Dan saya kira, Demokrat tak terlalu peduli siapa presidennya kelak. Kenapa? Demokrat gagal bermain di dua kaki dan akhirnya kurang mendapat apresiasi. Di kubu Jokowi tak mendapat tempat, di kubu Prabowo dipandang sebelah mata.
Dalam kasus ini, kalau kita ingat petuah Peter Berger dan Thomas Luckmann lewat "The Social Construction of Reality" SBY mencoba merangsek masuk, mencari perhatian publik dengan realitas pandangan yang coba ditawarkannya. Sayangnya, kita begitu mudah membongkarnya.Â
Kita bisa bongkar lewat "provokasi" Jacques Derrida lewat teori dekonstruksinya, dengan pikiran kritis kita lihat bagaimana interpretasi yang digunakan SBY terhadap realitas sosial bersifat sewenang-wenang. Dalam kasus, ini tuduhan SBY yang sewenang-wenang menduga kampanye akbar Prabowo-Sandi tidak inklusif adalah tuduhan receh tak berdasar.Â
Ketika SBY menginginkan "Semua untuk Semua" rasanya, itu hanya retorika, terlihat bijak tapi tak pernah ada. Sama halnya ketika ada pejabat yang bilang "Ini tanggung jawab kita bersama". Terlihat elok, tapi sebenarnya yang terjadi adalah tidak ada yang mau bertanggungjawab.Â
Begitu juga, menilai politik identitas hanya karena ada shalat subuh dan tahajud berjamaah, itu sebuah kepicikan cara pandang yang mesti diluruskan.
Dari sini, saya berkesimpulan bahwa sebenarnya, SBY tak peduli siapa presidennya kelak. Dia hanya peduli misalnya bagaimana anaknya, AHY mendapatkan tempat dipanggung politik. Kalau soal ini, barangkali dia akan berjuang habis-habisan.Â
Memang, kita juga perlu apresiasi politisi Demokrat di televisi dan medsos yang habis-habisan promosikan Prabowo-Sandi seperti Jansen Sitindaon, Ferdinan Hutahaean dll.Â
Harusnya, itu fokus yang mesti dilakukan. Itu sebabnya, daripada memainkan politik "baper". Demokrat mesti lebih produktif berjuang habis-habisan menangkan Prabowo-Sandi, setidaknya, itulah harapan, sebab di kubu Jokowi-Amin,sudah jelas harapan itu tak ada lagi. [yons achmad, pengamat medsos, tinggal di Depok)]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H