Mohon tunggu...
Yonni Prianto
Yonni Prianto Mohon Tunggu... Perawat - Perawat Jiwa

Salam sehat Jiwa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Melatih Koping Adaptif Supaya Jiwa Tetap Sehat

31 Desember 2020   21:05 Diperbarui: 31 Desember 2020   21:13 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ns. Yonni Prianto, M.Kep, Sp.Kep.J

Perawat Kesehatan Jiwa

Koping berasal dari bahasa Inggris yaitu “cope” yang artinya menghadapi. Kata koping sering digunakan kaitanya dengan kesehatan jiwa. Dalam konteks stres, Lazarus & Folkman (1985) dalam Ogden (2004) mendefinisikan koping sebagai langkah-langkah seseorang menghadapi stresor dalam upayanya untuk mengembalikan ke fungsi normalnya. Stuart (2013), mengemukakan bahwa cara individu menilai suatu kejadian merupakan kunci psikologis untuk memahami upaya koping seseorang. Koping menggambarkan strategi atau proses  usaha indiividu untuk mengelola situasi kondisi yang penuh tekanan, terlepas upaya tersebut berhasil atau tidak.

Tipe atau strategi koping 

Terdapat dua tipe atau strategi koping yang bisa kita kenal, yaitu koping berfokus pada masalah (problem focused coping) dan koping berfokus pada emosi (emotion focused coping). Kedua jenis koping tersebut dispesifikkan oleh Carver (1997) kedalam 14 dimensi sebagaimana yang dideskripsikan oleh Miami University Department of Psychology (2007). Mari kita kenali tiap dimensi dari koping dan bagaimana contoh aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari :

  1. Koping berfokus pada masalah (problem-focused coping mechanism). Merupakan upaya langsung seseorang untuk mengatasi ancaman, memecahkan masalah, serta menyelesaikan konflik. Koping jenis ini terdiri dari 5 dimensi yaitu:
    • Active coping 
      • Individu bisa secara aktif mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah. Ketika kita punya masalah, sebaiknya kita terbiasa mencoba menghadapinya
    • Planning
      • Individu bisa menyiapkan rencana terbaik dan disusun tahap demi tahap untuk mengatasi masalahnya
    • Positive reframing 
      • Yaitu penilaian kembali secara positif terhadap stresor yang ada. Contoh yang bisa kita lakukan pada jenis koping ini adalah mengambil hikmah dibalik musibah yang terjadi.
    • Behavioral disangagement
      • Tindakan yang bersifat mengurangi upaya-upaya untuk menghadapi masalah. Contoh yang biasa terjadi adalah menyerah dan cenderung tidak mau berbuat apa-apa ketika ada masalah didepannya
    • Use of instrumental support
      • Tindakan menggunakan dukungan sosial yang bersifat instrumental. Contoh: mencari informasi tentang dukungan atau sumber yang bisa dimintai tolong atau bantuan
  2. Koping berfokus pada emosi (emotion-focused coping mechanism). Pada mekanisme ini individu berorientasi untuk mengurangi distres emosionalnya. Koping berfokus pada emosi terdiri dari 9 dimensi yaitu :
    • Acceptance
      • Penerimaan individu terhadap stresor  yang ada. Contoh: menerima kenyataan bahwa musibah, masalah dan kondisi yang dialami merupakan ketentuan baginya.
    • Humor
      • Menciptakan lelucon terhadap masalah yang dialaminya. Misalnya menertawakan kondisi dalam perbincangan. Pada kondisi ini kita bisa membawa diri untuk tetap senang dan nyaman, bahkan menertawakan kondisi yang dialaminya agar merasa terhibur.
    • Religion
      • Mengembalikan masalah kepada Tuhan serta memohon pertolongan kepada-NYA. Contoh: pasrah, semakin rajin ibadah, berdo’a
    • Using emotional support
      • Menggunakan dukungan sosial yang berbentuk dukungan moral, dimana secara emosional turut membantu menciptakan koping yang adekuat.
    • Self distraction
      • Menghindar atau melakukan pengalihan dari masalah. Contoh: melamun, pergi tidur, melakukan aktivitas lain. Melakukan pengalihan dengan aktivitas lain yang positif tentunya akan lebih baik
    • Denial 
      • Mengingkari kenyataan hadirnya masalah atau bisa juga menganggap seolah-olah masalah tersebut bukanlah suatu masalah (tidak nyata).
    • Venting
      • Kecenderungan untuk mengungkapkan atau mengekspresikan emosi negatif seperti marah, kesal, kesal, kecewa, dll
    • Substance use
      • Menggunakan alkohol dan obat-obatan untuk melupakan masalahnya. Pada lansia umunya menggunakan obat-obatan  seperti pereda nyeri, sakit kepala, dll.
    • Self blame 
      • Yaitu kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri. Perilaku mengkritik diri sendiri juga bagian dari koping ini

Dari beberapa tipe jenis dan koping diatas, kita bisa memilih koping yang konstruktif. Koping idealnya bersifat konstruktif, karena koping yang destruktif tidak akan menyelesaikan masalah dan menimbulkan respon yang maladaptif. Penggunaan koping berfokus pada emosi secara berlebihan dan tidak berhasil juga  dapat menjadi koping maladaptif yang menyebabkan resiko terjadinya masalah mental emosional (Stuart, 2013). Oleh karena itu perlu keseimbangan dalam mengunakan jenis dan tipe koping. Dari jenis koping problem focused coping misalnya: active coping, planning, positive reframing, use of instrumental support. Sedangkan dari jenis emotion focused coping bisa mengambil dimensi acceptance, humor, religion, using emotional support, self distraction dan venting yang positif, serta religion.

Evaluasi  dari ketrampilan  koping  yang adaptif pada individu juga perlu dilakukan dari waktu ke waktu. Kefektifan problem-focused coping juga bisa dipengaruhi oleh harapan seseorang. Individu yang memliki sikap optimis  akan  menunjukkan  hasil  yang produktif (Penley & Tomaka, 2012).

Namun seiring berjalannya waktu, individu bisa saja mengalami kondisi bahwa kompromi sebagai bagian  dari  problem-focused   coping  tidak bisa lagi diterima atau tidak efektif, sehingga individu  akan bernegosiasi  terhadap  dirinya untuk menggunakan mekanisme koping yang lain,  misalnya ke arah  emotion-focused coping. Namun   demikian   harus   menjadi fokus perhatian kita, dimana penggunaan emotion-focused coping yang berlebihan dan tidak berhasil akan menyebabkan gejala fisiologis   dan   psikologis   yang   mengarah pada resiko masalah  kejiwaan.  Oleh karena itu penggunaan emotion-focused coping perlu lebih selektif dengan mekanisme   yang bisa menjaga kestabilan emosi, misalnya berbagai pada orang lain (venting), meningkatkan humor, penerimaan diri (acceptance) dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui  kewajiban  beribadah  dan berdo’a (religion).

Pada penelitian tentang koping oleh Prianto (2014) juga ditemukan   mayoritas   responden   memiliki skor yang tinggi pada komponen acceptance dan religion.  Hal ini menjadi  poin penting dan  termasuk  ciri  khas  masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya memiliki  nilai-nilai  religious.   Nilai  religi pada akhirnya juga mendorong rasa penerimaan dan kepasrahan kepada Allah SWT ketika seseorang menghadapi masalah. Selanjutnya individu juga akan menerima kenyataan dan ketentuan  dari Allah SWT. Kedua poin ini mencerminkan    acceptance    dan religion bisa menjadi kekuatan tersendiri ketika kita menghadapi masalah. Mari kita berlatih memilih koping yang tepat agar jiwa kita tetap sehat.

Salam sehat jiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun