Mohon tunggu...
Yoppie Christ
Yoppie Christ Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB, Peneliti di Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB

orang kecil yang terlambat belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kado untuk Malaikatku

24 Januari 2012   22:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah anugerah besar kudapatkan entah dari mana ketika pada hari itu seorang malaikat cantik ada di sampingku dalam balutan warna biru, wajahnya bening dengan mata yang penuh binar menatapku dalam tanpa kata-kata, seberkas merah muda tipis yang ada di atas bibirnya tertarik untuk waktu yang lama tak hendak berhenti tersenyum, menungguku untuk mengatakan ikrar suci dalam prosesi ini. Di depan kami, seorang petugas kantor sedang berbicara mengenai sesuatu tentang prosesi ikatan pernikahan, sesekali bicara dengan kedua orang saksi di kiri dan kanan kami entah tentang apa, maaf..aku tak lagi memperhatikannya. Aku tak hendak melepaskan pikiran dan mataku dari wajah bahagia di sampingku. Nadia. Dua tahun yang lalu di suatu tempat yang membosankan di kota yang penat ini.

Lalu apa yang telah kuberikan pada malaikat itu selama dua tahun ini? Rasanya aku pun sudah lupa apakah aku pernah memberikan sesuatu baginya karena ia tak pernah meminta.. Malaikat itu masih memiliki senyum manisnya dalam semua keadaan, riang selalu ketika aku membutuhkan penghiburannya, dan melayaniku dengan seluruh apa yang ia punya. Satu hal yang aku tak pernah tanyakan, apa kah yang ada dalam hatinya?

-------------------

Selepas pernikahan itu, kami memiliki bulan madu yang sangat romantis menurutku meskipun tak lama karena aku harus kembali bekerja. Tapi setahuku itu adalah terakhir aku melihat dia begitu dekat denganku dan begitu bahagia. Ia tetap tak pernah meminta apapun,tak pernah menolakku, ia melakukan apa aja dan semua dilakukan dengan ketulusan. Di mataku ia begitu tulus, tapi sedalam apa hatinya aku tak tahu, jikapun ia berbohong maka ia adalah aktris yang sangat hebat karena sorot matanya memancarkan keikhlasan, bahkan setiap getar bibir, hembusan nafasdan tarikan tubuhnya saat kami bersama menunjukkan bahwa ia begitu dalam menghayatinya. Membuatku untuk sementara merasa menjadi seorang seorang pria sejatikarena mampu membuat seorang perempuan mendapatkan puncak kebahagiaannya, menjadikan aku surga yang utuh baginya, dan hanya baginya.

Aku kembali bekerja di sebuah kantor yang bekerja di bidang periklanan yang cukup besar, bidang yang sangat aku sukai karena periklanan bagiku merupakan persenyawaan antara kepekaan seni, kemampuan memahami orang, dan ketrampilan mengendalikan orang lain. Sungguh dunia yang memabukkanku sejak lama sejak aku kecil yang kala itu begitu terpana ketika melihat sebuah reklame sebuah produk rokok. Pesan dalam reklame itu menjadi model hidupku yang kemudian terbangun bahwa dunia laki-laki identik dengan dunia yangkeras dan kesendirian...wow!Maaf jadi melantur,marikembali ke kantorku! Ruanganku sudah bersih oleh pak Min yang selalu rajin membersihkan kantor sampai sore bahkan ketika aku tak ada, menemui kursiku, menemui staf-stafku , menemui atasanku, meski dengan enggan sebenarnya karena merasa belum cukup menghabiskan waktuku bersama Nadia.

Atasanku dan staf-staf untuk beberapa waktu berbasa-basi dengan menggoda dan mengucapkan selamat atas bulan maduku namun dalam hitungan menit, semua informasi mengenai pekerjaan rumahku yang tertinggal sudah memenuhi kepalaku, belum lagi ditambah dengan kabar dari kawan-kawan komunitasku, sebuah klub pecinta jip, dunia lain yang kumiliki. Semuanya akhirnya bisa merebut perhatianku kembali, dunia yang telah lama kumiliki bahkan sebelum mengenal Nadia. Memacu gairahku untuk tenggelam dalam kesibukan kerja yang memberi kepuasan batin dan kegairahan akan petualangan kembali. E-mail maupun messenger-ku kuaktifkan kembali dan banjirlah semua kawan dengan tantangan-tantangan bergaya laki-laki itu dengan begitu menggiurkannya, dan tak lama aku pun telah menempatkan pekerjaan dan petualangan sebagai duniaku yang utama, sumber eksistensiku, nafsu kelaki-lakianku. Komputer canggih, rencana desain, lobby dan negosiasi, perjalanan antar kota, lumpur, oli, luka berdarah, keringat, perempuan-perempuan petualang , dan agenda-agenda lain telah menungguku, bahkan rasanya hari berlalu terlalu cepat, aku kekurangan waktu untuk menikmati duniaku yang indah.

Aku bertemu Nadia di antara aktivitasku itu, ia tetap tersenyum ikhlas dan tak nampak gusar atau marah. Ia masih memuja dan bangga padaku. Namun sekarang ia telah berani beberapa kali meminta, itupun saat aku pulang ke rumah dalam keadaan segar dan tampak dalam good mood, bagaimana ia tahu itu aku juga tak pernah tahu benar, perempuan memang makhluk mengagumkan bagiku,khususnya Nadia ini. Ia tak pernah tampak lelah meski iapun bekerja selama delapan jam setiap hari, bedanya denganku, ia selalu pulang sore kecuali jika sesekali ada acara kantor di malam hari, itupun ia selalu bilang ke aku. Permintaannya tipikal dan serba remeh temeh, seperti: “Boleh ngga temenin belanja di toko A?” atau “Mau ngga nganter ke rumah temannya, si B?” atau “Boleh ngga ikut jalan-jalan saat komunitas jipku touring” atau “Kapan-kapan makan siang bareng yuk!” atau “Weekend besok di rumah ngga?.” Pertanyaannya seperti itu, dan rasanya kebanyakan jawabanku adalah “Waduh, aku udah ada acara sama teman-teman!”atau “Aku ke luar kota hari itu” atau“Wah ngga usah, ntar susah kamu! Intinya, dunia kami berbeda.Hanya di rumah itu lah dunia kami, antara ruang tamu dan tempat tidur, dimana Nadia tetap hangat padaku, kami masih bisa saling bercengkerama, pun masih bisa aku menggodanya untuk kemudian bercumbu mesra meskipun aku selalu tertidur lebih dahulu setelah bercinta. Nadia tak pernah mengeluh, ia tetap tampak bahagia.

Sampai pada suatu hari aku jadi teringat dan tersadar atas sesuatu yang penting. Seorang stafku perempuan sedang mengobrol dengan staf perempuan lain tentang sebuah hadiah yang akan diberikan pada suaminya di hari jadi pernikahan mereka yang ketujuh..waw ketujuh? Padahal aku yang baru akan dua tahun saja sudah hampir lupa hari jadi pernikahanku dengan Nadia adalah beberapa minggu ke depan. Aku tahu pasti bahwa Nadia pun tak akan bilang sesuatu tentang ini meskipun aku yakin ia ingat. Ia cuma tak hendak meminta. Pada hari itu aku berjanji untuk tak akan melupakan hari itu, dari hati aku bersumpah untuk memberikan sebuah hadiah kecil untuk membalas segala cinta dan ketulusannya selama ini.

--------------

Satu minggu sebelum rabu depan, hari penting itu, aku sudah menyiapkan rencana mencari kado. Nanti malam seusai kantor aku akan mulai mencari hadiah terbaik, tetapi tepat jam empat sore seorang kawan lama baru datang dari Papua tempatnya bekerja dan mengajakku untuk bertemu jam enam sore di sebuah cafe. Kebetulan ia salah satu kawan paling akrab semasa kami bersama. Tentu saja aku tak menolaknya, apalagi ia hanya satu hari di kota ini karena esok ia akan melanjutkan perjalanan ke Bengkulukarena ini adalah tugas kantor. Lagipula kupikir aku masih bisa cari waktu untuk beli hadiah, toh masih seminggu. Maka bertemulah kami, saling cerita, tertawa terbahak-bahak, minumdan makan. Semakin lama terasa semakin menyenangkan sehingga muncullah ide untuk menelpon teman-teman lain untuk join. Kamipun pindah tempat ke sebuah klub malam, bersenang-senang layaknya pesta bujang. Jam dua aku baru pulang, dalam letih, ngantuk,dan sedikit goyang. Nadia sudah tidur kulihat, dan tak lama akupun tertidur, masih dengan kemeja kantor di badanku.

Hari kedua dalam hitung mundurku. Aku berangkat dengan terburu-buru melawan kemacetan kota di rush hour untuk ke kantor. Sebuah rancangan harus diselesaikan. Tapi ada godaan untuk membuka jejaring sosial untuk mengecek apakah ada yang mengajakku atau masuk ke wallku untuk memberi comment atau kabar. Ah bolehlah kupikir..toh cuma sebentar! Ternyata banyak comment masuk, belum lagi permintaan teman. Tergoda aku untuk membuka request dari beberapa orang yang foto profilnya menarik, dengan kata lain..cantik. Masuklah aku ke wall dan profil salah satu dari mereka, lalu foto-fotonya, ternyata ada lebih banyak lagi gambar menarik lain...hhm semakin menggodaku untuk melanjutkan. Akhirnya kamipun berada di ruang chat, ia ternyata memang pribadi menyenangkan dan lucu sehingga chat ini terasa sangat menyegarkan sampai-sampai aku melewatkan makan siang, bahkan aku sama sekali tidak beranjak dari kursiku....sampai jam 5 sore! Itupun kusadar ketika teman-teman kantor mengucap salam..”pulang dulu bro!.” “Sialan, aku belum mengerjakan apa-apa pada desainku!” Maka kutelpon Nadia dan dengan penuh sesal minta maaf karena harus lembur mengejar deadline desain dan memintanya makan malam duluan.

Jumat, deadline..dan desainku belum sempurna. Tak ada chat-chat, tak ada omong kosong lain. Targetku cuma dua yakni desain fix hari ini serta beli hadiah untuk Nadia! Akhirnya jelang tengah hari desain itu selesai dan kukirimkan ke klien. Akhirnya aku bisa keluar mencari hadiah, masuk dari satu toko ke toko lain, dan berakhir dengan tangan hampa. Bukan karena aku tak bisa membeli hadiah terbaik atau yang mahal, melainkan...aku tidak tahu hadiah apa yang akan Nadia sukai! Bahkan aku tidak tahu apa warna favoritnya!!

Hari keempat, habis waktuku untuk googling tentang anniversary gift, tapi rasanya semuanya berlebihan, bahkan bagiku kekanakan. Aku tentu saja tak bisa bertanya pada Nadia karena aku mau memberinya surprise. Mungkin sebaiknya kutanya temannya tentang apa kesenangan Nadia namun kusadar aku tak menyimpan satupun kontak temannya, bahkan lebih buruk lagi, aku tidak tahu siapa temannya! Malam itu kami bersama di rumah, aku mencoba memperhatikan apa yang ia suka tapi ternyata itu sulit kulakukan karena ia hanya melayaniku, jadi aku tak tahu ia suka apa. Kepalaku masih belumbisa berhenti memikirkan kado itu.

Hari kelima, adalah waktunya untuk main lumpur lagi....! Pagi-pagi aku sudah di garasi menyiapkan jipku agar siap tempur dan tidak memalukan di antara kawan-kawan! Acara diadakan di sebuah hutan di kaki gunung di mana lokasinya sangat mendukung untuk garuk menggaruk tanah, berlangsung meriah acara itu, dan gila-gilaan! Aku pulang dengan badan kotor, letih tapi lega karena bisa membalaskan dendamku pada minggu yang melelahkan ini.

Hari keenam bukanlah awal minggu yang menyenangkan, klienku complaint pada desain yang kuajukan dan meminta aku dan timku merevisinya. Sore ini harus sudah disempurnakan atau perjanjian batal. Maka hari ini adalah hari di mana aku memakai kacamata kuda lagi demi deadline deadline deadline!!! Aku pulang dan kembali tertidur dalam letih tak terkira, tanpa makan malam, tanpa ucapan salam dari siapapun, Nadiaku sudah lelap dengan cantiknya di atas ranjang. Maafkan aku sayang!

Hari terakhir sebelum besok. Sambil bekerja tak berhenti aku berpikir apa yang harus kuberikan pada Nadia, sesuatu yang sebanding dengan apa yang dia lakukan. Sampai akhirnya kutemukan ide untuk memberikannya cincin emas putih seperti cincin kawin kami dulu. Semoga jadi pengingat akan peristiwa indah itu. Selain itu cincin itu akan mempercantik jari lembutnya. Yah, itu adalah sesuatu yang pas! Jam enam sore setelah semua beres akupun bersemangatkeluar kantor dan menuju jalan raya. Hujan ternyata, tapi tak jadi halangan bagiku untuk menuju tempat tujuanku. Namunsatu jam kemudian,keadaan berbalik . Hujan bertambah deras, jalanan dilanda banjir besar dan selama dua jam aku baru bisa keluar dari masalah. Satu hal yang tak kupikirkan adalah banjir itu juga menyebabkan toko-toko tutup! Dalam hujan deras, keluar masuk mobil untuk mencaritoko yang masih buka, hasilnya nol karena mereka tutup lebih awal. Dalam dingin dan basah serta kecewa ditambah dengan rasa bersalah yang dalam aku pulang tanpa membawa apa-apa untuk malaikat cantikku di hari pentingnya! Tak pernah aku merasa tertekan seperti ini. Malam itu aku menggigil dan mengigau, dan itu bukan mimpi.

“Selamat pagi suamiku!” adalah kalimat pertama yang kudengar pagi itu, suara yang selama ini selalu menemaniku. Kurasakan aku masih menggigil tapi selimut menutup tubuhku sehingga memberiku rasa hangat mesti tetap demam. Tersadarku akan apa yang mengisi kepala seminggu terakhir ini, dalam rasa bersalah yang besar kupaksakan duduk. Kutatap matanya yang bening, kupeluk tubuhnya dan dengan pelan kuucapkan “maafkan aku Nad aku ga bisa kasih kamu apa-apa di hari jadi kita ini..happy anniversary hunny!”

“Siapa bilang kamu gak kasih apa-apa?” tanya Nadia sambil tersenyum.

“Ada dua hadiah yang kau berikan sayang. Pertama, kamu ingat ini hari kita dan; Kedua, akhirnya hari ini aku bisa melihatmu terbangun di pagi dan rasanya aku juga akan melihatmu tertidur nanti malam. Ini benar-benar hari kita, bukan setengah. Ini hadiah yang sempurna meski dengan cara yang tidak menyenangkan bagimu say...” lanjut Nadia.

“Oh Nadia, Nadiaku...!” kembali kupeluk dirinya dengan erat. (ll)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun