari tindakan dan perilaku masyarakat melainkan dipengaruhi oleh struktur sosialnya yang tidak adil dan mengakomodasi ketimpangan. Kemalasan bukanlah penyebab kemiskinan namun tiadanya akses dan jaringan serta lemahnya kelembagaan, maka kelembagaan yang kuat menjadi modal untuk bebas dari struktur penindasan selama ini.
Maka ketika seseorang lahir, ia bisa jadi mewarisi kemiskinan orang tua atau kakeknya namun ia berkesempatan untuk keluar dari isolasi dan situasi penindasan asal memiliki kapasitas institusi yang cukup untuk melakukan collective action dan bargaining dengan pihak yang lebih kuat. Saat seseorang mati masih miskin, ia telah gagal membangun struktur kelembagaan sosialnya namun bagi yang masih hidup tetap berkesempatan untuk mengembangkam kelembagaan baru, bisa jadi sebuah koperasi yang dibangun oleh sebuah jaringan yang berbasis trust dari masing-masing anggotanya atau sebuah gerakan sosial baru berbasis kemasyarakatan.
Daftar Pustaka:
Martono, Nanang (2014) Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern dan Poskolonial. Rajawali Pers: Jakarta
Payne, Ruby (2005). A Framework for Undertanding poverty (4h edition). Highland TX: aha! Process. Inc
Purwandari, Heru. (2011) Respon Petani terhadap Kemiskinan Struktural. J-SEP Vol 5 No. 2. Fakultas Ekologi Manusia: Bogor
Sajogyo (2006) Ekososiologi: Deideologisasi Teori RestrukturisasinAksi: Petani dan Perdesaan sebagai kasus Uji. Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas: Yogyakarta
Soetrisno, Lukman (2002) Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis. Kanisius: Yogyakarta
Soedjatmoko (1983) Dimensi Manusia dalam Pembangunan: Pilihan Karangan. LP3ES: Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H