Dulu, Karl Max pernah memberikan kritik terhadap agama begini: Agama itu semacam opium bagi umat-Nya. Agama biasa dipakai oleh penguasa dan pemuka agama untuk membius kesadaran kritis umatnya. Ayat-ayat agama dipakai untuk membenarkan praktik korupsi mereka.
Mungkin ini merupakan salah satu alasan bagi Grace Natalie selaku ketua umum Partai Solidaritas Indonesia yang dengan tegas menolak perda syariah dan perda injil. Mengapa? Sebab pada dasarnya agama memang tidak bisa dijadikan perda secara langsung karena hukum di Negara kita bukan merupakan hukum agama.Â
Disisi lain, perlu kita ketahui bahwa penolakan perda agama BUKAN BERARTI menolak agama, sebab ketika agama tertentu dijadikan pengatur bagi penganut agama lainnya, maka akan berdampak buruk bagi penganut agama lainnya tersebut. Jika demikian (memberlakukan perda syarih dan perda injil), maka negara malah menghambat perkembangan agama.
Terkait hal ini, bisa jadi Grace Natalie berpikir seperti Karl Max yang tidak mau agar Negara mengatur Agama masing-masing individu. Ia mencoba menyadarkan kita agar kita dapat membebaskan diri dari belenggu politisasi agama yang secara nyata dipraktekkan di Negara kita tercinta ini.Â
Sikap PSI menolak perda syariah dan perda injil merupakan sikap yang bertujuan untuk membela ke-bhineka-an, mencegah ketidakadilan, diskriminasi dan intoleransi, demi keutuhan bangsa.
Lalu, apakah agama tidak penting sehingga dengan tegas ditolak oleh Partai Solidaritas Indonesia? Agama itu memang penting bagi kepentingan pribadi masing-masing agar kita menjadi seorang yang berakhlak mulia, tetapi tidak untuk dieksploitasi untuk kepentingan politik dengan cara mempolitisasi agama.Â
Ketika agama memasuki ranah aspirasi, maka agama hanya akan menjadi segregasi, yaitu pemisah suatu kelompok atau ras secara paksa sehingga apa yang telah dipersatukan oleh ikrar politik dimana kita bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, akan pecah kembali oleh agama.
Agama harus menjadi inspirasi bagi setiap insan untuk berbuat baik. Dan kalaupun ada agama-agama tertentu yang memiliki hukumnya sendiri, maka hukum itu sebaiknya diletakkan di lokasi khusus yang tidak mencampuri hukum positif bernegara. artinya bahwa cinta terlarang antara agama dengan politik nantinya akan melahirkan monster berpakaiann suci yang haus akan kekuasaan.Â
Mengapa? Karena pada dasarnya politik dan agama itu tidak bisa disatukan. Keduanya adalah bagian yang berbeda. Meski demikian, agama dan Negara tak terpisahkan sebab keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Tetapi, jika agama dan politik disatukan, maka persatuan antara agama dan politik akan dijadikan tujuan untuk memperoleh supremassi politik, demikian juga politik untuk meraih supremasi agama agar bisa mengatur suatu bangsa berdasarkan keinginannya.
Indonesia adalah Negara berbangsa, dimana kita dipersatukan oleh perbedaan suku, ras maupun budaya dan kepercayaan yang beragam, bukan Negara agama. Menjadikan Negara sebagai agama dengan mengesahkan RUU perda syariah dan perda injil adalah sebuah kesalahan besar karena Negara sebagai pelindung umat beragama. Negara berhak menjaga kebebasan beragama dimana dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945):
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.