Mohon tunggu...
Yono Timore
Yono Timore Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang Pecinta Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengemis Anak, Haruskah Berbagi?

11 Oktober 2014   17:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:28 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melihat anak-anak kecil yang mengemis di perempatan lampu merah …..

Siapa yang tak iba?

Siapa yang tak meringis?

Siapa yang tak ingin berbagi?

Rasanya, sebagai manusia normal yang masih punya hati kita semua setuju pada prinsip berbagi terhadap yang membutuhkan. Sekecil apapun itu.

Tapi benarkah kita harus ‘berbagi’ dengan anak-anak kecil yang rutin mengemis di perempatan lampu merah?

Pantaskah kita ‘berbagi’ dengan anak-anak kecil yang rutin mengemis di perempatan lampu merah?

Aku meyakini, tidak ada satu anakpun di dunia ini yang bercita-cita menjadi pengemis. Pun anak-anak kecil yang sering kita jumpai di perempatan lampu merah untuk mengemis.

Kawan, “Anak-anak mengemis di pinggir jalan …. Anak-anak ini di karyakan”.

MEREKA MENJUAL IBA UNTUK MEMPEROLEH UANG.

Kawan, “Anak-anak mengemis di pinggir jalan …. Anak-anak ini menjadi komoditi para orang tua/mafia pengemis”.

MEREKA MENJUAL IBA UNTUK MEMPEROLEH UANG.

Berapa penghasilan anak-anak ini dari mengemis?

Mari berhitung dan mari kita sederhanakan hitungannya. Anak-anak ini berada di jalan katakanlah kurang lebih 6 jam. Dari 6 jam, mungkin hanya 4 jam waktu “efektif mereka bekerja”. Bekerja mengemis di jalan. Setiap sudut lampu merah berdurasi 1 menit, let say dalam 1 menit mereka mendapatkan hanya 1000 (hitungan paling rendah). Itu berarti dalam 4 jam (60 menit/jam X 4), mereka mendapatkan uang instan sebesar 240.000. Hanya bekerja selama 4 jam dalam 1 hari!!!

Itupun hanya hitungan terendah, seribu per menit. Dan sepertinya dalam 1 menit mengemis mereka mendapat lebih dari seribu.

Kemudian, hitunglah sendiri berapa pendapatan mereka dalam sebulan. Kemudian lagi, bandingkan pendapatan mereka dengan orang-orang yang berpeluh luar biasa seperti para buruh pabrik, petugas pasukan kuning, dan lain sebagainya.

“Berbagi uang kepada anak-anak di pinggir jalan sebenarnya tak lebih menyuburkan mental peminta”

“Berbagi uang kepada anak-anak di pinggir jalan sebenarnya secara tak sadar menyetujui peran orang tua/mafia pengemis atas tindakan tercela mereka”

Di mana kita seharusnya berbagi?

Berbagilah kepada lembaga yang jelas akuntabilitasnya, di mana mereka dengan jelas mempertanggungjawabkan kepada publik besar sumbangan yang di terima serta tak canggung mengumumkan pengeluaran.

Atau berbagilah langsung kepada keluarga miskin yang kita kenal di lingkungan terdekat.

Kalaupun kamu mau berbagi kepada anak-anak di pinggir jalan, jangan berbagi uang. Siapkan selalu di kendaraan bermotormu makanan kecil (camilan anak-anak) atau buku bacaan atau baju, memberi dengan benda-benda itu lebih baik daripada berbagi uang.

Kawan, berbagi itu bukan hanya tentang Iba, berbagi itu juga harus Cerdas.

Tidak setuju dengan tulisan ini? Itu hakmu Kawan

Love, Life and Enjoy!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun