Rokok,kopi dan aku adalah cinta segi tiga yang tidak pernah terpisahkan di kala hujan sambil meliarkan imaji,kami bertiga tidak akan lelah menghitung rintik hujan yang jatuh di atas genteng lantai dua sampai kami benar-benar tau pasti berapa ratus juta rintik hujan yang jatuh di atap genteng itu.
Si kopi berjingkrak-jingkrak kegirangan kala ku kecup dengan bibirku,oh sungguh bahagianya kata si kopi menerima kecupan pada bibir tipisnya lalu ku lumat dan ku seruput perlahan-lahan.
Rokok yang dari tadi mengintip dari bungkusnya cemburu melihat si kopi bercumbu denganku,secepat kilat ia loncat dari bungkusnya dengan nyala bara api di ujungnya dan memaksaku untuk mengecup dirinya dengan bibirku dan menyuruhku menghisap setiap asap yang keluar darinya untuk ku hisap melewati paru-paruku katanya agar aku makin cinta kepadanya.
Si kopi dan si rokok mereka berdua bergiliran ku cumbu di barengi alunan musik yang keluar dari tape recorder di sudut kamar.
Rintik hujan makin deras kini tak bisa ku hitung jumlahnya yang kian lama kian tak beraturan jatuhnya karena di terpa sang angin yang sedang marah.sore itu semakin dingin dan semakin mendekatkan kami bertiga dalam selimut kehangatan,si kopi dan si rokok mulai saling mengerti dan mereka tak lagi berebut ingin ku cumbu,mereka berdua rela ku cumbu bergantian.
Sampai malam tiba kami masih saja bertiga di lantai tiga sambil memandang rintik hujan yang sudah tak beraturan jatuh di atap genteng lantai dua sebuah rumah sederhana.
Kopi si hitam yang manis dan si rokok yang wangi dan menggairahkan aku akan selalu mencumbumu di kala hujan sampai aku bosan dengan dirimu dan menemukan penggantimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H