Dan inilah yang saya tolak sebab budaya belis seakan-akan diperjualbelikan karena penggunaan stratifikasi pendidikan adalah realita dari kalkulasi ekonomi yang berwajah prestise dan gengsi.Â
Ya, budaya belis masa kini telah kehilangan esensi dan makna yg sesunguhnya. Jika dulu, adat perkawinan masyarakat Sumba berjalan secara alamiah tanpa paksaan dan dipatuhi oleh seluruh komponen sosial masa itu, maka sekarang pemaknaan nilai bahwa pemberian belis merupakan penghargaan bagi kaum perempuan sudah berkurang atau bahkan tidak ada lagi.Â
Sebab Besarnya belis yang memberatkan berdasarkan stratifikasi (pendidikan) ini memunculkan kesan bahwa pernikahan digunakan sebagai alat transaksi bisnis, dimana perempuan digunakan sebagai objek.Â
Ini semua  hanyalah politik kotor yang dapat merusak esensi  daripada hakikat budaya kita orang sumba, bukan? Mau sampai kapan ini berakhir? Sampai kita dapat memaknai kembali akan makna belis itu.
So, mari kita bersama-sama untuk mengembalikan nilai-nilai adat yang sesungguhnya. Sebab, adat dibuat bukan untuk mempersulit manusia, melainkan untuk memetik makna yang tersembunyi didalamnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H