Mohon tunggu...
Alexander Yopi
Alexander Yopi Mohon Tunggu... -

Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sungguh Menyesal Prancis Masuk Piala Dunia

22 Juni 2010   06:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:22 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyesal mengapa Prancis harus masuk putaran piala dunia 2010 tahun ini. Mengapa bukan Republik Irlandia yang disingkirkan Prancis di pertandingan play off berkat gol handball Thierry Henry. Sesungguhnya Prancis mesti mendapat kartu merah karena perkelahian pelatih dan pemain.

Kesebelasan Prancis carut marut. Pemecatan Nicolas Anelka memicu mogok latihan pemain lainnya. Patric Evra yang dipercayakan sang pelatih Raymond Domenec tidak bisa berbuat banyak, kecuali mengamini aksi mogok tersebut. Entah Domenec, entah Anelka, juga pemain Prancis lainnya tidak mau mengalah. Semua sesumbar dengan kebenarannya masing-masing. Padahal, Prancis mesti menjalani laga wajib menang melawan Afrika Selatan, Selasa (15/6) malam ini.

Setelah Anelka, tiga pemain senior lainnya di antaranya William Gallas, Eric Abidal, dan Thierry Henry disebut-sebut bakal dibekukan menyusul Anelka. Ketiga pemain senior itu diduga menjadi pemimpin pemberontakan pemain Prancis.

Anelka, Gallas, Abidal, dan Henry adalah bintang di klubnya masing-masing. Pada mereka, suporter Ayam Jantan itu berharap agar gegap gempita Piala Dunia tidak menumpahkan sisi kesedihan sebaliknya. Deretan nama mereka di daftar line up pemain boleh jadi juga menggetarkan lawan, meyakinkan penikmat bola, dan negaranya bahwa Prancis bisa kembali berjaya.

Selain makan garam, mereka pemain bertalenta. Namun, kiprah keempat pemain itu dan pemain lainnya sekelas Patrik Evra, Abou Diaby, Florent Malouda, Franck Ribery, dan Sidney Govou tidak bisa menghadirkan sensasi kemenangan untuk tim Ayam Jantan. Kehebatan dan nama besar mereka tenggelam dan terus terjun bebas akibat hasil yang sangat tidak memuaskan.

Tak sedikit pun komentar Domenec soal hasil buruk Prancis. Tak satu pun petinggi sepak bola Prancis yang gelisah dan menyelidiki sebab masalah sebenarnya dari buruk rupa Prancis itu. Yang ada, petinggi sepak bola Prancis malah mendukung Domenec dan memecat satu per satu para pemainnya yang bersitegang akibat frustasi karena minim prestasi tersebut.

Sejak ditangani Domenec, kesebelasan Prancis memang sudah minim prestasi. Padahal, komposisi pemain Prancis rasanya tidak jauh berbeda dari tim sekelas Argentina, Brasil, Spanyol, atau Portugal. Anelka, Gallas, Abidal, Henry, Patrik Evra, Abou Diaby, Florent Malouda, Franck Ribery, dan Sidney Govou bukan bayi di lapangan hijau. Dalam dirinya telah terasah filosofi seorang pemain belakang, tengah, sayap, dan penyerang.

Jika demikian, tugas seorang pelatih adalah meramu kekuatan tim itu menjadi pasukan yang kuat dan tajam. Inilah sulitnya menjadi pelatih di antara pemain bintang. Pasalnya, kebintangan seorang pemain sangat bergantung pada posisi mana dia bermain. Salah meletakkan pemain bintang akan berakibat kontraproduksi untuk tim. Namun, akan menjadi mudah untuk pelatih, jika sang pelatih bisa membaca daya intuituf sang bintang, menyelami filosofi olah bola masing-masing pemain, lalu menempatkan sang pemain pada jalur yang benar.

Sepertinya Domenec bukanlah seorang pelatih yang bekerja dengan intuisi dan filosofi. Dia hanya seorang penjiplak yang mencoba meramu tim berdasarkan apa yang disaksikan dan dipelajari. Dia seorang pelatih tanpa strategi. Karena sepanjang 2x45 menit, sejauh yang dipertontonkan Prancis hingga kini, para pemain hanya mencoba menggiring bola, berlari, menghadang, dan mencoba memasukkan bola ke gawang lawan. Tidak ada ritme yang menonjol seperti bermain dalam organisasi menyerang atau bertahan lantas mencuri kesempatan untuk serangan balik.

Katanya Domenec memang pribadi yang sulit, sudah mendengarkan masukan, dan sering tidak cocok dengan pemainnya sendiri. Kedekatan Domenec dengan para pemain sejauh pemain itu bisa menyenangkan hati sang pelatih. Selebihnya ada benteng antara Domenec dan para pemain. Sikap Domenec bahkan memicu perpecahan di tim Ayam Jantan. Satu pemain menjadi tidak percaya dengan pemain lain, menaruh curiga, was-was karena pasang surut kedekatan dengan sang pelatih tersebut.

Kini, semangat piala dunia yang mengusung solidaritas dan perdamaian antarbangsa melalui lapangan hijau itu sudah tercoreng oleh kisruh tim Ayam Jantan. Bedanya memang sangat tipis antara perkelahian dan persahabatan, karena masing-masing berada pada tataran emosi yang sama. Sedikit mengubah mimik, citra damai bisa saja menjadi benci.

Domenec dan siapa pun yang berada di tim Ayam Jantan mestinya mawas diri. Dalam masalah, setiap pribadi menyumbang kesalahan untuk membakar konflik. Sayang, konflik itu telah membungbung menjadi api dan asap. Semua sudah tahu. Tinggal selangkah lagi Prancis mempertaruhkan nama baiknya. Jika mereka kalah dan harus angkat koper, orang akan mengingat bahwa Prancis gagal karena konflik. Salah mengelola konflik. Kalah melawan diri sendiri.

Demikian pun adanya kita pada sebuah masa!(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun