Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Diary

Makmum Misterius di Mesjid Lingke

22 Desember 2022   13:08 Diperbarui: 22 Desember 2022   13:22 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Teuku Nyak Arief Banda Aceh di depan Mesjid Lingke malam hari. Foto: Dokpri.

Kalian pernah menonton film Makmum? Kisah tentang seorang perempuan yang dikejutkan oleh suara sahutan misterius dari sesosok di belakangnya setiap sehabis melantunkan takbir tanda perubahan gerakan dalam sholat. Nah, saya pernah pula mengalami pengalaman misteri serupa, kisahnya begini:

Pada suatu malam, dalam perjalanan pulang mengendarai sepeda motor dari pusat kota Banda Aceh, saya berinisiatif melaksanakan Sholat Isya terlebih dahulu sebelum tiba di rumah. 

Saat itu awal tahun 2006, saya berdomisili di desa Blang Krueng yang terletak 10 kilometer di timur laut Kota Banda Aceh. Ketika melintasi desa Jeulingke, saya mampir di sebuah mesjid yang berada di bahu kiri jalan (sebelah utara). Saya memasuki mesjid lalu memarkirkan sepeda motor di pekarangan samping.

Tempat wudhu berada di pekarangan belakang. Saat berjalan melewati kantor sekretariat di ruang belakang mesjid, saya sempat menoleh ke arah kantor dan melihat ada seorang laki-laki di dalamnya. Saya berpikir mungkin dia adalah marbot mesjid. 

Selesai wudhu, saya menuju pintu untuk masuk ke dalam mesjid. Saat itu saya kembali dengan jelas melihat marbot tersebut di dalam ruang sekretariat mesjid. 

Suasana mesjid sepi. Malam itu hampir pukul 21.30 WIB. Di dalam lampu bercahaya putih bersinar redup. Saya berjalan ke area depan dengan berdiri hampir tegak lurus dengan mimbar. 

Saya melafalkan niat, mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan takbir dan sholat. 

Saat rukuk, saya seperti mendengar suara kain di belakang saya. Saat meletakkan lutut untuk bersujud, saya juga mendengar seperti bunyi lutut yang bersinggungan dengan lantai. Demikian seterusnya, bunyi kepakan kain layaknya gesekan tangan dengan kain, bunyi lutut saat sujud kerap terdengar dari arah belakang. 

Dalam suatu momen saat akan sujud, saya mencoba melirik melalui sudut mata ke belakang, tapi tidak tampak apa-apa. 

Selesai salam, saya menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Bulu kudik merinding, saya segera bangkit dan bergegas melangkah keluar mesjid. 

Ketika telah berkendara dan melewati pekarangan samping mesjid, saya sempat menoleh dan melihat ada seorang laki-laki di dalam mesjid, tepat di belakang tempat saya sholat tadi. Ditilik dari bentuk tubuhnya, sepertinya ia masih sholat dalam posisi duduk tahiyat akhir dengan badan sedikit membungkuk ke samping. 

Tahun 2006, mesjid ini masih dikelilingi oleh jendela berteralis yang tembus pandang. Jadi sesaat akan keluar dari pintu gerbang pekarangan depan mesjid, saya kembali menoleh ke dalam mesjid, tapi kali ini saya tidak melihat siapa-siapa di sana. Lantas siapa yang saya lihat barusan? Kalau benar itu orang, secepat itukah ia meninggalkan tempat ia sholat menuju ruang lain di dalam mesjid. 

Ada Apa di Lingke? 

Desa Lingke adalah salah satu spot kos-kosan mahasiswa di Banda Aceh. Saat masih berstatus mahasiswa, saya pernah indekos di sana. Jadilah penduduk di desa ini relatif padat. Untuk nama desa, kami dan juga warga hanya menyebutnya dengan Lingke saja. 

Saat ombak besar Tsunami menerjang Banda Aceh pada akhir tahun 2004, desa Lingke merupakan salah satu desa paling parah terdampak Tsunami. Banyak korban meninggal termasuk teman indekos saya. Saya selamat setelah berlari hampir dua kilometer ke arah selatan. 

Selain warga lokal desa Lingke, saat kejadian Tsunami, banyak pula kita temukan korban meninggal yang berasal dari desa-desa di belakang (utara) desa Lingke. 

Desa Lingke berjarak tiga kilometer dari pantai. Ketika Tsunami melanda, desa-desa dalam radius tiga hingga empat kilometer dari pantai hancur dan warga yang menjadi korban terhempas jauh masuk ke daratan, salah satunya terdampar di desa Lingke. 

Saya ingat, banyak mayat yang saya temukan di bawah reruntuhan dan timbunan bukit sampah di desa Lingke. Saya turut mengevakuasi jenazah-jenazah tersebut. Kami mengeluarkan jenazah demi jenazah dari bukit-bukit sampah dan membaringkannya di sela-sela trotoar jalan yang telah mulai dibersihkan. 

Di dalam mesjid Lingke saat itu hanya ada genangan lumpur Tsunami sementara di pekarangannya bukit sampah terhampar di sana-sini. 

Kami membersihkan ruang dalam mesjid lalu mengumpulkan jenazah Tsunami di sana sampai dijemput oleh tim lain yang bertugas membawa jenazah-jenazah tersebut untuk dikuburkan secara masal di luar kota Banda Aceh. 

Kembali ke makmum misterius malam itu, saat meninggalkan mesjid Lingke, di atas sepeda motor yang melaju saya teringat mungkin ia salah satu dari jenazah yang saya evakuasi saat kejadian Tsunami lalu. Wallahu a'lam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun