c. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 114/MPP/Kep/5/1996, tentang pelaksanaan tata niaga cengkeh. Produksi cengkeh yang sangat tinggi berlanjut hingga pada tahun 1996. Pemerintah mengeluarkan kebijakan inpres RI No.4 tahun 1996 yang memiliki tujuan untuk mengadakan kegiatan konversi tanaman cengkeh yang rusak dan menghentikan penanaman cengkeh yang baru. Hal ini berakibat pada harga cengkeh yang kembali turun dan BPPC yang bertugas untuk membatasi impor cengkeh dibubarkan pada tahun 1998. Pembubaran BPPC ini mengakibatkan impor cengkeh lebih tinggi pada tahun 1999-2001. Banyaknya impor yang masuk menjadikan harga cengkeh menurun tajam yang akhirnya pemerintah mengeluarkan SK Menperindag Republik Indonesia No. 528/MPP/7/2002 tentang ketentuan impor cengkeh dengan tujuan untuk memperketat syarat-syarat pengimporan cengkeh oleh industri tertentu (Hasibuan dkk, 2022).
Opini
Kebijakan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 20 tahun 1992 tentang tataniaga cengkeh lahir dari kebutuhan untuk mengelola surplus cengkeh akibat peningkatan produksi pasca swasembada pada 1984. Kenyataannya, kebijakan ini sulit mencapai tujuan tersebut karena stok yang berlimpah tetap menekan harga cengkeh di tingkat petani. Kelebihan pasokan merupakan hasil dari dorongan petani untuk menanam lebih banyak cengkeh ketika harga sedang tinggi, sebuah siklus ekonomi klasik yang membutuhkan intervensi yang cermat. Sayangnya, BPPC dalam praktiknya menjadi sorotan karena dinilai tidak transparan dan terkesan memonopoli perdagangan, yang justru berpotensi merugikan petani kecil.Â
Pada instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 4 tahun 1996 ini bertujuan memberikan perlindungan harga kepada petani dengan menetapkan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai satu-satunya pembeli cengkeh dari petani sehingga petani memiliki jaminan harga minimum. Pendekatan yang terlalu terpusat ini cenderung tidak efisien karena mengabaikan dinamika pasar lokal dan kebutuhan petani yang berbeda-beda serta kebijakan seperti ini berisiko menimbulkan ketergantungan petani pada struktur perdagangan yang kurang fleksibel.Â
Kebijakan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 114/MPP/Kep/5/1996 awalnya mencoba mengontrol produksi cengkeh dengan menghentikan penanaman baru dan melakukan konversi tanaman yang rusak. Perubahan kebijakan pada 1997 menunjukkan adanya ketidakpastian dalam perencanaan jangka panjang pemerintah. Ketidakpastian ini menyebabkan harga cengkeh kembali anjlok, sehingga berdampak negatif bagi petani. Pembubaran BPPC pada 1998, meski mengakhiri monopoli, menimbulkan masalah baru berupa lonjakan impor cengkeh pada 1999-2001. Langkah pemerintah memperketat aturan impor pada 2002 adalah respons yang terlambat, tetapi setidaknya mencerminkan kesadaran akan perlunya kontrol pasar yang lebih baik.
Kesimpulan
Cengkeh merupakan komoditas unggulan di Indonesia dengan peningkatan luas areal, produktivitas, dan produksi yang terus berkembang. Pertumbuhan konsumsi cengkeh mencapai 4,80% per tahun, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri rokok kretek yang menyerap sekitar 91,32% dari total produksi. Harga cengkeh sempat berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir, namun tren peningkatan harga mulai terlihat pada 2024.
Langkah strategis telah diambil pemerintah untuk mendukung keberlanjutan komoditas ini. Kebijakan stabilisasi harga diterapkan melalui penetapan harga minimum dan subsidi pupuk bagi petani. Pembatasan impor juga diberlakukan untuk melindungi produk lokal dari tekanan pasar global. Program pelatihan dan edukasi dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian cengkeh. Tata niaga diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1996 yang bertujuan memastikan distribusi keuntungan secara adil sepanjang rantai pasok.
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya terdapat beberapa hal yang dapat disarankan bagi komoditas Cengkeh adalah pemerintah dapat mendukung keberlanjutan melalui pembangunan infrastruktur, subsidi alat pertanian, dan pengaturan harga minimum untuk melindungi petani. Diversifikasi produk berbasis cengkeh, seperti farmasi dan kosmetik, juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada industri rokok. Peneliti dapat mengembangkan varietas unggul, teknologi pascapanen, dan eksplorasi pasar baru. Petani perlu mengadopsi teknik pertanian modern, bergabung dalam koperasi, dan memanfaatkan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas.
Daftar Pustaka
Direktorat Jendral Perkebunan. 2019. Statistik Perkebunan Indonesia. (Cengkeh). Jakarta