Mohon tunggu...
Warta Jalanan. co
Warta Jalanan. co Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dunia Dalam Tulisan

Serunya Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Nyawa Peristiwa 1998 Hidup Kembali pada Pemilu Serentak 2024

26 Agustus 2024   12:40 Diperbarui: 26 Agustus 2024   18:25 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada Jakarta selalu mendapat perhatian nasional. Ibarat pilpres kedua di negara ini. Dinamika politik di metropolitan itu telah menggerakkan daya pikir bangsa ini untuk mengamati secara saksama pergerakan politik nasional. Dan memang jakarta selalu memiliki magnet perekat yang luar biasa.

Nama-nama politikus besar seperti Ahok, Anis Baswedan Ridwan Kamil, muncul dipermukaan sebagai kandidat bakal calon yang lugas dibicarakan dari mulut ke mulut. Seperti yang kita ketahui bahwa Ridwan Kamil telah mengamankan tiket lewat gerbong gemuk yang dinamakan KIM. Gerbong besar ini tentu menjadi pesaing berat pada pilkada kali ini.

Lain halnya dengan PDIP yang masih meraba raba akan nasibnya di pilkada Jakarta. Walaupun PDIP sebagai Partai besar, sepertinya semakin dikucilkan dalam kanca politik nasional. Namun yang tidak diketahui banyak orang bahwa mengucilkan PDIP itu sama saja membuat publik tidak bergairah dalam pemilu atau dengan kata lain, partisipasi politik akan menurun jika mengucilkan partai banteng bermoncong putih itu. Hal ini dapat terjadi karena secara elektoral PDIP bisa mempengaruhi pasang surutnya gelombang politik nasional.

Diketahui bahwa sebelumnya PDIP telah diisukan akan mencalonkan Ahok, tetapi kabar ini perlahan hilang tertelan bumi. Sementara Anis yang dari awal sudah diusung oleh PKS yang katanya partai kesayangannya itu, ternyata PKS lebih memilih putar haluan untuk bergabung dengan koalisi KIM. PKS mengkhianati Anis, sama halnya partai PKB dan Nasdem yang sudah dari awal menaruh teken dengan Anis, namun dalam perjalanan kedua partai ini juga ancang-ancang untuk putar haluan. Hal demikian membuat Anis dikucilkan secara politik senasib sama seperti PDIP.

Tibalah kita pada suatu masa yang menggembirakan bagi sebagian kelompok dan sekaligus masa kesedihan bagi demokrasi Indonesia. Manakala MK melalui putusannya no 60 tentang ambang batas trashol dan ambang batas umur bagi calon kepala daerah. Putusan tersebut menaruh harapan baru bagi demokrasi Indonesia karena mengingat bahwa sebelumnya ada isu bahwa mereka yang bergabung dalam koalisi KIM berusaha memuluskan jalan para kandidat yang dicalonkannya untuk menang secara aklamasi, itu sebabnya PDIP dan Anis Baswedan akan selalu dikucilkan. Banyak yang beranggapan bahwa skenario KIM ini dapat mencederai demokrasi, sebagian lagi bernostalgia dengan cerita peristiwa 1998.

PDIP dan Anis Baswedan baru saja menghirup udara segar dengan adanya putusan MK tersebut, tetapi kejadian yang memilukan menghantam republik ini. Peristiwa itu disebabkan karena Anggota DPR dari koalisi Kelompok KIM bersepakat untuk tidak mengikuti putusan MK melainkan lebih memilih membuat RUU menggunakan dasar putusan MA yang sebelumnya sudah mengabulkan ambang batas umur calon kepala daerah. Cara KIM ini terlihat sangat terang benderang kalau perjuangan mereka tidak lain hanya untuk membentang karpet merah kepada putra presiden Jokowi "Kaesang" yang juga selaku ketua umum PSI. Perlu diingat peristiwa serupa sudah terjadi dan berhasil dipraktekkan sebelumnya ketika saat itu kelompok gemuk ini sama -sama bersepakat melanggengkan putra sulung Jokowi Gibran untuk maju sebagai wakil presiden dari Prabowo Subianto.

DPR yang mayoritas adalah koalisi KIM itu berniat membuat RUU berdasarkan pada putusan MA, tapi sekejap niatan mereka itu mendapat kritik keras dari Mahasiswa dan termasuk para pakar hukum tatanegara. Gelombang demonstrasi menyala di berbagai daerah bak nyawa peristiwa 1998 hidup kembali. Republik yang tadinya baru bergembira merayakan HUT RI ke 79, harus menghadapi kenyataan yang menyedihkan sekaligus memalukan dalam sistem demokrasi Indonesia.

Foto Mahasiswa Malang Demo Tolak RUU PILKADA 
Foto Mahasiswa Malang Demo Tolak RUU PILKADA 

Dalam beberapa hari berturut -  turut gelombang demonstrasi makin mencekam di berbagai daerah, para demonstran itu menuntut agar DPR membatalkan RUU yang tidak berdasarkan pada putusan Mk, mereka menilai DPR pengkhianat demokrasi. Arus gelombang demonstrasi yang tidak bisa lagi dibendung itu membuat DPR akhirnya menyerah dan bersepakat untuk membatalkan RUU kemudian bersama KPU menekan PKPU sesuai dengan putusan MK. Ulah DPR ini membatalkan rencana Putra Presiden Jokowi yaitu Kaesang untuk tidak bisa maju pada pilkada serentak 2024. Sementara disisi lain memberi peluang bagi PDIP dan Anis Baswedan untuk menata kembali konstalasi pilkada Jakarta. 

Walaupun PDIP dan Anis Baswedan mendapatkan peluang dari gerakan demonstrasi itu, bukan berarti menodai gerakan demonstrasi itu. Artinya jangan ada yang beranggapan bahwa demontrasi itu sebagai bentuk dukungan untuk menyelamatkan PDIP dan Anis Baswedan. Salah jika ada yang beranggapan demikian.

 Kita harus mengapresiasi gerakan demonstrasi tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap demokrasi. Atau kita bisa menyimpulkan bahwa gerakan itu murni kesadaran rakyat untuk menyelamatkan demokrasi yang semakin terkikis oleh nafsu kekuasaan yang individualistik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun