Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Misteri di Seputaran Airport (2)

14 Oktober 2022   15:33 Diperbarui: 14 November 2022   08:48 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali lagi ke kontrakan, penasaran saya mencoba menghampiri gudang di seberang jalan, meski istri saya melarang.

Dengan senter yang saya atur redup, saya mengendap-endap menuju gudang.

Sumber suara berada di balik gudang, di area belakang.

Dari samping gudang, saya masuk ke dalam padang ilalang, suara lengkingan masih terdengar.

Sempat dikejutkan oleh kalong terbang di pepohonan, tiba-tiba saya merasakan langkah kaki saya meluncur cepat.

Ternyata ini jalan menurun.

Gudang ini berada di atas bukit sementara bagian belakang berada di lereng.

Bagian belakang gudang dipenuhi semak belukar, pepohonan pinang menjulang tinggi, suara-suara jangkrik terdengar dari balik semak. Yang ini benar suara jangkrik bukan lengkingan.  

Pepohonan ditiup angin menimbulkan suara desiran yang juga terdengar kencang.

Di balik semak dan pepohonan pisang, saya melihat sesosok berbaju putih berambut panjang. Sepertinya saya melihat penampakan bagian belakang sosok itu.

Ternyata benar, itu Pocut. Sekarang saya berpikir untuk kembali ke rumah tanpa berisik.

Dengan jantung berdebar, bulu kuduk merinding, keringat mengalir, saya mundur perlahan sambil memperhatikan gerak-gerik "penampakan Pocut" di turunan bukit itu.

Ketika sudah berada di depan gudang, dari seberang saya melihat istri saya yang sedang menunggu di teras kontrakan. Dia memberi isyarat agar lekas balik.

"Ada Pocut Mi," begitu pekik saya kala tiba di teras.

Ia lalu bercerita kalau beberapa malam usai pindahan, ia memang pernah melihat sesosok perempuan berambut panjang menutupi wajah berbaju putih terusan. Kala itu ia terbangun malam hendak ke kamar mandi. Saat melintas di depan jendela, ia sempat menoleh ke arah tanah kosong. Oh ya jendela di kontrakan ini tidak ada teralis dan gorden, jadi kita bisa melihat dengan jelas ke arah luar.  

Di sana ia melihat sosok yang kami sebut Pocut itu.

"Mungkin itu Pocut yang sama seperti di kampung (rumah mertua), dia ngikutin kita!" gurau saya.

Esoknya saya kembali ke belakang gudang, tadinya saya berpikir untuk menjelajahi area tersebut. Namun, niat itu saya urungkan karena lebatnya semak dan pepohonan di sana.

"Kondisi ideal untuk didiami ular sawah," pikir saya dalam hati.

Dari balik pepohonan, hamparan sawah hijau nan luas di bawah menyajikan pemandangan indah. Tiupan angin menyejukkan suasana, spot menarik untuk healing.

Pernah saya baru pulang dari luar kota, tiba di kontrakan pada malam hari. Istri saya tidak di sana karena dia tidak berani tinggal sendiri. Selagi berbaring di ranjang, saya melihat sesosok putih melintas di jendela dibarengi harum wangi Bunga Melati!

Saya beranjak dari tempat tidur dan melongok dari balik jendela ke arah luar yang menghadap ke tanah kosong. Tidak nampak apa-apa tapi semerbak wangi bunga melati masih tercium kuat. "Cut Kak, janganlah ganggu kami," pinta saya di dalam kamar.

Sejak itu ia tidak lagi menampakkan diri. Hanya saja jika saya sedang sendiri di rumah, entah siang maupun malam wangi bunga melati selalu tercium. Kalau hanya wewangian, ini tidak mengapa. Hitung-hitung pengganti parfum rumah. Hehe...

Ooh ya terkait banyaknya batu-batu bulat mirip nisan tak beridentitas di kampung-kampung seputaran Airport, mertua pernah bercerita kalau itu kuburan Simeurantee.

Simeurantee ini awalnya adalah sebutan orang Aceh untuk para pekerja paksa di zaman penjajahan Belanda. Tangan dan kaki mereka diikat dengan rantai, jadilah mereka disebut Simeurantee.

Ketika Jepang berkuasa, sebutan ini masih digunakan untuk para Romusha. Mereka dipekerjakan secara paksa untuk membangun lapangan terbang di daerah sekitaran rumah mertua saya sekarang ini. Banyak dari mereka yang kemudian meninggal dan dikuburkan begitu saja di sekitaran Airport yang kini sudah menjadi kampung-kampung.

Suatu ketika di akhir Perang Dunia II, arwah para Simeurantee ini menuntut balas. Sebagaimana dikisahkan oleh sebuah portal berita lokal dengan mengutip tulisan Teuku Alibasyah Talsya dalam bukunya "Batu Karang di Tengah Lautan". Ceritanya begini:

Hampir saban malam bala tentara Dai Nippon yang bermarkas di seputaran pangkalan udara dihantui sosok bayangan putih. Tentara Jepang merespon dengan menembaki penampakan tersebut. Anehnya, semakin ditembaki semakin banyak bayangan yang muncul. Tentara Jepang yang ketakutan akhirnya meninggalkan pangkalan udara yang juga menjadi basis militer terbesar mereka di Aceh.

Entah itu penampakan Pocut Siti atau Simeurantee, ternyata mereka pahlawan kita juga. Hehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun